Kanker leher rahim atau disebut juga kanker serviks adalah sejenis kanker yang 99,7% disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) yang menyerang leher rahim. Kanker ini biasanya terjadi setelah masa menopause, paling sering menyerang wanita berusia 50-60 tahun. Kanker bisa menyebar atau dalam dunia medis disebut metastase secara lokal maupun ke berbagai bagian tubuh misalnya kanalis servikalis, tuba falopi, ovarium, daerah di sekitar rahim, sistem getah bening atau ke bagian tubuh lainnya melalui pembuluh darah. Human Papilloma Virus (HPV) 16 dan 18 merupakan penyebab utama pada 70% kasus kanker serviks di dunia. Perjalanan dari infeksi HPV hingga menjadi kanker serviks memakan waktu yang cukup lama, yaitu sekitar 10 hingga 20 tahun. Proses penginfeksian ini seringkali tidak disadari oleh para penderita, karena proses HPV kemudian menjadi pra-kanker sebagian besar berlangsung tanpa gejala. Faktor risiko kanker serviks terbagi atas dua yaitu faktor alamiah dan faktor resiko. Faktor alamiah adalah faktor-faktor yang secara alami terjadi pada seseorang dan memang kita tidak berdaya untuk mencegahnya. Yang termasuk dalam faktor alamiah pencetus kanker serviks adalah usia diatas 40 tahun. Semakin tua seorang wanita maka makin tinggi risikonya terkena kanker serviks. Tentu kita tidak bisa mencegah terjadinya proses penuaan. Akan tetapi kita bisa melakukan upaya-upaya lainnya untuk mencegah meningkatnya risiko kanker serviks. Tidak seperti kanker pada umumnya, faktor genetik tidak terlalu berperan dalam terjadinya kanker serviks. Ini tidak berarti Anda yang memiliki keluarga bebas kanker serviks dapat merasa aman dari ancaman kanker serviks. Anda dianjurkan tetap melindungi diri Anda terhadap kanker serviks. Sedangkan faktor resiko adalah faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terjangkit HPV karena tingkah lakunya. Faktor resiko seperi kebersihan pada organ reproduksi. Misalnya saja keputihan yang dibiarkan terus menerus tanpa diobati. Ada 2 macam keputihan, yaitu yang normal dan yang tidak normal. Keputihan normal bila lendir berwarna bening, tidak berbau, dan tidak gatal. Bila salah satu saja dari ketiga syarat tersebut tidak terpenuhi berarti keputihan tersebut dikatakan tidak normal. Segeralah berkonsultasi dengan dokter Anda bila Anda mengalami keputihan yang tidak normal. Selain itu dapat pula terjadi karena pemakaian pembalut yang mengandung bahan dioksin. Dioksin merupakan bahan pemutih yang digunakan untuk memutihkan pembalut hasil daur ulang dari barang bekas, misalnya krayon, kardus, dan lain-lain ataupun membasuh kemaluan dengan air yang tidak bersih, misalnya di toilet-toilet umum yang tidak terawat. Air yang tidak bersih banyak dihuni oleh kuman-kuman. Selain itu berhubungan seksual pertama kali di usia terlalu muda, berganti-ganti partner seks akan meningkatkan risiko penularan penyakit kelamin, termasuk virus HPV. Cervicsl cancer juga dapat disebabkan karena memiliki banyak anak (lebih dari 5 orang) yang mana saat dilahirkan, janin akan melewati serviks dan menimbulkan trauma pada serviks.
Infeksi Human Pappiloma Virus (HPV) atau perubahan prekanker pada serviks biasanya tidak menimbulkan gejala dan perubahan ini tidak terdeteksi kecuali jika wanita tersebut menjalani pemeriksaan panggul dan Pap smear. Gejala biasanya baru muncul ketika sel serviks yang abnormal berubah menjadi keganasan dan menyusup ke jaringan di sekitarnya. Pada saat ini akan timbul gejala seperti perdarahan vagina yang abnormal (terutama diantara 2 menstruasi, setelah melakukan hubungan seksual dan setelah menopause), menstruasi abnormal (lebih lama dan lebih banyak) serta keputihan yang menetap, dengan cairan yang encer, berwarna pink, coklat, mengandung darah atau hitam serta berbau busuk. Adapun gejala dari kanker serviks stadium lanjut yaitu nafsu makan berkurang, penurunan berat badan, kelelahan, nyeri panggul, punggung atau tungkai, keluarnya air kemih atau tinja dari vagina ataupun patah tulang (fraktur). Sedangkan gejala kanker serviks stadium akhir adalah munculnya rasa sakit dan perdarahan saat berhubungan intim (contact bleeding), keputihan yang berlebihan, perdarahan di luar siklus menstruasi, penurunan berat badan drastis. Dan apabila kanker sudah menyebar ke panggul, maka pasien akan menderita keluhan nyeri punggung juga hambatan dalam berkemih, serta pembesaran ginjal.
Pengobatan kanker serviks dapat dilakukan dengan pembedahan. Kebanyakan penderita akan menjalani Histerektomi (pengangkatan rahim). Kedua tuba falopi dan ovarium juga diangkat (salpingo-ooforektomi bilateral) karena sel-sel tumor bisa menyebar ke ovarium dan sel-sel kanker dorman (tidak aktif) yang mungkin tertinggal kemungkinan akan terangsang oleh estrogen yang dihasilkan oleh ovarium. Jika ditemukan sel-sel kanker di dalam kelenjar getah bening di sekitar tumor, maka kelenjar getah bening tersebut juga diangkat. Jika sel kanker telah ditemukan di dalam kelenjar getah bening, maka kemungkinan kanker telah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Jika sel kanker belum menyebar ke luar endometrium (lapisan rahim), maka penderita tidak perlu menjalani pengobatan lainnya. Setelah melakukan histerektomi maka pengobatan dapat dilanjutkan dengan terapi penyinaran (radiasi). Dalam terapi ini digunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel kanker. Terapi penyinaran merupakan terapi lokal, hanya menyerang sel-sel kanker di daerah yang disinari. Pada stadium I, II atau III dilakukan terapi penyinaran dan pembedahan. Selain setelah pembedahan (untuk membunuh sel-sel kanker yang tersisa), terapi ini juga dapat dilakukan sebelum pembedahan (untuk memperkecil ukuran tumor). Ada 2 jenis terapi penyinaran yang digunakan untuk mengobati kanker rahim yaitu radiasi eksternal dan radiasi internal. Radiasi eksternal menggunakan sebuah mesin radiasi yang besar untuk mengarahkan sinar ke daerah tumor. Penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5 kali seminggu selama beberapa minggu dan penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit. Pada radiasi eksternal tidak ada zat radioaktif yang dimasukkan ke dalam tubuh. Sedangkan radiasi internal menggunakan sebuah selang kecil yang mengandung suatu zat radioaktif, yang dimasukkan melalui vagina dan dibiarkan selama beberapa hari. Selama menjalani radiasi internal, penderita dirawat di rumah sakit. Selain pengobatan dengan histerektomi dapat pula dilakukan dengan kemoterapi. Pada terapi hormonal digunakan zat yang mampu mencegah sampainya hormon ke sel kanker dan mencegah pemakaian hormon oleh sel kanker. Hormon bisa menempel pada reseptor hormon dan menyebabkan perubahan di dalam jaringan rahim. Sebelum dilakukan terapi hormon, penderita menjalani tes reseptor hormon. Jika jaringan memiliki reseptor, maka kemungkinan besar penderita akan memberikan respon terhadap terapi hormonal. Terapi hormonal merupakan terapi sistemik karena bisa mempengaruhi sel-sel di seluruh tubuh. Pada terapi hormonal biasanya digunakan pil progesteron. Terapi hormonal dilakukan pada penderita kanker rahim yang tidak mungkin menjalani pembedahan ataupun terapi penyinaran, penderita yang kankernya telah menyebar ke paru-paru atau organ tubuh lainnya ataupun penderita penderita yang kanker rahimnya kembali kambuh. Jika kanker telah menyebar atau tidak memberikan respon terhadap terapi hormonal, maka diberikan obat kemoterapi lain, yaitu siklofosfamid, doksorubisin dan sisplastin. Namun berbagai pengobatan kenker serviks tersebut memiliki efek samping karena menyebabkan kerusakan pada sel dan jaringan yang sehat dan menimbulkan beberapa efek samping yang tidak diharapkan. Efek samping tersebut tergantung kepada berbagai faktor, diantaranya jenis dan luasnya pengobatan. Setelah menjalani histerektomi, penderita biasanya mengalami nyeri dan merasa sangat lelah. Kebanyakan penderita akan kembali menjalani aktivitasnya yang normal dalam waktu 4-8 minggu setelah pembedahan. Beberapa penderita mengalami mual dan muntah serta gangguan berkemih dan buang air besar. Wanita yang telah menjalani histerektomi tidak akan mengalami menstruasi dan tidak dapat hamil lagi. Jika ovarium juga diangkat, maka penderita juga mengalami menopause. Hot flashes dan gejala menopause lainnya akibat histerektomi biasanya lebih berat dibandingkan dengan gejala yang timbul karena menopause alami. Pada beberapa penderita, histerektomi bisa mempengaruhi hubungan seksual. Penderita merasakan kehilangan sehingga mengalami kesulitan dalam melakukan hubungan seksual. Sedangkan efek samping dari terapi penyinaran sangat tergantung kepada dosis dan bagian tubuh yang disinari. Biasanya kulit menjadi kering dan merah, rambut di daerah yang disinari mengalami kerontokan, nafsu makan berkurang dan kelelahan yang luar biasa. Beberapa penderita merasakan gatal-gatal, kekeringan dan perih pada vaginanya. Penyinaran juga menyebabkan diare atau sering berkemih. ssRadiasi juga bisa menyebabkan terjadinya penurunan jumlah sel darah putih. Wanita yang mengkonsumsi progesteron bisa mengalami peningkatan nafsu makan, penimbunan cairan dan penambahan berat badan. Jika masih mengalami menstruasi, maka siklusnya bisa mengalami perubahan.
Virus HPV (Human Papiloma Virus) ditemukan oleh Harald zur Hausen dari Jerman. Dengan prestasinya menemukan mekanisme reproduksi virus HPV mengantarkan peneliti ini meraih satu dari tiga penghargaan Nobel bidang Kedokteran tahun 2008. Dua pakar lainnya penerima penghargaan yang sama saat itu adalah Francoise Barre-Sinoussi dan Luc Montagnier dari Prancis adalah penemu mekanisme virus HIV (human immunodeficiency virus). Sebagian besar orang sudah tidak asing lagi dengan virus HIV yang menjadi biang keladi penyakit AIDS. Tidak demikian halnya dengan HPV, virus penyebab kanker leher rahim ini masih tidak familiar di telinga banyak orang. Harald zur Hausen, pria kelahiran 11 Maret 1936 di Gelsenkirchen, Jerman. Saat ini menjadi profesor emeritus dan mantan Chairman and Scientific Director, German Cancer Research Center di Heidelberg, Jerman. Peneliti berusia 71 tahun bekerja selama puluhan tahun untuk meneliti penyebab kanker leher rahim. Jenis penyakit kanker ini adalah paling sering terjadi di negara berkembang dan jenis kedua yang paling sering diderita wanita di seluruh dunia. Sekitar setengah juta kasus baru didiagnosa setiap tahun. Zur Hausen meneliti virus jenis papilloma pada manusia, (HPV) dan mengidentifikasi dua jenis utama yang ditemukan di banyak kasus kanker leher rahim. Temuannya mendorong pengembangan vaksin-vaksin yang dapat melindungi wanita muda agar tidak mendapat kanker rahim. Penelitiannya itu berlawanan dengan dugaan pada saat itu namun kemudian terbukti menjadi sebuah terobosan. Sebagaimana diberitakan ANTARA dan BBC, Harold zur Hausen berhasil melawan dogma bahwa human papilloma virus (HPV) adalah penyebab kanker leher rahim, jenis kanker kedua yang paling sering ditemukan pada perempuan. Hausen berpandangan, HPV-DNA seharusnya dideteksi dengan pencarian secara spesifik karena merupakan virus yang heterogen. Hanya beberapa tipe HPV yang menyebabkan kanker. Hausen bekerja keras membuktikan pandangannya tersebut dengan lebih dari 10 tahun meneliti berbagai tipe HPV. Dia menemukan tipe HPV 16 yang menyebabkan tumor pada tahun 1983 dan setahun kemudian mengklon HPV 16 dan 18 dari pasien yang terkena kanker. HPV tipe 16 dan 18 secara konsisten ditemukan pada sekitar 70 persen biopsi kanker rahim di seluruh dunia. Penemuan Hausen memberi landasan kepada karakterisasi sejarah alami infeksi HPV. Penemuan itu juga membuka pemahaman kepada kanker yang disebabkan HPV. Saat ini, HPV sudah dapat dideteksi dengan pap smear sederhana dan telah ada vaksin HPV. Perhatian masyarakat global terhadap HPV sangat besar. Terlebih lagi infeksi HPV ini dengan mudah terjadi melalui hubungan seksual. Virus tersebut juga terdeteksi di 99,7 persen perempuan yang mempunyai sejarah kanker rahim dan berefek kepada 500.000 perempuan per tahun. Vaksin juga telah dikembangkan dengan perlindungan di atas 95 persen terhadap risiko HPV 16 dan 18. Berkat vaksin tersebut, risiko kanker leher rahim berkurang.
Meski menempati peringkat tertinggi di antara berbagai jenis penyakit kanker yang menyebabkan kematian, kanker serviks merupakan salah satu jenis kanker yang telah diketahui penyebabnya. Karena itu, upaya pencegahannya pun sangat mungkin dilakukan. Pencegahannya dapat dilakukan dengan cara tidak berhubungan intim dengan pasangan yang berganti-ganti, rajin melakukan pap smear setiap dua tahun sekali bagi yang sudah aktif secara seksual dan yang paling penting adalah memelihara kesehatan tubuh. Selain itu dapat pula melakukan vaksinasi HPV bagi yang belum pernah melakukan kontak secara seksual untuk mencegah terserang kanker ini. Vaksinasi HPV ini telah diujikan pada ribuan perempuan di seluruh dunia. Hasilnya tidak menunjukkan adanya efek samping yang berbahaya. Efek samping yang paling sering dikeluhkan adalah demam dan kemerahan, nyeri serta bengkak di tempat suntikan. Efek samping yang sering ditemui lainnya adalah berdarah dan gatal di tempat suntikan. Vaksin ini sendiri tidak dianjurkan untuk perempuan hamil. Namun, ibu menyusui boleh menerima vaksin ini.
Infeksi Human Pappiloma Virus (HPV) atau perubahan prekanker pada serviks biasanya tidak menimbulkan gejala dan perubahan ini tidak terdeteksi kecuali jika wanita tersebut menjalani pemeriksaan panggul dan Pap smear. Gejala biasanya baru muncul ketika sel serviks yang abnormal berubah menjadi keganasan dan menyusup ke jaringan di sekitarnya. Pada saat ini akan timbul gejala seperti perdarahan vagina yang abnormal (terutama diantara 2 menstruasi, setelah melakukan hubungan seksual dan setelah menopause), menstruasi abnormal (lebih lama dan lebih banyak) serta keputihan yang menetap, dengan cairan yang encer, berwarna pink, coklat, mengandung darah atau hitam serta berbau busuk. Adapun gejala dari kanker serviks stadium lanjut yaitu nafsu makan berkurang, penurunan berat badan, kelelahan, nyeri panggul, punggung atau tungkai, keluarnya air kemih atau tinja dari vagina ataupun patah tulang (fraktur). Sedangkan gejala kanker serviks stadium akhir adalah munculnya rasa sakit dan perdarahan saat berhubungan intim (contact bleeding), keputihan yang berlebihan, perdarahan di luar siklus menstruasi, penurunan berat badan drastis. Dan apabila kanker sudah menyebar ke panggul, maka pasien akan menderita keluhan nyeri punggung juga hambatan dalam berkemih, serta pembesaran ginjal.
Pengobatan kanker serviks dapat dilakukan dengan pembedahan. Kebanyakan penderita akan menjalani Histerektomi (pengangkatan rahim). Kedua tuba falopi dan ovarium juga diangkat (salpingo-ooforektomi bilateral) karena sel-sel tumor bisa menyebar ke ovarium dan sel-sel kanker dorman (tidak aktif) yang mungkin tertinggal kemungkinan akan terangsang oleh estrogen yang dihasilkan oleh ovarium. Jika ditemukan sel-sel kanker di dalam kelenjar getah bening di sekitar tumor, maka kelenjar getah bening tersebut juga diangkat. Jika sel kanker telah ditemukan di dalam kelenjar getah bening, maka kemungkinan kanker telah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Jika sel kanker belum menyebar ke luar endometrium (lapisan rahim), maka penderita tidak perlu menjalani pengobatan lainnya. Setelah melakukan histerektomi maka pengobatan dapat dilanjutkan dengan terapi penyinaran (radiasi). Dalam terapi ini digunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel kanker. Terapi penyinaran merupakan terapi lokal, hanya menyerang sel-sel kanker di daerah yang disinari. Pada stadium I, II atau III dilakukan terapi penyinaran dan pembedahan. Selain setelah pembedahan (untuk membunuh sel-sel kanker yang tersisa), terapi ini juga dapat dilakukan sebelum pembedahan (untuk memperkecil ukuran tumor). Ada 2 jenis terapi penyinaran yang digunakan untuk mengobati kanker rahim yaitu radiasi eksternal dan radiasi internal. Radiasi eksternal menggunakan sebuah mesin radiasi yang besar untuk mengarahkan sinar ke daerah tumor. Penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5 kali seminggu selama beberapa minggu dan penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit. Pada radiasi eksternal tidak ada zat radioaktif yang dimasukkan ke dalam tubuh. Sedangkan radiasi internal menggunakan sebuah selang kecil yang mengandung suatu zat radioaktif, yang dimasukkan melalui vagina dan dibiarkan selama beberapa hari. Selama menjalani radiasi internal, penderita dirawat di rumah sakit. Selain pengobatan dengan histerektomi dapat pula dilakukan dengan kemoterapi. Pada terapi hormonal digunakan zat yang mampu mencegah sampainya hormon ke sel kanker dan mencegah pemakaian hormon oleh sel kanker. Hormon bisa menempel pada reseptor hormon dan menyebabkan perubahan di dalam jaringan rahim. Sebelum dilakukan terapi hormon, penderita menjalani tes reseptor hormon. Jika jaringan memiliki reseptor, maka kemungkinan besar penderita akan memberikan respon terhadap terapi hormonal. Terapi hormonal merupakan terapi sistemik karena bisa mempengaruhi sel-sel di seluruh tubuh. Pada terapi hormonal biasanya digunakan pil progesteron. Terapi hormonal dilakukan pada penderita kanker rahim yang tidak mungkin menjalani pembedahan ataupun terapi penyinaran, penderita yang kankernya telah menyebar ke paru-paru atau organ tubuh lainnya ataupun penderita penderita yang kanker rahimnya kembali kambuh. Jika kanker telah menyebar atau tidak memberikan respon terhadap terapi hormonal, maka diberikan obat kemoterapi lain, yaitu siklofosfamid, doksorubisin dan sisplastin. Namun berbagai pengobatan kenker serviks tersebut memiliki efek samping karena menyebabkan kerusakan pada sel dan jaringan yang sehat dan menimbulkan beberapa efek samping yang tidak diharapkan. Efek samping tersebut tergantung kepada berbagai faktor, diantaranya jenis dan luasnya pengobatan. Setelah menjalani histerektomi, penderita biasanya mengalami nyeri dan merasa sangat lelah. Kebanyakan penderita akan kembali menjalani aktivitasnya yang normal dalam waktu 4-8 minggu setelah pembedahan. Beberapa penderita mengalami mual dan muntah serta gangguan berkemih dan buang air besar. Wanita yang telah menjalani histerektomi tidak akan mengalami menstruasi dan tidak dapat hamil lagi. Jika ovarium juga diangkat, maka penderita juga mengalami menopause. Hot flashes dan gejala menopause lainnya akibat histerektomi biasanya lebih berat dibandingkan dengan gejala yang timbul karena menopause alami. Pada beberapa penderita, histerektomi bisa mempengaruhi hubungan seksual. Penderita merasakan kehilangan sehingga mengalami kesulitan dalam melakukan hubungan seksual. Sedangkan efek samping dari terapi penyinaran sangat tergantung kepada dosis dan bagian tubuh yang disinari. Biasanya kulit menjadi kering dan merah, rambut di daerah yang disinari mengalami kerontokan, nafsu makan berkurang dan kelelahan yang luar biasa. Beberapa penderita merasakan gatal-gatal, kekeringan dan perih pada vaginanya. Penyinaran juga menyebabkan diare atau sering berkemih. ssRadiasi juga bisa menyebabkan terjadinya penurunan jumlah sel darah putih. Wanita yang mengkonsumsi progesteron bisa mengalami peningkatan nafsu makan, penimbunan cairan dan penambahan berat badan. Jika masih mengalami menstruasi, maka siklusnya bisa mengalami perubahan.
Virus HPV (Human Papiloma Virus) ditemukan oleh Harald zur Hausen dari Jerman. Dengan prestasinya menemukan mekanisme reproduksi virus HPV mengantarkan peneliti ini meraih satu dari tiga penghargaan Nobel bidang Kedokteran tahun 2008. Dua pakar lainnya penerima penghargaan yang sama saat itu adalah Francoise Barre-Sinoussi dan Luc Montagnier dari Prancis adalah penemu mekanisme virus HIV (human immunodeficiency virus). Sebagian besar orang sudah tidak asing lagi dengan virus HIV yang menjadi biang keladi penyakit AIDS. Tidak demikian halnya dengan HPV, virus penyebab kanker leher rahim ini masih tidak familiar di telinga banyak orang. Harald zur Hausen, pria kelahiran 11 Maret 1936 di Gelsenkirchen, Jerman. Saat ini menjadi profesor emeritus dan mantan Chairman and Scientific Director, German Cancer Research Center di Heidelberg, Jerman. Peneliti berusia 71 tahun bekerja selama puluhan tahun untuk meneliti penyebab kanker leher rahim. Jenis penyakit kanker ini adalah paling sering terjadi di negara berkembang dan jenis kedua yang paling sering diderita wanita di seluruh dunia. Sekitar setengah juta kasus baru didiagnosa setiap tahun. Zur Hausen meneliti virus jenis papilloma pada manusia, (HPV) dan mengidentifikasi dua jenis utama yang ditemukan di banyak kasus kanker leher rahim. Temuannya mendorong pengembangan vaksin-vaksin yang dapat melindungi wanita muda agar tidak mendapat kanker rahim. Penelitiannya itu berlawanan dengan dugaan pada saat itu namun kemudian terbukti menjadi sebuah terobosan. Sebagaimana diberitakan ANTARA dan BBC, Harold zur Hausen berhasil melawan dogma bahwa human papilloma virus (HPV) adalah penyebab kanker leher rahim, jenis kanker kedua yang paling sering ditemukan pada perempuan. Hausen berpandangan, HPV-DNA seharusnya dideteksi dengan pencarian secara spesifik karena merupakan virus yang heterogen. Hanya beberapa tipe HPV yang menyebabkan kanker. Hausen bekerja keras membuktikan pandangannya tersebut dengan lebih dari 10 tahun meneliti berbagai tipe HPV. Dia menemukan tipe HPV 16 yang menyebabkan tumor pada tahun 1983 dan setahun kemudian mengklon HPV 16 dan 18 dari pasien yang terkena kanker. HPV tipe 16 dan 18 secara konsisten ditemukan pada sekitar 70 persen biopsi kanker rahim di seluruh dunia. Penemuan Hausen memberi landasan kepada karakterisasi sejarah alami infeksi HPV. Penemuan itu juga membuka pemahaman kepada kanker yang disebabkan HPV. Saat ini, HPV sudah dapat dideteksi dengan pap smear sederhana dan telah ada vaksin HPV. Perhatian masyarakat global terhadap HPV sangat besar. Terlebih lagi infeksi HPV ini dengan mudah terjadi melalui hubungan seksual. Virus tersebut juga terdeteksi di 99,7 persen perempuan yang mempunyai sejarah kanker rahim dan berefek kepada 500.000 perempuan per tahun. Vaksin juga telah dikembangkan dengan perlindungan di atas 95 persen terhadap risiko HPV 16 dan 18. Berkat vaksin tersebut, risiko kanker leher rahim berkurang.
Meski menempati peringkat tertinggi di antara berbagai jenis penyakit kanker yang menyebabkan kematian, kanker serviks merupakan salah satu jenis kanker yang telah diketahui penyebabnya. Karena itu, upaya pencegahannya pun sangat mungkin dilakukan. Pencegahannya dapat dilakukan dengan cara tidak berhubungan intim dengan pasangan yang berganti-ganti, rajin melakukan pap smear setiap dua tahun sekali bagi yang sudah aktif secara seksual dan yang paling penting adalah memelihara kesehatan tubuh. Selain itu dapat pula melakukan vaksinasi HPV bagi yang belum pernah melakukan kontak secara seksual untuk mencegah terserang kanker ini. Vaksinasi HPV ini telah diujikan pada ribuan perempuan di seluruh dunia. Hasilnya tidak menunjukkan adanya efek samping yang berbahaya. Efek samping yang paling sering dikeluhkan adalah demam dan kemerahan, nyeri serta bengkak di tempat suntikan. Efek samping yang sering ditemui lainnya adalah berdarah dan gatal di tempat suntikan. Vaksin ini sendiri tidak dianjurkan untuk perempuan hamil. Namun, ibu menyusui boleh menerima vaksin ini.
No comments:
Post a Comment