Sunday, August 26, 2012

takbiran


“Allahu akbar Allahu akbar Allahu akbar, laailaa ha illallaah hu Allahhu akbar, Allahu akbar walillaa ilhaam…”
Gema takbir mulai berkumandang semenjak ba’da magrib tadi sampai sekarang. Rasa haru, syukur dan sedih bercampur menjadi satu. Rasa haru serta syukur karena saya dan keluarga masih diberi kesempatan bahkan nikmat kesehatan diakhir ramadhan ini.Sedikit rasa sedih juga terpatri melalui tetes demi tetes air yang tumpah perlahan diekor mata saya, dimata mama saya juga. Salah satu kesamaan kami memang selalu menyembunyikan rasa sedih yang kami rasakan. Yang membedakan adalah mama selalu ketahuan ketika menangis dan dengan polosnya ayu mengejek “ih mama menangis”. Beruntung tidak ada yang menyaksikan rasa sedih yang saya rasakan sekrang, selain laptop ini tentunya. Laptop ini selalu menjadi jalan terakhir saya diwaktu sedih seperti sekarang. Memang laptop ini tidak hidup, tidak begitu menghibur dan bahkan tidak cukup untuk sekedar menenangkan saya sekarang. Tapi paling tidak dengan laptop ini saya bisa berbagi sedikit cerita tanpa harus malu karna rasa kasihan orang-orang ataupun takut ditertawakan. Cukup berbeda dengan mama saya yang berbagi cerita dengan semua orang, meski terkadang terdengar seperti keluhan atau rasa marah. Semua orang yang berkomunikasi dengannya dan menyinggung sedikit saja masalah ekonomi, pasti mama saya langsung curhat. Tidak peduli orang itu suaminya, anaknya, tantenya, supirnya, anak tetangga dll. Berbeda denagn saya dan mama, papa dan ayu masih terlihat santai-santai saja. Sekarang ayu masih bisa duduk santai depan rumah dan bernyanyi sealbum lagu koboi junior. Seandainya ayu lebih tua lima atau enam tahun lagi, pasti dia mengerti bagaimana keadaan kami sekarang. Dan seandainya saja saya seumuran ayu, saya tidak perlu sesedih ini sekarang. Lain lagi dengan papa yang raut wajahnya benar-benar flat sekarang. Saya tau dibalik wajah flat itu tersembunyi rasa sedih dan takut yang jauh lebih besar dari yang saya dan mama rasakan.Papa hanya sok terlihat tenang sekarang. Faktanya memang seperti itu, saya sudah melakukan penelitian kilat tadi siang. Saya hanya memancing papa dengan beberapa kata dan tumpahlah semua keluh kesah, ketakutan dan rencana-rencana papa. Plan without opportunity is nothing.

Ramadhan ini benar-benar yang terberat seumur hidup saya. Puncak kehidupan kata Mario Teguh.Beberapa hari yang lalu saya hampir saja putus kuliah padahal baru memasuki smester tiga, beruntung paman saya berbaik hati membiayai saya smester ini. Alhamdulillah mulai smester depan saya sudah punya pegangan untuk uang smester saya sendiri. Meskipun lagi-lagi hanya bantuan dari beasiswa, tapi berarti sekali buat saya. Semoga saya bisa mempertahankannya, meskipun agak sulit mengingat kegiatan beasiswa tersebut yang segudang sedangkan papa saya over protektif. Selain itu saya juga sempat berfikir untuk kuliah sambil kerja, mungkin saya mampu, tapi tidak bisa karena lagi-lagi papa yang over rotektif. Tapi saya tidak menyerah sampai disitu, saya dan teman-teman berniat mencari peluang usaha, sambil kuliah tentunya. Semoga saja kami menemukan peluang usaha yang tepat dan berhasil.
Saya tidak tau persis seperti apa keadaan keluarga saya sekarang.Jumlah konsumsi dan pengeluaran belakangan ini benar-benar parah. Pertengkaran terjadi tiap hari. Everything is bad. Hal positif yang bisa saya tangkap sekarang hanyalah yang dulunya saya tidak diperbolehkan makan mi instant, tapi sekarang menjadi makanan sehari-hari saya bahkan sampai malam takbiran ini dan idul fitri besok. Meski mi instant makanan jempolan buat saya, tapi rasa sedih karena perayaan idul fitri tahun ini tanpa cookies, buras, ketupat dan berbagai hidangan ayam. Idul Fitri tahun ini jauh lebih buruk dari tahun lalu, itu dari sudut pandang ekonomi. Tapi dari sudut pandang kualitas ibadah, saya yakin ramadhan saya tahun ini lumayan lebih baik dari tahun lalu. Mungkin karena tahun lalu saya sibuk dengan embel-embel kuliah perdana sedangkan tahun ini saya libur dan berfokus pada ramadhan meski diganggu pikiran ini dan itu. Secara fisik ramadhan tahun lalu berat tapi secara rohani ramadhan tahun inilah yang berat.Puasa saya memang cukup mudah ramadhan ini. Rasa lapar dan haus yang hampir tidak saya rasakan ketika puasa, menghidupkan malam ramadhan dengan tarawih pun tanpa hambatan, meskipun sesekali saya tidak terbangun untuk tahajjudan. Tapi beban pikiran saya benar-benar berat belakangan ini. Padahal saya hanya memikirkan nol koma sekian persen dari yang mama dan papa saya pikirkan. Saya sungguh-sungguh menuliskan ini. Tulisan ini tidak mengandung bumbu-bumbu lebay. Memang ini yang saya alami sekarang. Entah ini cobaan dari Tuhan agar kami lebih dekat denganNya atau berupa hukuman dariNya. Atau memang semua ini cobaan dalam bentuk hukuman karena salah saya ?Kalau begitu, plis, hukum saya saja Tuhan, jangan biarkan keluarga saya tanggung semua kesalahan saya. Biarkan mereka tetap tenang dan senang.

No comments:

Post a Comment