Wednesday, January 30, 2013

Lara [3]


Jarum jam menunjukkan pukul 16.45. Lara baru saja usai melaksanakan shalat ashar. Bagi Lara, shalat ashar adalah shalat tersulit dihari kuliah karena membuatnya harus memilih untuk menunaikan shalat ashar di musollah kampus dan terjebak macet dalam perjalanan pulang atau sebaliknya. Dan hari ini Lara memilih untuk menghindari macet.
Dari sebelah kamar sebelah terdengar alunan musik yang cukup menggelegar. Ica sedang memutar music dengan volume terbesar tanpa rasa takut kena marah. Karena Ica dan Lara hanya tinggal berdua dirumah yang cukup mewah tersebut. Ica yang dua tahun lebih tua tentu lebih berkuasa dibandingkan Lara. Lara biasanya hanya menegur kelakuan Ica tersebut. Namun kali ini Lara tampak menikmati alunan lagu tersebut. Lagu dengan lirik-lirik yang mampu membuat Lara terenyuh. Lantunan lagu signy tersebut berhasil mengantar Lara ke masa lalunya. Meskipun saat ini Lara tidak begitu peduli dengan masa lalu tersebut, namun memori tersebut kembali menyerangnya. Menyerangnya dengan semua ingatan tentang Ichal.
Ichal adalah mantan kekasih Lara dibangku SMP. Meskipun mereka berpasangan, hubungannya terlihat seperti sahabat karib. Amat sangat dekat dan tidak pernah ada rahasia antara mereka. Sampai Lara memiliki masalah dikeluarganya dan terlalu malu untuk berbagi cerita pada Ichal. Sayangnya Ichal tidak menyadari hal tersebut. Ichal tidak mampu membaca bahasa tubuh Lara dan malah bersikap makin memperburuk keadaan. Semuanya berakhir begitu saja hari itu.
“Lara, nonton yuks Kak Lar ”, ujar Riri membuyarkan lamunan Lara. Riri adalah sepupu Lara yang masih duduk di Kelas satu SMA.
“eh Riri, kapan kamu datang ?”
“baru aja, pintu gak d kunci tuh, jadi aku main masuk aja. Untung aku bukan perampok hihi”
“masa sih ? pasti Ica lupa ngunci pintu lagi”
“hihi, jadi nonton gak nih ? Lagi malas jalan sendiri nih. Temenin yah Kak Lara ?”, pinta Riri dengan muka pengharapan.
“gak bisa nih. Lagi banyak tugas. Minta ditemenin sama Ica aja. Tuh disebelah cuman dengerin music daritadi sore”, kata Lara sembari menyarankan.
Riri berlalu dengan wajah cemberut menuju ke kamar Ica. Lara dan Riri memang sangat akrab. Diluar rumah mereka malah tampak seperti sahabat, bukan sepupu.
Lara terlihat sibuk didepan meja belajarnya ditemani dengan setumpuk buku seni perfilman dan Laptop pink kesayangannya. Kalau sudah bertemu dengan program editing Lara benar-benar tidak kenal lelah dan lupa waktu. Kesibukannya baru berakhir ketika jam menunjukkan pukul 00.14 WITA. Namun Lara segera merebahkan badan untuk tidur, melainkan menjelajah di jejaring social. Diwaktu-waktu seperti inilah Lara sering mengupdate status yang sedikit pribadi untuk sedikit mengurangi bebannya tanpa kekepoan teman-temannya.
“Disaat begini, liat foto sendiri yang lagi senyum aja uda gak mampu”, kalimat yang Lara ketik di Facebook dan membagikannya. Semenit kemudian, terlihat sebuah pemberitahuan di akun fecebooknya. Lara terkejut. Lara terlihat seperti seseorang yang sedang menunggu untuk dieksekusi mati. Wajahnya pucat, nafasnya tertahan. Ahmad Fadil mengomentari status anda. Dengan tidak sabar Lara membaca komentar tersebut. Sebuah status yang mempertemukan teman lama. Teman lama yang beberapa hari ini mengganggu pikiran Lara.
Ping. Fadil memulai obrolan dengan Lara.
“baru tau lo lanjut seni, gue sih lanjut d sastra”.
“iya nih. Lo jago ngegombal dong”, canda Lara.
“hahaha, lo kenal dong ama temen gue. Kebetulan dia kuliah di seni juga. Namanya Eka”.
“Eka yang cerewet itu ?”, tanya Lara dengan raut wajah yang sedikit bingung.
“yup, betul banget lo”.
“gue kenal, lo kenal dimana ? gebetan kamu yah ?”, tanya Lara kembali. Kali ini dengan rasa penasaran.
“eh bukaaaaaaan. Cuman kenal doang kok, kenal dari temen. Gue mah dari dulu jomblo aja, nunggu yang pas soalnya”, jelas Fadil.
Mereka ngobrol ngalor-ngidul sampai jam menunjukkan pukul 01.28 WITA. Lara merebahkan dirinya ditempat tidur. Namun matanya belum bisa terpejam. Entah apa yang kali ini mengganggu pikirannya. Lara hanya diam ditemani music mellow dari handphonenya.
Bulan berganti matahari. Ica terlihat sibuk mencari baju kesayangannya. Baju berwarna merah dengan motif garis-garis hitam. Sedangkan Lara terlihat sibuk memuat kue. Satu lagi hobi Lara yang sangat didukung oleh orang-orang disekitarnya, membuat kue. Lara memang cukup ahli dibidang ini ketimbang disuruh menyelesaikan soal matematika, fisika ataupun kimia. Yang terpenting, Lara selalu menjadikan ketiga sahabatnya sebagai penikmat masakannya. Hal itu selalu disambut baik oleh teman-temannya.  Selain gratis, kue buatan Lara memang enak.
“cepetan dong, gue mau jemput temen gue juga nih”, protes Ica.
“iya, ini juga uda selesai kok”, timpal Lara sembari bergegas meraih tas coklat dan notebook pinknya di ruang tamu.
Lara terlihat duduk sendiri di taman Fakultas Seni. Hari ini Lara datang kepagian karena desakan kakaknya. Beruntung Lara membawa notebook kesayangannya jadi dia tidak perlu takut merasa kesepian.
Ping.
Ping.
Ping.
“Hai Lara”
“pagi-pagi gini lo uda online aja”
“tapi bagus deh, soalnya gue mau nanya sesuatu sama lo”, Fadil kembali memulai obrolan dengan Lara.
Lara mendadak penasaran dan meninggalkan halaman google. Lara melupakan tugasnya.
“iya nih, nanya aja”, jawab Lara singkat.
“lo mau gak jadi …”, balas Fadil tidak kalah singkatnya.
“jadi apa ?”, tanya Lara.
“gak jadi deh haha”
“loh ? jangan rese deh”, desak Lara.
“haha. Gue cuman mau nanya, mau gak lo jadi cewek gue ?”
Lara terdiam. Dia mencoba membaca kalimat tersebut berulang-ulang untuk meyakinkan dirinya kalau dia benar-benar tidak salah baca.
“kok lo tiba-tiba nanya gitu ?”, tanya Lara dengan rasa penasaran yang tidak kalah besar dari sebelumnya.
“lagi pengen aja. Tapi kalo lo gak mau, yah uda”, jawab Fadil dengan santainya.
“lo aneh deh”, balas Lara ketus.
“aneh gimana ? emangnya salah yah kalo cowok kaya gue nembak lo ?”, bela Fadil.
“gak gitu maksud gue”.
“gue cumin nyoba nembak cewek doing kok, gak usa shock gitu kali”, tambah Fadil.
Lara kembali terdiam. Lara hendak mengetik sesuatu namun Dani menghampirinya. Dani meminta Lara untuk menemaninya sarapan di kantin. Dani memang jarang sarapan dirumah. Dani bernasib baik pagi itu. Bekal kue yang Lara bawa sebelumnya dari rumah menjadi sarapan Dani. Sementara Dani menikmati kue, Lara terdiam. Obrolannya dengan Fadil terbayang-bayang dikepalanya.

No comments:

Post a Comment