Tuesday, May 14, 2013

Hubungan antara Tingkat Kesegaran Jasmani dan Status Gizi dengan Produktivitas Kerja


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Produktivitas kerja seorang tenaga kerja merupakan hasil nyata yang terukur, yang dapat dicapai seseorang dalam lingkungan kerja yang nyata untuk setiap satuan waktu. Produktivitas kerja tersebut dipengaruhi oleh kapasitas kerja (umur, jenis kelamin, kesegaran jasmani, status gizi, antropometri), beban kerja, dan beban tambahan akibat lingkungan yang terdiri dari beban kerja karena faktor fisik, kimia, biologis, dan sosial (Tarwaka, 2004). Status gizi bagi pekerja adalah faktor penentu produktivitas kerjanya, makanan bagi pekerjaan berat ibarat bensin untuk kendaraan beban kerja yang terlalu berat sering disertai penurunan berat badan. Status gizi merupakan salah satu factor yang menentukan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup.  Oleh karena itu program perbaikan gizi bertujuan untuk meningkatkan  mutu gizi konsumsi pangan, agar terjadi perbaikan status gizi masyarakat (Blazos, et al.,2007). Peningkatan status gizi diarahkan pada peningkatan intelektualitas, produktivitas kerja, prestasi belajar, dan prestasi olahraga serta penurunan angka gizi salah (Hariadi, 2001).

Kesegaran jasmani sangat diperlukan oleh semua orang baik dari anak-anak sampai usia lanjut dan semua profesi tanpa terkecuali dengan kesegaram jasmani yang baik tubuh akan terhindar dari berbagai macam penyakit (Lacquaniti et al., 2009). Untuk dapat melaksanakan pekerjaannya, seorang tenaga kerja tidak hanya memerlukan makan yang sehat dan bergizi dengan nilai kalori yang cukup sesuai dengan jenis pekerjaan mereka, tetapi juga membutuhkan kesegaran jasmani yang baik pula (Gubata et al., 2006). Meskipun secara fisik tenaga kerja dalam keadaan sehat dengan asupan gizi yang cukup, tetapi apabila tidak segar maka tenaga kerja tersebut dalam melakukan pekerjaanya akan cepat menjadi lelah. Pekerja yang sehat, segar, dan bugar dapat meningkatkan eksiensi dan produkti! Tas perusahaan (Häkkinen et al., 2009). Mengingat kondisi masing-masing perusahaan berbeda, maka sebaiknya kegiatan kesegaran jasmani disesuaikan dengan kondisi masing-masing perusahan (Budiono, 2003).
Dari hasil wawancara pada tanggal 29 September 2007 pada kepala afdeling Plantukan/Blabak diketahui juga para pekerja penyadap karet tidak pernah diberikan kegiatan yang dapat meningkatkan kesegran jasmani seperti senam, sedangkan untuk masalah kebutuhan gizi kerja pihak persahaan tidak memberikan asupan berupa makanan tambahan di sela-sela waktu bekerja, namun digantikan dalam bentuk uang yang dibayarkan per bulan, padahal bekerja berat tanpa asupan makanan yang cukup akan mempengaruhi berat badan yang akan berpengaruh langsung pada keadaan status gizi pekerja (Moehji, 2003). Sedangkan kegiatan kesegaran jasmani seperti senam bila dilakukan secara rutin dapat meningkatkan derajat kesehatan yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas kerja pekerja (Depkes RI, 2001).
Latar belakang di atas menjadi alasan ditelitinya hubungan antara kesegaran jasmani dan status gizi dengan produktivitas kerja pekerja penyadap karet di Unit Plantukan/Blabak PT. Perkebunan Nusantara IX Boja Kabupaten Kendal. Hasil diharapkan meningkatkan produktivitas kerja melalui peningkatan antara kesegaran jasmani dan status gizi pekerja.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pokok permasalahannya adalah:
1.      Bagaimana kesegaran jasmani, status gizi dan produktivitas pekerja penyadap karet di unit Plantukan/ Blabak PT. Perkebunan Nusantara IX Boja Kabupaten Kendal ?
2.      Apakah ada hubungan antara kesegaran jasmani dan gizi pekerja dengan produktivitas kerja pekerja penyadap karet di unit Plantukan/Blabak PT. Perkebunan Nusantara IX Boja Kabupaten Kendal ?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui kesegaran jasmani dan status gizi pekerja penyadap karet di unit Plantukan/ Blabak PT. Perkebunan Nusantara IX Boja Kabupaten Kendal.
2.      Mengetahui hubungan antara kesegaran jasmani dan gizi pekerja dengan produktivitas kerja pekerja penyadap karet di unit Plantukan/Blabak PT. Perkebunan Nusantara IX Boja Kabupaten Kendal.
D.    Manfaat Penulisan
1.      Diharapkan dapat dijadikan salah satu pemenuhan tugas individu pada mata kuliah Epidemiologi Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
2.      Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan bacaan tentang Epidemiologi Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Kesegaran Jasmani
1.      Definisi Kesegaran Jasmani
Mengenai definisi kesegaran jasmani ada beberapa ahli memberikan pengertian sebagai berikut :   Kesegaran jasmani merupakan kemampuan seseorang untuk melaksanakan tugas sehari-hari dengan kesungguhan dan tnggung jawab, tanpa memiliki rasa lelah dan penuh semangat untuk menikmati penggunaan waktu luang dan menghadapi kemungkinan berbagai bahaya dimasa yang akan datang (Ichsan, 1988).
Sadoso Sumosardjuno (1989 : 9) mendefinisikan Kesegaran Jasmani adalah kemampuan seseorang untuk menunaikan tugasnya sehari-hari dengan gampang, tanpa merasa lelah yang berlebihan, serta masih mempunyai sisa atau cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggangnya dan untuk keperluan-keperluan mendadak. dengan kata lain Kesegaran jasmani dapat pula didefinisikan sebagai  kemampuan untuk menunaikan tugas dengan baik walaupun dalam keadaan sukar, dimana orang yang kesegaran jasmaninya kurang, tidak akan dapat melakukannya. Agus Mukhlolid, M.Pd (2004 : 3) menyatakan bahwa Kesegaran Jasmani adalah kesanggupan dan kemampuan untuk melakukan kerja atau aktivitas, mempertinggi daya kerja dengan tanpa mengalami kelelahan yang berarti atau berlebihan.
Sumosardjuno dan Giri Widjojo menyatakan kesegaran jasmani adalah kemampuan tubuh untuk menyesuaikan fungsi alat-alat tubuh dalam batas fisiologi terhadap keadaan lingkungan atau kerja fisik secara efisien tanpa lelah berlebihan. Suratman (1975) kesegaran jasmani adalah suatu aspek fisik dari kesegaran menyeluruh (total fitness) yang memberi kesanggupan kepada seseorang untuk menjalankan hidup yang produktif dan dapat menyesuaikan pada tiap pembebanan atau stres fisik yang layak.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kesegaran jasmani adalah aspek-aspek kemampuan fisik yang menunjang kesuksesan seseorang dalam melakukan berbagai aktivitas dalam kehidupannya. Semakin tinggi tingkat Kesegaran jasmani seseorang, maka semakin besar pula kemungkinannya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dan semakin besar pula untuk menikmati kehidupan.
2.      Fungsi Kesegaran Jasmani
Kesegaran Jasmani mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan seseorang dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Kebugaran jasmani berfungsi untuk meningkatkan kemampuan kerja bagi siapapun yang memilikinya sehingga dapat melaksanakan tugas-tugasnya secara optimal untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Dari hasil seminar kebugaran jasmani nasional pertama yang dilaksanakan diJakarta pada tahun 1971 dijelaskan bahwa fungsi kebugaran jasmani adalah untuk mengembangkan kekuatan, kemampuan, dan kesanggupan daya kreasi serta daya tahan dari setiap manusia yang berguna untuk mempertinggi daya kerja dalam pembangunan dan pertahanan bangsa dan negara. Fungsi khusus dari kesegaran jasmani terbagi menjadi tiga golongan sebagai berikut:
a.       Golongan pertama yang berdasarkan pekerjaan : Misalnya kebugaran jasmani bagi olahragawan untuk meningkatkan prestasi, kebugaran jasmani bagi karyawan untuk meningkatkan produktivitas kerja, dan kebugaran jasmani bagi pelajar untuk mempertinggi kemampuan belajar.
b.      Golongan kedua berdasarkan keadaan : Misalnya kebugaran jasmani bagi orang-orang cacat untuk rehabilitasi, dan kebugaran jasmani bagi ibu hamil untuk mempersiapkan diri menghadapi kelahiran.
c.       Golongan ketiga berdasarkan umur : Bagi anak-anak untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan, dan kebugaran jasmani bagi orang tua untuk meningkatkan daya tahan tubuh ( Agus Mukholid, M.Pd, 2004 : 3).
3.      Komponen Kesegaran Jasmani
a.       Kesegaran jasmani terdiri dari dua bagian, yaitu :Kesegaran jasmani yang berhubungan dengan kesehatan (healtah related fitness)terdiri dari : daya tahan jantung paru (cardiorespiatory), kekuatan otot, daya tahan otot, fleksibilitas, dan komposisi tubuh.
b.       Kesegaran jasmani yang berhubungan dengan keterampilan (skill related) terdiri dari : kecepatan, power, keseimbangan, kelincahan, koordinasi dan kecepatan reaksi (Mutohir dan Gusril, 2004 :72)
Menurut Sadoso Sumosardjuno (1989 : 9), mengelompokkan Kesegaran jasmani dalam 4 komponen pokok diantaranya :
a.       Ketahanan jantung dan peredaran darah (cardiovascular endurance)
b.      Kekuatan (strength)
c.       Ketahanan otot (muscular endurance)
d.      Kelenturan (flexibility)
Berdasarkan uraian di atas, dapat disarikan bahwa komponen-komponen pokok yang berkaitan dengan kesegaran jasmani, yaitu:
a.       Kesanggupan dan kemampuan (kapasitas) seseorang dalam melakukan tugas sehari-hari.
b.      Meningkatkan daya kerja terutama fungsi jantung, peredaran darah, paru dan otot.
c.       Tanpa mengalami kelelahan yang berarti, yakni : adanya pemulihan kembali.
d.      Masih memiliki cadangan energi  
e.       Secara umum membantu peningkatan kualitas hidup seseorang.
4.      Jenis dan Takaran Pelatihan Olahraga untuk Meningkatkan Kebugaran Jasmani
Adapun beberapa macam bentuk pelatihan olahraga sebagai sarana untuk pembinaan dan pemeliharaan kesegaran jasmani, yaitu antara lain : jalan, joging, bersepeda, berenang dan bentuk-bentuk pelatihan fisik lain yang penting ada penekanan pada unsur aerobik. Sedangkan mengenai takarannya, sumosarjuno (1983) dalam Wiryosaputro (1988 : 230), mengemukakan bahwa agar pelatihan fisik dapat berjalan dengan aman dan efektif, maka dibutuhkan catatan yang harus memperhatikan 3 faktor yaitu :
a.       Intensitas pelatihan : Intensitas pelatihan fisik yang dianjurkan dalam rangka meningkatkan kesegaran jasmani sebaiknya antara 60% dan 80% dari kapasitas aerobic maksimal, atau antara 72%/87% dari denyut nadi yang dianjurkan akan berdampak kurang baik terhadap kesehatan.
b.      Lamanya pelatihan : Sebaiknya pelatihan fisik yang dianjurkan adalah berlatih sampai mencapai “training zone” (sesuai dengan denyut nadi maksimal), dan berada dalam training zone selama 15-25 menit.
c.       Frekuensi latihan : Dianjurkan untuk melakukan pelatihan fisik dengan frekuensi pelatihan 3-5 kali setiap minggu yang berhubungan erat dengan intensitas dan lamanya pelatihan.
Berkaitan dengan takaran pelatihan seperti tersebut diatas Giam dan Teh (1992:17), menyatakan bahwa bagi mereka yang cukup sehat dan memiliki kebugaran yang baik, sesuai petunjuk resep FITT dapat memberikan manfaat maksimal terhadap tingkat kebugaran.  Adapun anjuran tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Frekuensi adalah 3-5 kali setiap minggu
b.      Intensitas adalah kurang lebih 60-85% dari denyut nadi maksimal.
c.       Tipe (macam pelatihan) adalah suatu macam kombinasi pelatihan aerobik dan aktifitas kalestenik (senam). Pilihan aktifitas tersebut berdasarkan selera, keadaan dan kebugaran tersedianya fasilitas yang digunakan.
d.      Time (waktu pelatihan) adalah 15-20 menit pelatihan yang bersifat aerobik yaang dilakukan terus-menerus dan didahului dengan pemanasan 5-10 menit dan diakhiri dengan pendinginan selama 5-10 menit.
B.     Status Gizi
1.      Definisi Status Gizi
Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi normal, dan gizi lebih (Almatsier, 2005). Status gizi normal merupakan suatu ukuran status gizi dimana terdapat keseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh dan energi yang dikeluarkan dari luar tubuh sesuai dengan kebutuhan individu. Energi yang masuk ke dalam tubuh dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak dan zat gizi lainnya (Nix, 2005). Status gizi normal merupakan keadaan yang sangat diinginkan oleh semua orang (Apriadji, 1986).
Status gizi kurang atau yang lebih sering disebut undernutrition merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari energy yang dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari anjuran kebutuhan individu (Wardlaw, 2007).
Status gizi lebih (overnutrition) merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh lebih besar dari jumlah energi yang dikeluarkan (Nix, 2005). Hal ini terjadi karena jumlah energi yang masuk melebihi kecukupan energi yang dianjurkan untuk seseorang, akhirnya kelebihan zat gizi disimpan dalam bentuk lemak yang dapat mengakibatkan seseorang menjadi gemuk (Apriadji, 1986).
2.      Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu populasi atau individu yang memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi lebih (Hartriyanti dan Triyanti, 2007). Penilaian status gizi terdiri dari dua jenis, yaitu :
a.       Penilaian Langsung
1)      Antropometri
Antropometri merupakan salah satu cara penilaian status gizi yang berhubungan dengan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan umur dan tingkat gizi seseorang. Pada umumnya antropometri mengukur dimensi dan komposisi tubuh seseorang (Supariasa, 2001). Metode antropometri sangat berguna untuk melihat ketidakseimbangan energi dan protein. Akan tetapi, antropometri tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi zat-zat gizi yang spesifik (Gibson, 2005).
2)      Klinis
Pemeriksaan klinis merupakan cara penilaian status gizi berdasarkan perubahan yang terjadi yang berhubungan erat dengan kekurangan maupun kelebihan asupan zat gizi. Pemeriksaan klinis dapat dilihat pada jaringan epitel yang terdapat di mata, kulit, rambut, mukosa mulut, dan organ yang dekat dengan permukaan tubuh (kelenjar tiroid) (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).
3)      Biokimia
Pemeriksaan biokimia disebut juga cara laboratorium. Pemeriksaan biokimia pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi adanya defisiensi zat gizi pada kasus yang lebih parah lagi, dimana dilakukan pemeriksaan dalam suatu bahan biopsi sehingga dapat diketahui kadar zat gizi atau adanya simpanan di jaringan yang paling sensitif terhadap deplesi, uji ini disebut uji biokimia statis. Cara lain adalah dengan menggunakan uji gangguan fungsional yang berfungsi untuk mengukur besarnya konsekuensi fungsional daru suatu zat gizi yang spesifik Untuk pemeriksaan biokimia sebaiknya digunakan perpaduan antara uji biokimia statis dan uji gangguan fungsional (Baliwati, 2004).
4)      Biofisik
Pemeriksaan biofisik merupakan salah satu penilaian status gizi dengan melihat kemampuan fungsi jaringan dan melihat perubahan
struktur jaringan yang dapat digunakan dalam keadaan tertentu, seperti kejadian buta senja (Supariasa, 2001).
b.      Penilaian Tidak Langsung
1)      Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan merupakan salah satu penilaian status gizi dengan melihat jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh individu maupun keluarga. Data yang didapat dapat berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Data kuantitatif dapat mengetahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi, sedangkan data kualitatif dapat diketahui frekuensi makan dan cara seseorang maupun keluarga dalam memperoleh pangan sesuai dengan kebutuhan gizi (Baliwati, 2004).
2)      Statistik Vital
Statistik vital merupakan salah satu metode penilaian status gizi melalui data-data mengenai statistik kesehatan yang berhubungan dengan gizi, seperti angka kematian menurut umur tertentu, angka penyebab kesakitan dan kematian, statistik pelayanan kesehatan, dan angka penyakit infeksi yang berkaitan dengan kekurangan gizi (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).
3)      Faktor Ekologi
Penilaian status gizi dengan menggunakan faktor ekologi karena masalah gizi dapat terjadi karena interaksi beberapa faktor ekologi, seperti faktor biologis, faktor fisik, dan lingkungan budaya. Penilaian berdasarkan faktor ekologi digunakan untuk mengetahui penyebab kejadian gizi salah (malnutrition) di suatu masyarakat yang nantinya akan sangat berguna untuk melakukan intervensi gizi (Supariasa, 2001).
3.      Masalah Kurang Gizi
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Gizi kurang merupakan suatu keadaan yang terjadi akibat tidak terpenuhinya asupan makanan (Sampoerno, 1992). Gizi kurang dapat terjadi karena seseorang mengalami kekurangan salah satu zat gizi atau lebih di dalam tubuh (Almatsier, 2001).
Akibat yang terjadi apabila kekurangan gizi antara lain menurunnya kekebalan tubuh (mudah terkena penyakit infeksi), terjadinya gangguan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, kekurangan energi yang dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja, dan sulitnya seseorang dalam menerima pendidikan dan pengetahuan mengenai gizi (Jalal dan Atmojo, 1998).
Gizi kurang merupakan salah satu masalah gizi yang banyak dihadapi oleh negara-negara yang sedang berkembang. Hal ini dapat terjadi karena tingkat pendidikan yang rendah, pengetahuan yang kurang mengenai gizi dan perilaku belum sadar akan status gizi. Contoh masalah kekurangan gizi, antara lain KEP (Kekurangan Energi Protein), GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium), Anemia Gizi Besi (AGB) (Apriadji, 1986).
4.      Masalah Gizi Lebih
Status gizi lebih merupakan keadaan tubuh seseorang yang mengalami kelebihan berat badan, yang terjadi karena kelebihan jumlah asupan energi yang disimpan dalam bentuk cadangan berupa lemak. Ada yang menyebutkan bahwa masalah gizi lebih identik dengan kegemukan. Kegemukan dapat menimbulkan dampak yang sangat berbahaya yaitu dengan munculnya penyakit degeneratif, seperti diabetes mellitus, penyakit jantung koroner, hipertensi, gangguan ginjal dan masih banyak lagi (Soerjodibroto, 1993).
Masalah gizi lebih ada dua jenis yaitu overweight dan obesitas. Batas IMT untuk dikategorikan overweight adalah antara 25,1 – 27,0 kg/m2, sedangkan obesitas adalah ≥ 27,0 kg/m2. Kegemukan (obesitas) dapat terjadi mulai dari masa bayi, anak-anak, sampai pada usia dewasa. Kegemukan pada masa bayi terjadi karena adanya penimbunan lemak selama dua tahun pertama kehidupan bayi. Bayi yang menderita kegemukan maka ketika menjadi dewasa akan mengalami kegemukan pula. Kegemukan pada masa anak-anak terjadi sejak anak tersebut berumur dua tahun sampai menginjak usia remaja dan secara bertahap akan terus mengalami kegemukan sampai usia dewasa. Kegemukan pada usia dewasa terjadi karena seseorang telah mengalami kegemukan dari masa anak-anak (Suyono, 1986).
C.    Produktivitas Pekerja
1.      Definisi Produktivitas Kerja
Produktivitas kerja sebenarnya mencakup tentang suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan kehidupan mengenai pelaksanaan produksi didalam suatu perusahaan dimana dalam memproduksi untuk hari ini diharapkan lebih baik dari hari kemarin begitu juga sistem kerjanya. Seseorang selalu mencari perbaikanperbaikan dengan berfikir dinamis, kreatif serta terbuka.
Pengertian dari produktivitas, berikut ini pembahasan yang dikemukakan oleh Sukamto (1995), dalam bukunya yang berjudul manajemen produksi replasi menyatakan bahwa : “Produktivitas adalah nilai output dalam hubungan dengan suatu kesatuan input tertentu. Peningkatan produktivitas yang berarti jumlah sumber daya yang digunakan dengan jumlah barang dan jasa yang diproduksi semakin meningkat dan membaik”. Sedangkan menurut Moekijat (1999), produktivitas adalah “Perbandingan jumlah keluaran (output) tertentu dengan jumlah masukan (input) tertentu untuk jangka waktu tertentu”.
Menurut L. Greenberg dalam Sinungan (2009), mendefinisikan produktivitas sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut. Produktivitas juga diartikan sebagai perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil, perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan masukan yang dinyatakan dalam satu – satuan (unit) umum.
Kesimpulan dari uraian diatas bahwa produktivitas adalah suatu ukuran mengenai apa yang diperoleh dari apa yang dibutuhkan. Perawat memegang peranan utama dalam proses peningkatan produktivitas, karena alat produksi dan teknologi pada hakikatnya merupakan hasil karya manusia. Produktivitas perawat mengandung pengertian pernbandingan hasil yang dicapai perawat dengan jangka waktu tertentu.
2.      Ciri Pegawai Produktif
Ranftl dalam Timpe (2000), mengemukakan ciri – ciri pegawai yang produktif sebagai berikut; a). lebih dari memenuhi kualifikasi pekerjaan; kualifikasi pekerjaan dianggap hal yang mendasar, karena produktivitas tinggi tidak mungkin tanpa kualifikasi yang benar; b). bermotivasi tinggi; motivasi sebagai faktor kritis, pegawai yang bermotivasi berada pada jalan produktivitas tinggi; c). mempunyai orientasi pekerjaan positif; sikap seseorang terhadap tugasnya sangat mempengaruhi kinerjanya, faktor positif dikatakan sebagai faktor utama produktivitas pegawai; d). dewasa; pegawai yang dewasa memperlihatkan kinerja yang konsisten dan hanya memerlukan pengawasan minimal; e). dapat bergaul dengan efektif; kemampuan
untuk menetapkan hubungan antar pribadi yang positif adalah aset yang sangat meningkatkan produktivitas.
Sudarmayanti dalam Umar (2000), mengutip tentang ciri – cirri individu yang produktiv dari Erich dan Gilmore, yaitu : a). tindakan konstruktif; b). percaya diri; c). mempunyai rasa tanggung jawab; d). memiliki rasa cinta terhadap pekerjaannya; e). mempunyai pandangan kedepan; f). mampu menyelesaikan persoalan; g). dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah; h). mempunyai konstribusi positif terhadap lingkungan; i). mempunyai kekuatan untuk mewujudkan potensinya.
3.      Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja
Hasibuan (2001), mengatakan bahwa pendidikan, pelatihan dan motivasi kerja akan mempengaruhi produktivitas kerja. Sinungan (1997), mengatakan salah satu untuk mendorong peningkatan produktivitas adalah melalui peningkatan ketrampilan. Hal ini bertujuan agar setelah pelatihan seorang mampu mengemban tugas dan pekerjaan sebaik mungkin sehingga pada akhirnya dapat mendorong kemajuan setiap usaha.
Hariandja (2002), mengatakan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi produktivitas adalah: kemampuan; kecakapan yang dimiliki berdasarkan pengetahuan, lingkungan kerja yang menyenangkan menambah kemampuan tenaga kerja. Sikap; yang menyangkut perangai tenaga kerja yang banyak dihubungkan dengan moral dan semangat kerja. Situasi dan keadaan lingkungan; faktor ini menyangkut fasilitas dan keadaan dimana semua karyawan dapat bekerja dengan tenang serta sistem kompensasi yang ada. Motivasi; tiap tenaga kerja perlu diberikan motivasi dalam usaha meningkatkan produktivitas. Upah; upah atau gaji minimum yang tidak sesuai dengan peraturan pemerintah dapat menyebabkan penurunan produktivitas kerja. Tingkat pendidikan; latar belakang pendidikan dan latihan dari tenaga kerja akan mempengaruhi produktivitas, karena perlu diadakan peningkatan pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja. Perjanjian kerja; merupakan alat yang menjamin hak dan kewajiban karyawan sebaiknya ada unsur – unsur peningkatan produktivitas kerja. Penerapan teknologi; kemajuan teknologi sangat mempengaruhi produktivitas, karena itu penerapan teknologi harus berorientasi mempertahankan produktivitas.
Rivianto dalam Sinungan (2009), produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang berhubungan dengan tenaga maupun faktor – faktor lain seperti: pendidikan dan ketrampilan, karena pada dasarnya pendidikan dan latihan meningkatkan ketrampilan kerja; ketrampilan fisik dipengaruhi oleh gizi dan kesehatan dimana factor gizi dan kesehatan dipengaruhi oleh tingkat penghasilan; penggunaan sarana – sarana produksi alat yang digunakan (manual, semi manual, mesin), teknologi dan lingkungan kerja; kemampuan manajerial menggerakan dan mengarahkan tenaga kerja dan sumber – sumber yang lain, serta kesempatan yang diberikan.
BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Jenis Penelitian
Pengumpulan data dan penulisan makalah ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research), yang dilakukan setiap hari dalam kurun waktu satu minggu.
B.     Setting Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah tenaga kerja penyadap karet di unit Plantukan/Blabak PT. Perkebunan Nusantara IX Boja Kabupaten Kendal yang berjumlah 118 orang pekerja. Besar sampel minimal dalam penelitian ini (Lemeshow, 1997) didapatkan 52 orang. Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan kriteria restriksi, yaitu: (1) Umur sampel 20-39 tahun; (2) Jenis kelamin laki-laki.
C.    Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data
Instrumen dalam penelitian ini adalah bangku harvard dengan tinggi 48 cm, stop watch dan metronom, lembar observasi untuk mencatat hasil pengukuran produktivitas kerja, pengukuran status gizi dengan IMT menggunakan alat timbangan injak untuk mengetahui data berat badan, dan microtoice untuk mengetahui data tinggi badan.
D.    Teknik Analisis Data
Penelitian ini bersifat penelitian penjelasan dengan menggunakan desain penelitian analitik observasional serta pendekatan belah lintang. Variabel bebas yang diteliti adalah kesegaran jasmani dan status gizi. Variabel terikatnya adalah produktivitas kerja. Adapun variabel perancunya adalah variabel umur dan jenis kelamin.
Analisis univariat digunakan pada setiap variabel untuk mengetahui distribusi dan persentase dari masing masing kategori. Dalam penelitian ini analisis dilakukan pada variabel tingkat kesegaran jasmani, status gizi, dan produktivitas kerja. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel bebas dan variabel terikat secara sendiri-sendiri. Uji statistik yang digunakan yaitu uji chi-square.
BAB IV
PEMBAHASAN

A.    Kesegaran Jasmani,  Status Gizi dan Produktivitas Pekerja Penyadap Karet di Unit Plantukan/ Blabak PT. Perkebunan Nusantara IX Boja Kabupaten Kendal
Analisis univariat digunakan pada setiap variabel untuk mengetahui distribusi dan persentase dari masing masing kategori. Dalam penelitian ini analisis dilakukan pada variabel tingkat kesegaran jasmani, status gizi, dan produktivitas kerja. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel bebas dan variabel terikat secara sendiri-sendiri. Uji statistik yang digunakan yaitu uji chi-square.
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden
Sumber : Data Sekunder
A.    Hubungan antara Kesegaran Jasmani dan Gizi Pekerja dengan Produktivitas Kerja Pekerja Penyadap Karet di Unit Plantukan/Blabak PT. Perkebunan Nusantara IX Boja Kabupaten Kendal
Hasil uji statistik chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat kesegaran jasmani dengan produktivitas kerja pekerja penyadap karet. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji chi-square sebesar 6,813 dengan signikansi 0,033. Menurut Lutan (2000), kesegaran jasmani lebih menggambarkan kualitas kemampuan organ tubuh dalam menjalankan fungsinya dan kelangsungan fungsi itu terjadi dalam sebuah sistem. Keseluruhan organ bekerja dalam satu keterkaitan yang komplek dan utuh, seperti misalnya sistem pembuluh darah, sistem pernafasan, dan sistem metabolisme. Secara umum sering diartikan sebagai derajat kemampuan seseorang untuk menjalankan tugas dengan derajat yang moderat, serta dapat meningkatkan produktivitas kerja. Karena kesegaran jasmani merupakan penunjang penting produktivitas seseorang dalam kerjanya. Kesegaran tersebut dimulai sejak memasuki pekerjaan dan terus-menerus dipelihara selama bekerja, bahkan sampai berhenti bekerja. Untuk dapat melaksanakan pekerjaan nya, seorang tenaga kerja tidak hanya memerlukan makan yang sehat dan bergizi dengan nilai kalori yang cukup sesuai dengan jenis pekerjaan mereka, tetapi juga membutuhkan kesegaran jasmani yang baik pula. Meskipun secara fisik tenaga kerja dalam keadaan sehat dengan asupan gizi yang cukup, tetapi apabila tidak segar maka tenaga kerja tersebut dalam melakukan pekerjaanya akan cepat menjadi lelah. Pekerja yang sehat, segar dan bugar dapat meningkatkan e siensi dan produktivitas perusahaan. Mengingat kondisi masing-masing perusahaan berbeda, maka sebaiknya kegiatan kesegaran jasmani disesuaikan dengan kondisi
masing-masing perusahan (Budiono, 2003).
Aktivitas fisik dan olah raga merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari karena berkaitan langsung dengan kemampuan fisik, agar orang dalam melaksanakan tugas sehari-hari pada tingkat kesegaran jasmani yang optimal. Dengan melakukan olahraga secara baik, benar, dan teratur akan dicapai derajat kesehatan dan tingkat kesegaran jasmani yang optimal sebagai modal penting dalam meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (Depkes RI,2001).
Hasil uji statistik chi-square menunjukkan ada hubungan antara status gizi dengan produktivitas kerja pekerja penyadap karet. Hal ini ditunjukkan dengan hasil uji chi-square sebesar 5,395 dengan signi kansi 0,020. Menurut pendapat Budiono (2003), kesehatan tenaga kerja dan produktivitas kerja berat bertalian dengan status gizi. Bahwa gizi merupakan suatu segi bagi kesehatan, dalam hubungan dengan produktivitas kerja seorang tenaga kerja dengan keadaan gizi yang baik akan memiliki kapasitas kerja dan ketahanan tubuh yang lebih baik.
Tabel 2. Hubungan Antara Tingkat Kesegaran Jasmani dan Status Gizi dengan Produktivitas Kerja Pekerja Penyadap Karet di Unit Plantukan/Blabak PT. Perkebunan Nusantara IX Boja Kabupatan Kendal
BAB V
PENUTUP
A.     Simpulan
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1.      Tingkat kesegaran jasmani pekerja penyadap karet di unit Plantukan/Blabak PT. Perkebunan Nusantara IX Boja Kabupaten Kendal sebagian besar pada kategori baik yaitu sebanyak 28 orang (51 %) dari keseluruhan sampel. Status gizi pekerja penyadap karet di unit Plantukan/Blabak PT. Perkebunan Nusantara IX Boja Kabupaten Kendal sebagian besar pada kategori normal yaitu sebanyak 33 orang (60 %). Produktivitas kerja pekerja penyadap karet di unit Plantukan/Blabak PT. Perkebunan Nusantara IX Boja Kabupaten Kendal sebagian besar pada kategori tinggi yaitu sebanyak 34 orang (62 %).
2.      Ada hubungan antara tingkat kesegaran jasmani dengan produktivitas kerja pekerja penyadap karet di unit Plantukan/Blabak PT. Perkebunan Nusantara IX Boja Kabupaten Kendal (p=0,033). Ada hubungan antara status gizi dengan produktivitas kerja pekerja penyadap karet di unit Plantukan/Blabak PT. Perkebunan Nusantara IX Boja kabupaten Kendal (p=0,020).
B.     Saran
Berdasarkan simpulan, direkomendasikan :
1.      Bagi tenaga kerja penyadap karet di unit Plantukan/Blabak PT. Perkebunan Nusantara IX Boja Kabupatan Kendal yang mempunyai tingkat kesegaran jasmani yang baik dan status gizi yang normal hendaknya mempertahan kannya dengan cara makan makanan seimbang dan berolahraga secara teratur, sedangkan bagi tenaga kerja yang mempunyai tingkat kesegaran jasmani yang kurang dan status gizi yang tidak normal hendaknya menerapkan pola hidup sehat dengan makan makanan yang seimbang sehingga memiliki status gizi yang normal dan olahraga dengan teratur.
2.      Bagi pengambil kebijakan diharap agar lebih memperhatikan pekerja terutama dalam hal gizi kerja yaitu dengan tidak mengganti jatah makanan tambahan dengan uang sehingga program gizi kerja dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Adrianto, Eko Haris dkk. 2010. Hubungan Antara Tingkat Kesegaran Jasmani dan Status Gizi dengan Produktivitas Kerja. Jurnal Kesehatan Masyarakat. [1 Mei 2013]
Ichsan, 1988. Pendidikan Kesehatan dan Olahraga Jakarta, hlm 53-64. [1 Mei 2013]
Khairina, Desy. 2008. Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi. Skripsi  FKM Universitas Indonesia. [1 Mei 2013]
Nieman David C, Kebugaran dan Kesehatan Anda alih bahasa Syahrastani, M Kes, Universitas Negeri Padang 2004. [1 Mei 2013]








2 comments:

  1. maaf kak ,,ne recomended banget..kalau boleh dibagi file nya kak...

    ReplyDelete
  2. boleh , hubungi saja fb saya

    ReplyDelete