Jarum
jam menunjukkan pukul 16.45. Lara baru saja usai melaksanakan shalat ashar.
Bagi Lara, shalat ashar adalah shalat tersulit dihari kuliah karena membuatnya
harus memilih untuk menunaikan shalat ashar di musollah kampus dan terjebak
macet dalam perjalanan pulang atau sebaliknya. Dan hari ini Lara memilih untuk
menghindari macet.
Dari
sebelah kamar sebelah terdengar alunan musik yang cukup menggelegar. Ica sedang
memutar music dengan volume terbesar tanpa rasa takut kena marah. Karena Ica
dan Lara hanya tinggal berdua dirumah yang cukup mewah tersebut. Ica yang dua
tahun lebih tua tentu lebih berkuasa dibandingkan Lara. Lara biasanya hanya
menegur kelakuan Ica tersebut. Namun kali ini Lara tampak menikmati alunan lagu
tersebut. Lagu dengan lirik-lirik yang mampu membuat Lara terenyuh. Lantunan
lagu signy tersebut berhasil mengantar Lara ke masa lalunya. Meskipun saat ini
Lara tidak begitu peduli dengan masa lalu tersebut, namun memori tersebut
kembali menyerangnya. Menyerangnya dengan semua ingatan tentang Ichal.
Ichal
adalah mantan kekasih Lara dibangku SMP. Meskipun mereka berpasangan,
hubungannya terlihat seperti sahabat karib. Amat sangat dekat dan tidak pernah
ada rahasia antara mereka. Sampai Lara memiliki masalah dikeluarganya dan
terlalu malu untuk berbagi cerita pada Ichal. Sayangnya Ichal tidak menyadari
hal tersebut. Ichal tidak mampu membaca bahasa tubuh Lara dan malah bersikap
makin memperburuk keadaan. Semuanya berakhir begitu saja hari itu.
“Lara,
nonton yuks Kak Lar ”, ujar Riri membuyarkan lamunan Lara. Riri adalah sepupu
Lara yang masih duduk di Kelas satu SMA.
“eh
Riri, kapan kamu datang ?”
“baru
aja, pintu gak d kunci tuh, jadi aku main masuk aja. Untung aku bukan perampok
hihi”
“masa
sih ? pasti Ica lupa ngunci pintu lagi”
“hihi,
jadi nonton gak nih ? Lagi malas jalan sendiri nih. Temenin yah Kak Lara ?”,
pinta Riri dengan muka pengharapan.
“gak
bisa nih. Lagi banyak tugas. Minta ditemenin sama Ica aja. Tuh disebelah cuman
dengerin music daritadi sore”, kata Lara sembari menyarankan.
Riri
berlalu dengan wajah cemberut menuju ke kamar Ica. Lara dan Riri memang sangat
akrab. Diluar rumah mereka malah tampak seperti sahabat, bukan sepupu.
Lara
terlihat sibuk didepan meja belajarnya ditemani dengan setumpuk buku seni
perfilman dan Laptop pink kesayangannya. Kalau sudah bertemu dengan program
editing Lara benar-benar tidak kenal lelah dan lupa waktu. Kesibukannya baru
berakhir ketika jam menunjukkan pukul 00.14 WITA. Namun Lara segera merebahkan
badan untuk tidur, melainkan menjelajah di jejaring social. Diwaktu-waktu
seperti inilah Lara sering mengupdate status yang sedikit pribadi untuk sedikit
mengurangi bebannya tanpa kekepoan teman-temannya.
“Disaat
begini, liat foto sendiri yang lagi senyum aja uda gak mampu”, kalimat yang Lara
ketik di Facebook dan membagikannya. Semenit kemudian, terlihat sebuah
pemberitahuan di akun fecebooknya. Lara terkejut. Lara terlihat seperti
seseorang yang sedang menunggu untuk dieksekusi mati. Wajahnya pucat, nafasnya
tertahan. Ahmad Fadil mengomentari status
anda. Dengan tidak sabar Lara membaca komentar tersebut. Sebuah status yang
mempertemukan teman lama. Teman lama yang beberapa hari ini mengganggu pikiran
Lara.
Ping. Fadil memulai obrolan dengan Lara.
“baru
tau lo lanjut seni, gue sih lanjut d sastra”.
“iya
nih. Lo jago ngegombal dong”, canda Lara.
“hahaha,
lo kenal dong ama temen gue. Kebetulan dia kuliah di seni juga. Namanya Eka”.
“Eka
yang cerewet itu ?”, tanya Lara dengan raut wajah yang sedikit bingung.
“yup,
betul banget lo”.
“gue
kenal, lo kenal dimana ? gebetan kamu yah ?”, tanya Lara kembali. Kali ini
dengan rasa penasaran.
“eh
bukaaaaaaan. Cuman kenal doang kok, kenal dari temen. Gue mah dari dulu jomblo
aja, nunggu yang pas soalnya”, jelas Fadil.
Mereka
ngobrol ngalor-ngidul sampai jam menunjukkan pukul 01.28 WITA. Lara merebahkan
dirinya ditempat tidur. Namun matanya belum bisa terpejam. Entah apa yang kali
ini mengganggu pikirannya. Lara hanya diam ditemani music mellow dari
handphonenya.
Bulan
berganti matahari. Ica terlihat sibuk mencari baju kesayangannya. Baju berwarna
merah dengan motif garis-garis hitam. Sedangkan Lara terlihat sibuk memuat kue.
Satu lagi hobi Lara yang sangat didukung oleh orang-orang disekitarnya, membuat
kue. Lara memang cukup ahli dibidang ini ketimbang disuruh menyelesaikan soal
matematika, fisika ataupun kimia. Yang terpenting, Lara selalu menjadikan
ketiga sahabatnya sebagai penikmat masakannya. Hal itu selalu disambut baik
oleh teman-temannya. Selain gratis, kue
buatan Lara memang enak.
“cepetan
dong, gue mau jemput temen gue juga nih”, protes Ica.
“iya,
ini juga uda selesai kok”, timpal Lara sembari bergegas meraih tas coklat dan
notebook pinknya di ruang tamu.
Lara
terlihat duduk sendiri di taman Fakultas Seni. Hari ini Lara datang kepagian
karena desakan kakaknya. Beruntung Lara membawa notebook kesayangannya jadi dia
tidak perlu takut merasa kesepian.
Ping.
Ping.
Ping.
“Hai
Lara”
“pagi-pagi
gini lo uda online aja”
“tapi
bagus deh, soalnya gue mau nanya sesuatu sama lo”, Fadil kembali memulai
obrolan dengan Lara.
Lara
mendadak penasaran dan meninggalkan halaman google. Lara melupakan tugasnya.
“iya
nih, nanya aja”, jawab Lara singkat.
“lo
mau gak jadi …”, balas Fadil tidak kalah singkatnya.
“jadi
apa ?”, tanya Lara.
“gak
jadi deh haha”
“loh
? jangan rese deh”, desak Lara.
“haha.
Gue cuman mau nanya, mau gak lo jadi cewek gue ?”
Lara
terdiam. Dia mencoba membaca kalimat tersebut berulang-ulang untuk meyakinkan
dirinya kalau dia benar-benar tidak salah baca.
“kok
lo tiba-tiba nanya gitu ?”, tanya Lara dengan rasa penasaran yang tidak kalah
besar dari sebelumnya.
“lagi
pengen aja. Tapi kalo lo gak mau, yah uda”, jawab Fadil dengan santainya.
“lo
aneh deh”, balas Lara ketus.
“aneh
gimana ? emangnya salah yah kalo cowok kaya gue nembak lo ?”, bela Fadil.
“gak
gitu maksud gue”.
“gue
cumin nyoba nembak cewek doing kok, gak usa shock gitu kali”, tambah Fadil.
Lara
kembali terdiam. Lara hendak mengetik sesuatu namun Dani menghampirinya. Dani
meminta Lara untuk menemaninya sarapan di kantin. Dani memang jarang sarapan
dirumah. Dani bernasib baik pagi itu. Bekal kue yang Lara bawa sebelumnya dari
rumah menjadi sarapan Dani. Sementara Dani menikmati kue, Lara terdiam.
Obrolannya dengan Fadil terbayang-bayang dikepalanya.
No comments:
Post a Comment