Saya
Ramdani. Saya salah satu Mahasiswi Universitas Hasanuddin prodi
Kesehatan Masyarakat. Saya angkatan 2011 dan saat saya manulis ini saya
masih menjalani akhir smester dua. kali ini saya akan bercerita tentang
pengalaman tentang salah satu mata kuliah umum yaitu kimia dasar.
Pertemuan
pertama dengan dosen kimia tersebut membuat kesan baik untuk saya.
Mungkin karena pelajaran diawal pertemuan itu tidak begitu rumit. Hari
itu saya lumayan optimis mengingat saya cukup rajin mengerjakan tugas
dan disiplin, mungkin cuman itu kelebihan saya. Namun setelah pertemuan
kedua dan selanjutnya saya mulai mengkhawatirkan nilai kimia saya
diujian akhir. Dosen kami tidak seramah dosen biologi dan fisika kami
semester lalu. Saya sudah mendunga dosen ini akan menjadi masalah
dikemudian hari. Benar saja dugaan saya, semua bermula dari pengumuman
nilai dan remedial tanggal 23 Mei 2012 lalu. Saya sadar kalau nilai kuis
dan mid saya benar-benar menyedihkan, tapi saya yakin final saya
memuaskan meskipun tidak semuanya saya kerjakan sendiri. Memang saya
tidak aktif di kelas, tapi kehadiran, buku cetak dan modul saya lengkap.
Apa salahnya saya berharap untuk tidak remedial ? Saya bukan mereka
yang hanya datang memajang muka sekali-kali bahkan dalam waktu yang
benar-benar sesingkat-singkatnya. Tapi , harapan berbanding lurus dengan
kekecewaan. Dosen MKU tidak adil, tapi Tuhan maha adil loh. Saya
berusaha meredam ketidak adilan itu. Pagi itu, setelah menerima hasil
akumulasi nilai saya yang mengecewakan, saya sempat membuka buku dan
belajar. Sayangnya yang saya pelajari dalam kurun waktu beberapa menit
itu tidak muncul sedikit pun pada soal remedial. Tentu saya tidak ingin
gagal dalam kesempatan terakhir ini. Saya meminta bantuan kepada mereka
yang sudah lega dan bersantai diluar ruangan remedial. Saya mengirim
pesan singkat yang berisi 2 nomer soal remedial kami yang malang kepada
Shella yang lumayan pintar. Setelah lama menunggu balasan dari Shella,
tiba-tiba Nina masuk dengan terburu-buru dan ngos-ngosan. "ini bu,
jawaban dari luar", kata Nina setelah menghampiri sang dosen. Sang dosen
terlihat bingung dan bertanya "apa ini ?". "Ini jawaban dari Shella bu,
katanya untuk yang didalam", jelas Nina. Perasaan saya mulai tidak enak
mendengar kalimat tersebut. dengan wajah yang masih terlihat
ngos-ngosan dan bingung, Nina menoleh keluar ruangan dan mendapati
teman-teman kami diluar ruangan yang tidak remedial mengatakan bahwa
"jawaban itu bukan untuk dikumpul ke dosen, tapi untuk bantu teman-teman
yang remedial di dalam ruangan". Bahasa tubuh mereka panik luar biasa.
Suasana dalam ruangan remedial pun tidak kalah paniknya. Sayangnya
semuanya terlambat. Ketika Nina berniat mengammbil lembar jawaban yang
salah alamat tersebut, sang dosen emosi yang meluap-luap seperti lumpur
lapindo segera merobek lembar jawaban yang saat itu merupakan penolong
kami satu-satunya. Kami terpaku. Percaya atau tidak, ketegangan yang
kami rasakan saat itu sama dengan tegangnya senior-senior kami yang
ingin ujian skripsi. Bahkan dapat dikatakan ini tragedi sukhoi dalam
lingkup yang lebih kecil, lingkup kesmas C. Tragedi kimia mungkin
kata yang pas untuk menyimpulkan kejadian pagi itu. Sebenarnya kejadian
ini dapat dikategorikan sebagai salah satu kejadian lucu dalam catatan
kemabaan kami. Tapi karena kejadian tersebut disangkutpautkan dengan
penilaian, tentu tidak matching rasanya untuk tertawa dengan ancaman
nilai eror. Semua menjadi serba menggemaskan pagi itu. Saya dan
teman-teman yang mengikuti remedial mengorbankan waktu kami karena dosen
kami benar-benar terbakar emosi. Tidak hanya itu, dua teman saya
dibayang-bayangi nilai eror karena saya. Mengertikan bagaimana merasa
bersalahnya saya ? mulai pagi itu, hari-hari saya dipenuhi kata seandainya.
“seandainya
belajar baek-baek ka dulu, mungkin bagus ji kuis dengan mid ku.
Seandainya bagus ji kuis dengan mid ku, mungkin ndag remed jeka.
seandainya ndag remed ka, ndag begini jadinya”
Atau
“seandainya belajar ka pas malam sebelum remed, mungkin bisa jeka jawab soal remed. Ndag begini jadinya”
Penyesalan
muncul belakangan. Sampai saat saya menulis ini, ketegangan tragedi
kimia tersebut sudah mulai memudar. Saya mulai berfikir positif.
Sepertinya dosen kami tersebut hanya mengancam. Semoga saja. Saya pun
mulai memaafkan diri saya. Saya sadar kalau saya tidak sepenuhnya salah.
Ini takdir sekaligus cara tuhan menegur kami. Seharusnya saya belajar
untuk berlaku jujur saat ujian. Sulit sekali rasanya. Disisi lain Tuhan
menegur teman saya untuk belajar mengatur waktu dan menghilangkan
kebiasaan terlambatnya. Dan mungkin juga Tuhan menegur teman saya yang
lain untuk tidak lagi membantu Ramdani dalam ujian, hehe. Ketakutan saya
hari itu saya akhiri dengan sebuah janji pada Tuhan, semoga semuanya
happy ending. Amin. Saya mengakhiri cerita ini dengan ucapan maav pada
teman-teman yang sudah saya rugikan :)
soundtrack saat membuat postingan ini adalah sebagai berikut :
“sari umrahum, mar marke jilie
ekhpalto abhumen, jinedo jinedo
sari umrahum, mar marke jilie
ekhpalto abhumen, jinedo jinedo
give me some sun shine
give me some rain
give me another change
I wanna grow up one again
Pacpanto gaya, javani hi gai
ekhpalto abhumen, jinedo jinedo
Pacpanto gaya, javani hi gai
ekhpalto abhumen, jinedo jinedo
give me some sun shine
give me some rain
give me another change
I wanna grow up one again
give me some sun shine
give me some rain
give me another change
I wanna grow up one again”
No comments:
Post a Comment