Kini saya terbaring menerawang kembali ke masa lalu. Ditengah
ruang yang gelap ini, saya ditemani sebuah rekaman lantunan gitarmu yang
dihiasi suara merdu. Seandainya saja suara merdu itu milikku, mungkin
rekaman ini akan menjadi kenangan kita berdua. Meskipun nada-nada
sederhana itu dibuyarkan oleh derasnya hujan, tapi rindu ini masih
sangat terasa. Siang ini memang begitu aneh. Ada yang lain disini. Setau
saya sesuatu itu masih saja mengganjal disini, dihati.
Semua hal yang kuingat tentangmu kembali meronta dan melemparkan
sejuta harapan. Harapan yang dulu tidak sengaja kamu tanam. Harapan yang
terus tumbuh. Dan harapan yang akhirnya kamu tinggal pergi agar tidak
tumbuh semakin tinggi lagi, tapi sama sekali tidak ingin kamu matikan.
Lucunya, sampai detik ini saya masih menyimpan harapan itu.
Harapan itu sudah tumbuh terlalu tinggi dan sangat sulit untuk
dimatikan, tidak peduli berapa kali saya mencoba. Seketika saya terpikir
untuk merubah harapan itu menjadi secercah kebahagiaan. Kebahagiaan
yang mungkin akan tumbuh juga jika kamu masih disini sampai nanti.
Sayangnya musim berkata lain. Musim kurang berkuasa membuat harapan itu
menghasilkan. Harapan jauh lebih akrab dengan kekecewaan, dibanding
kebahagiaan itu sendiri.
Well, saya tetap akan menyimpan harapan itu meski cenderung akan
membuat saya kecewa. Yah paling tidak sampai saya bisa mengabaikannya.
"Terangi hari-hariku
buatku tersenyum
Terangi kisah hidupku
Dengan deritaku
Daku berharap kau slalu ada sahabat
Hingga akhir ajal menjemputku
Jangan pernah tinggalkan aku
Jangan pernah kau jauhi aku
Sahabat buatku tersenyum
Hingga akhir ajal menjemputku" - Sahabat ODHA (buatku tersenyum) by Muh. Arif Fadillah
No comments:
Post a Comment