Sunday, April 6, 2014

Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri

A.    Gangguan Fungsi Paru sebagai Masalah Kesehatan
Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan utama di dunia, khususnya di negara berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara ambien di perkotaan dan pedesaan. Di banyak kota, terutama di Negara-negara sedang berkembang yang urbanisasinya tumbuh pesat, pencemaran udara telah merusak sistem pernapasan, khususnya bagi orang yang lebih tua, lebih muda, para perokok dan mereka yang menderita penyakit-penyakit kronis saluran pernapasan. Menurut WHO, penyakit pernapasan dari akut sampai dengan kronis telah menyerang 400-500 juta orang di Negara berkembang.
Industri semen merupakan salah satu industri yang pertumbuhannya cukup pesat, hal ini berkaitan dengan kapasitas produksi total pabrik semen yang tersebar diberbagai wilayah nusantara mencapai 27 juta ton pertahun. Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku : batu kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung / tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Salah satu dampak negatif dari industri semen adalah pencemaran udara oleh debu. Industri semen berpotensi untuk menimbulkan kontaminasi di udara berupa debu.
Debu yang dihasilkan oleh kegiatan industri semen terdiri dari : debu yang dihasilkan pada waktu pengadaan bahan baku dan selama proses pembakaran dan debu yang dihasilkan selama pengangkutan bahan baku ke pabrik dan bahan jadi ke luar pabrik, termasuk pengantongannya. Bahan pencemar tersebut dapat berpengaruh terhadap lingkungan dan manusia. Berbagai faktor yang berpengaruh dalam timbulnya penyakit atau gangguan pada saluran pernapasan akibat debu. Faktor tersebut adalah factor debu yang meliputi ukuran partikel, bentuk konsentrasi, daya larut dan sifat kimiawi. Faktor individual meliputi mekanisme pertahanan paru, anatomi dan fisiologi saluran nafas serta faktor imunologis.
Selain industri semen, industri batu kapur merupakan salah satu kegiatan di pedesaan yang kontribusinya terhadap pencemaran udara juga cukup besar. Batu kapur atau limestone, adalah sedimen yang banyak mengandung organisme laut yang telah mati yang berubah menjadi kalsium karbonat. Batuan ini merupakan hasil penumpukan dan sedimentasi ribuan tahun yang lalu, membentuk bebatuan masif berwarna putih kekuningan sampai kecoklatan. Partikel-partikel kapur bersifat iritan namun tidak tergolong karsinogen. Industri batu kapur telah mencemari udara dengan debu dan gas-gas hasil pembakaran batu kapur menjadi kapur tohor. Debu dan gas-gas yang disebabkan oleh proses pengolahan batu kapur akan berada di lingkungan kerja, hal ini akan berakibat tenaga kerja terpapar debu kapur dan gas-gas pada konsentrasi maupun ukuran yang berbeda-beda. Efek terhadap saluran pernapasan adalah terjadinya iritasi saluran pernapasan, peningkatan produksi lendir, penyempitan saluran pernapasan, lepasnya silia dan lapisan sel selaput lendir serta kesulitan bernapas.
Selain itu industri pengolahan kayu merupakan salah satu industri yang pertumbuhannya sangat pesat. Proses fisik pengolahan bahan baku untuk dijadikan mebel cenderung menghasilkan polusi seperti partikel debu kayu. Industri mebel tersebut berpotensi menimbulkan polusi udara di tempat kerja yang berupa debu kayu. Penyakit gangguan fungsi paru akibat debu industri mebel mempunyai gejala dan tanda yang mirip dengan penyakit paru lain yang tidak disebabkan oleh debu di tempat kerja.
B.     Pendekatan Ekspansionis Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri
Pendekatan ekspansionis adalah suatu pendekatan untuk memahami sifat dasar hal-hal kompleks dengan menyederhanakannya ke dalam interaksi dari bagian-bagiannya, atau membuat suatu hal menjadi lebih sederhana atau lebih mendasar atau suatu bahwa sistem yang kompleks tak lain hanyalah penggabungan komponen-komponennya. Pendekatan ini membantu penegakan hubungan antara masalah kesehatan, kondisi kesehatan lain dan kualitas hidup.
Gangguan fungsi paru pada pekerja industri diduga diakibatkan oleh kadar debu dan lamanya terpapar debu di lingkungan kerja, masa kerja yang menahun dan ketidak patuhan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). Namun bila dilihat lebih seksama, terdapat factor risiko lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi paru. Faktor risiko lain tersebut berasal dari dalam diri pekerja industry tersebut, seperti status gizi, kebiasaan merokok dan kebiasaan olahraga.
Dalam hal ini factor risiko tersebut dapat dikelompokkan menjadi factor perilaku dan non perilaku. Faktor perilaku yang dimaksud adalah status gizi, penggunaan APD, kebiasaan merokok dan kebiasaan olahraga. Adapun factor non perilaku yaitu umur pekerja, masa kerja, lama paparan, dan kadar debu.
Untuk itu dapat diketahui hubungan antara gangguan fungsi paru yang dialami oleh pekerja industri secara menyeluruh dengan melihat factor perilaku dan non perilaku. Melalui penelusuran tersebut dapat diketahui factor apa saja yang erat kaitannya dan menyebabkan gangguan fungsi paru pada pekerja industri.
C.    Diagnosis Faktor Perilaku
Faktor perilaku yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi paru pada pekerja industry adalah status gizi, penggunaan APD, kebiasaan merokok dan kebiasaan olahraga. Bila ditinjau lebih lanjut, factor perilaku tersebut dapat dicegah sehingga tidak menimbulkan gangguan fungsi paru seperti penggunaan APD, kebiasaan merokok dan kebiasaan olahraga. Sedangkan status gizi merupakan factor perilaku yang membutuhkan pengobatan agar tidak berisiko terhadap gangguan fungsi paru. Adapun faktor non perilaku yang mengakibatkan gangguan fungsi paru adalah umur pekerja, masa kerja, lama paparan, dan kadar debu. Faktor non perilaku mengakibatkan gangguan fungsi paru tersebut tidak dapat dicegah dan tidak dapat pula ditanggulangi.
1.      Industri Semen
a.       Faktor Perilaku
1)      Hubungan antara Status Gizi dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Semen
Tabel 1.1 Hubungan antara Status Gizi dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Semen
No
Status Gizi
Fungsi Paru
OR
95% CI
Terganggu
Normal
Jumlah

n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
1
Kurang Baik
18
62,1
11
37,9
29
100
1,327
0,899
1,958
2
Baik
29
46,8
33
53,2
62
100
Jumlah
47
51,6
44
48,4
91
100
X2 = 1,289 ; p value = 0,256
Dari tabel 1.1 dapat dilihat hasil uji statistik dengan Chi Square Test menunjukkan tidak ada hubungan status gizi dengan ganguan fungsi paru (X2 = 1,289 ; p value = 0,256).
2)      Hubungan antara Penggunaan APD dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Semen
Tabel 1.2 Hubungan antara Penggunaan APD dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Semen
No
Penggunaan APD
Fungsi Paru
OR
95% CI
Terganggu
Normal
Jumlah

n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
1
Tidak Lengkap
23
40,4
34
59,6
57
100
0,572
0,390
0,838
2
Lengkap
24
70,6
10
29,4
34
100
Jumlah
47
51,6
44
48,4
91
100
X2 = 6,633 ; p value = 0,010
Dari tabel 1.2 dapat dilihat bahwa hasil uji statistik dengan Chi Square Test menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara penggunaan APD dengan gangguan fungsi paru (X2 = 6,633 ; p value = 0,010). Hasil analisis juga menunjukkan penggunaan APD merupakan faktor protektif untuk terjadinya gangguan fungsi paru (RP = 0,572; 95%CI = 0,390- 0.838). Hasil analisis menunjukkan bahwa pekerja industry yang tidak menggunakan APD merupakan faktror protektif terhadap gangguan fungsi paru.
3)      Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Semen
Tabel 1.3 Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Semen
No
Kebiasaan Merokok
Fungsi Paru
OR
95% CI
Terganggu
Normal
Jumlah

n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
1
Pernah Merokok
40
47,1
30
42,9
70
100
2,67
4,533
7,422
2
Tidak Pernah Merokok
7
33,3
14
66,7
21
100
Jumlah
47
51,6
44
48,4
91
100
X2 = 5,876 ; p value = 0,015
Dari tabel 1.3 tersebut dilihat hasil uji statistic dengan Chi Square Test menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan gangguan fungsi paru (X2 = 4,375 ; p value = 0,036). Hasil analisis menunjukkan bahwa pekerja industry yang merokok berisiko 2,67 kali terhadap gangguan fungsi paru.
4)      Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Semen
Tabel 1.4 Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Semen
No
Kebiasaan Olahraga
Fungsi Paru
OR
95% CI
Terganggu
Normal
Jumlah

n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
1
Tidak Sering
22
43,1
29
56,9
51
100
0,690
0,464
1,026
2
Sering
25
62,5
15
37,5
40
100
Jumlah
47
51,6
44
48,4
91
100
X2 = 5,876 ; p value = 0,015
Data dari tabel 4 diketahui bahwa hasil uji statistik dengan Chi Square Test menunjukkan tidak ada hubungan antara kebiasaan berolahraga dengan gangguan fungsi paru (X2 = 2,635 ; p value = 0,105).
b.      Faktor Non Perilaku
1)      Hubungan antara Umur dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Semen
Tabel 1.5 Hubungan antara Umur dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Semen
No
Umur
Fungsi Paru
OR
95% CI
Terganggu
Normal
Jumlah

n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
1
> 40 Tahun
29
65,9
15
34,1
44
100
1,712
1,130
2,621
2
≤ 40 Tahun
18
38,8
29
61,7
47
100
Jumlah
47
51,6
44
48,4
91
100
X2 = 5,876 ; p value = 0,015
Tabel 1.5 menunjukkan hasil uji statistik dengan Chi Square Test menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara umur dengan gangguan fungsi paru (X2 = 5,875 ; p value = 0,015). Hasil analisis juga menunjukkan umur merupakan faktor risiko untuk terjadinya gangguan fungsi paru (OR =1,721 ; p value =0,015 )
2)      Hubungan antara Masa Kerja dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Semen
Tabel 1.6 Hubungan antara Masa Kerja dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Semen
No
Masa Kerja
Fungsi Paru
OR
95% CI
Terganggu
Normal
Jumlah

n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
1
≥ 15 Tahun
33
63,5
19
36,5
52
100
1,768
1,108
2,821
2
< 15 Tahun
14
35,9
25
64,1
39
100
Jumlah
47
51,6
44
48,4
91
100
X2 = 5,721 ; p value = 0,017
Tabel 1.6 menunjukkan hasil uji statistic dengan Chi Square Test menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan gangguan fungsi paru (X2 = 5,721 ; p value = 0,017). Hasil analisis menunjukkan bahwa pekerja industry dengan masa kerja ≥ 15 Tahun berisiko 1,768 kali terhadap gangguan fungsi paru.
3)      Hubungan antara Lama Paparan dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Semen
Tabel 1.7 Hubungan antara Lama Paparan dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Semen
No
Lama Paparan
Fungsi Paru
OR
95% CI
Terganggu
Normal
Jumlah

n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
1
> 8 Jam
13
54,2
11
45,8
24
100
1,067
0,689
1,653
2
≤ 8 Jam
34
50,7
31
49,3
67
100
Jumlah
47
51,6
44
48,4
91
100
X2 = 0,002 ; p value = 0,960
Tabel 1.7 menunjukkan hasil uji statistik dengan Chi Square Test menunjukkan tidak ada hubungan lama paparan dengan ganguan fungsi paru (X2 = 0,002 ; p value = 0,960).
4)      Hubungan antara Kadar Debu dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Semen
Tabel 1.8 Hubungan antara Kadar Debu dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Semen
No
Kadar Debu
Fungsi Paru
OR
95% CI
Terganggu
Normal
Jumlah

n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
1
> NAB
26
59,1
18
40,9
44
100
1,323
0,855
1,977
2
≤ NAB
21
44,7
26
55,3
47
100
Jumlah
47
51,6
44
48,4
91
100
X2 = 5,876 ; p value = 0,015
Data dari tabel 1.8 menunjukkan hasil uji statistik dengan Chi Square Test menunjukkan tidak ada hubungan kadar debu semen dengan ganguan fungsi paru (x2 = 1,357 ; p = 0,244).
2.      Industri Pengolahan Kayu
a.       Faktor Perilaku
1)      Hubungan antara Status Gizi dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Pengolahan Kayu
Tabel 2.1 Hubungan antara Status Gizi dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Pengolahan Kayu
No
Status Gizi
Fungsi Paru
OR
95% CI
Terganggu
Normal
Jumlah

n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
1
Kurang Baik
4
50
4
50
8
100
1.400
0,301
6,505
2
Baik
15
41,7
21
58,3
36
100
Jumlah
19
43,2
25
56,8
44
100
Dari tabel 2.1 tersebut dapat diketahui hasil penelitian yang menunjukkan tidak ada hubungan antara status gizi pekerja dengan gangguan fungsi paru menggunakan analisis statistik uji chi square diperoleh nilai Odd Ratio = 1,400 (95% CI = 0,301-6,505).
2)      Hubungan antara Penggunaan APD dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Pengolahan Kayu
Tabel 2.2 Hubungan antara Penggunaan APD dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Pengolahan Kayu
No
Penggunaan APD
Fungsi Paru
OR
95% CI
Terganggu
Normal
Jumlah

n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
1
Tidak Lengkap
5
83,3
1
16,7
6
100
8,571
0,907
80,993
2
Lengkap
14
36,8
24
63,2
38
100
Jumlah
19
43,2
25
56,8
44
100
Hasil penelitian yang tertera pada tabel 2.2 menunjukkan tidak ada hubungan antara penggunaan APD pekerja dengan gangguan fungsi paru menggunakan analisis statistic uji chi square diperoleh nilai Odd Ratio = 8,571 (95% CI = 0,907-80,993).
3)      Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Pengolahan Kayu
Tabel 2.3 Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Pengolahan Kayu
No
Kebiasaan Merokok
Fungsi Paru
OR
95% CI
Terganggu
Normal
Jumlah

n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
1
Pernah Merokok
3
60
2
40
5
100
2,158
1,698
11,346
2
Tidak Pernah Merokok
16
41
23
59
39
100
Jumlah
19
43,2
25
56,8
44
100
Tabel 2.3 menunjukkan ada hubungan antara kebiasaan merokok pekerja dengan gangguan fungsi paru menggunakan analisis statistik uji chi square diperoleh nilai Odd Ratio = 2,158 (95% CI = 1,698-11,346). Hasil analisis menunjukkan pekerja industry yang merokok berisiko 2,158 kali terhadapa gangguan fungsi paru.




4)      Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Pengolahan Kayu
Tabel 2.4 Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Pengolahan Kayu
No
Kebiasaan Olahraga
Fungsi Paru
OR
95% CI
Terganggu
Normal
Jumlah

n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
1
Tidak Sering
13
36,1
23
63,9
36
100
0,188
0,033
1,072
2
Sering
6
75
2
25
8
100
Jumlah
19
43,2
25
56,8
44
100
Tabel 2.4 menunjukkan tidak ada hubungan antara kebiasaan olahraga pekerja dengan gangguan fungsi paru menggunakan analisis statistik uji chi square diperoleh nilai Odd Ratio = 0,188 (95% CI = 0,033-1,072).
b.      Faktor Non Perilaku
1)      Hubungan antara Umur dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Pengolahan Kayu
Tabel 2.5 Hubungan antara Umur dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Pengolahan Kayu
No
Umur
Fungsi Paru
OR
95% CI
Terganggu
Normal
Jumlah

n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
1
31-40 Tahun
12
38,7
19
61,3
31
100
0,541
0,146
2,003
2
20-30 Tahun
7
53,8
6
46,2
13
100
Jumlah
19
43,2
25
56,8
44
100
Tabel 2.5 tersebut menunjukkan tidak ada hubungan antara umur pekerja dengan gangguan fungsi paru menggunakan analisis statistik uji chi square diperoleh nilai Odd Ratio = 0,541 (95% CI = 0,146-2,003).
2)      Hubungan antara Masa Kerja dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Pengolahan Kayu
Tabel 2.6 Hubungan antara Masa Kerja dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Pengolahan Kayu
No
Masa Kerja
Fungsi Paru
OR
95% CI
Terganggu
Normal
Jumlah

n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
1
10-15 Tahun
5
83,3
1
16,7
6
100
8,571
0,907
80,993
2
5-10 Tahun
14
36,8
24
63,2
38
100
Jumlah
19
43,2
25
56,8
44
100
Tabel 2.6 menunjukkan tidak ada hubungan antara masa kerja pekerja dengan gangguan fungsi paru menggunakan analisis statistik uji chi square diperoleh nilai Odd Ratio = 8,571 (95% CI = 0,907-80,993).
3)      Hubungan antara Lama Paparan dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Pengolahan Kayu
Tabel 2.7 Hubungan antara Lama Paparan dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Pengolahan Kayu
No
Lama Paparan
Fungsi Paru
OR
95% CI
Terganggu
Normal
Jumlah

n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
1
> 8 Jam
16
47,1
18
52,9
34
100
2,074
0,458
9,397
2
≤ 8 Jam
3
30
7
70
10
100
Jumlah
19
43,2
25
56,8
44
100
Tabel 2.7 menunjukkan tidak ada hubungan antara lama paparan debu dengan gangguan fungsi paru menggunakan analisis statistic uji chi square diperoleh nilai Odd Ratio = 2,074 (95% CI = 0,458-9,397).
4)      Hubungan antara Kadar Debu dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Pengolahan Kayu
Tabel 2.8 Hubungan antara Kadar Debu dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Pengolahan Kayu
No
Kadar Debu
Fungsi Paru
OR
95% CI
Terganggu
Normal
Jumlah

n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
1
> NAB
10
43,5
13
56,5
23
100
1,026
2,045
2,029
2
≤ NAB
9
42,9
12
57,1
21
100
Jumlah
19
43,2
25
56,8
44
100
Tabel 2.8 menunjukkan ada hubungan antara tingkat paparan debu perseorangan dengan gangguan fungsi paru menggunakan analisis statistik uji chi square diperoleh nilai Odd Ratio = 1,026 (95% CI = 2,045-2,029). Hasil analisis juga menunjukkan kadar debu merupakan faktor risiko untuk terjadinya gangguan fungsi paru.
3.      Industri Pengolahan Batu Kapur
a.       Faktor Perilaku
1)      Hubungan antara Status Gizi dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Batu Kapur
Tabel 3.1 Hubungan antara Status Gizi dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Batu Kapur
No
Status Gizi
Fungsi Paru
OR
95% CI
Terganggu
Normal
Jumlah

n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
1
Kurang Baik
30
65,2
16
34,8
46
100
1,875
1,95
8,568
2
Baik
7
50
7
50
14
100
Jumlah
37
61,7
23
38,3
60
100
Tab3l 3.1 menunjukkan ada hubungan antara status gizi pekerja dengan gangguan fungsi paru menggunakan analisis statistik uji chi square diperoleh nilai Odd Ratio = 1,875 (95% CI = 1,95-8,568). Pekerja industry yang memiliki status gizi kurang baik berisiko 1,875 kali terhadap gangguan fungsi paru.
2)      Hubungan antara Penggunaan APD dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Batu Kapur
Tabel 3.2 Hubungan antara Penggunaan APD dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Batu Kapur
No
Penggunaan APD
Fungsi Paru
OR
95% CI
Terganggu
Normal
Jumlah

n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
1
Tidak Lengkap
18
62,1
11
37,9
29
100
1,033
1,677
2,931
2
Lengkap
19
61,3
12
38,7
31
100
Jumlah
37
61,7
23
38,3
60
100
Data pada tabel 3.2 menunjukkan ada hubungan antara penggunaan APD dengan gangguan fungsi paru menggunakan analisis statistik uji chi square diperoleh nilai Odd Ratio = 1,033 (95% CI = 1,677-2,931). Penggunaan APD merupakan factor risiko terhadap gangguan fungsi paru.
3)      Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Batu Kapur
Tabel 3.3 Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Batu Kapur
No
Kebiasaan Merokok
Fungsi Paru
OR
95% CI
Terganggu
Normal
Jumlah

n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
1
Pernah Merokok
17
63
10
37
27
100
1,105
1,848
3,149
2
Tidak Pernah Merokok
20
60
13
39,4
33
100
Jumlah
37
61,7
23
38,3
60
100
Tabel 3.3 menunjukkan ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan gangguan fungsi paru menggunakan analisis statistik uji chi square diperoleh nilai Odd Ratio = 1,105 (95% CI = 1,848-3,149). Kebiasaan merokok merupakan factor risiko terhadap gangguan fungsi paru.
4)      Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Batu Kapur
Tabel 3.4 Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Batu Kapur
No
Kebiasaan Olahraga
Fungsi Paru
OR
95% CI
Terganggu
Normal
Jumlah

n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
1
Tidak Sering
25
64,1
14
35,9
39
100
1,339
2,191
3,941
2
Sering
12
57,1
9
42,9
21
100
Jumlah
37
61,7
23
38,3
60
100
Pada tabel 3.4 dapat diketahui ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan gangguan fungsi paru menggunakan analisis statistik uji chi square diperoleh nilai Odd Ratio = 1,339 (95% CI = 2,191-3,941). Pekerja yang tidak sering olahraga berisiko 1,339 kali terhadap gangguan fungsi paru.
b.      Faktor Non Perilaku
1)      Hubungan antara Umur dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Batu Kapur
Tabel 3.5 Hubungan antara Umur dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Batu Kapur
No
Umur
Fungsi Paru
OR
95% CI
Terganggu
Normal
Jumlah

n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
1
31-40 Tahun
31
66
16
34
47
100
2,260
1,437
10,044
2
20-30 Tahun
6
46,2
7
53,8
13
100
Jumlah
37
61,7
23
38,3
60
100
Tabel 3.5 menunjukkan ada hubungan antara umur dengan gangguan fungsi paru menggunakan analisis statistik uji chi square diperoleh nilai Odd Ratio = 2,260 (95% CI = 1,437-10,044). Umur merupakan factor risiko terjadinya gangguan fungsi paru.
2)      Hubungan antara Lama Paparan dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Batu Kapur
Tabel 3.6 Hubungan antara Lama Paparan dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Batu Kapur
No
Lama Paparan
Fungsi Paru
OR
95% CI
Terganggu
Normal
Jumlah

n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
1
> 8 Jam
5
38,5
8
61,5
13
100
0,293
0,423
1,016
2
≤ 8 Jam
32
68,1
15
31,9
47
100
Jumlah
37
61,7
23
38,3
60
100
Tabel 3.6 menunjukkan tidak ada hubungan antara status gizi pekerja dengan gangguan fungsi paru menggunakan analisis statistik uji chi square diperoleh nilai Odd Ratio = 0,293 (95% CI = 0,423-1,016).

Data dari tiga perusahaan industri tersebut yaitu industri semen, industri pengolahan kayu dan industri batu kapur dapat disimpulkan hubungan factor risiko terhadap gangguan fungsi paru sebagai berikut:
Tabel 3.7 Hubungan Faktor Risiko terhadap Gangguan Fungsi Paru
Faktor
Perusahaan Industri
Semen
Kayu
Batu Kapur
Non Perilaku
Umur
Ada hubungan (OR=1,712)
Tidak ada hubungan
Ada hubungan (OR=2,260)
Perilaku
Starus Gizi
Tidak ada hubungan
Tidak ada hubungan
Ada hubungan (OR=1,875)
Masa Kerja
Ada hubungan (OR=1,768)
Tidak ada hubungan
-
Lama Paparan
Tidak ada hubungan
Tidak ada hubungan
Tidak ada hubungan
Penggunaan APD
Ada hubungan (OR=0,572)
Tidak ada hubungan
Ada hubungan (OR=1,033)
Kebiasaan Merokok
Ada hubungan (OR=2,67)
Ada hubungan (OR=2,158)
Ada hubungan (OR=1,105)
Kebiasaan Olahraga
Tidak ada hubungan
Tidak ada hubungan
Ada hubungan (OR=1,339)
Kadar Debu
Tidak ada hubungan
Ada hubungan (OR=1,026)
-

Dari tabel 3.7 tersebut dapat disimpulkan bahwa penyebab gangguan fungsi paru pada pekerja industri terjadi karena factor perilaku dan non perilaku. Bila ditelusuri lebih lanjut gangguan fungsi paru pada pekerja industri tidak hanya diakibatkan oleh lingkungan kerja (factor non perilaku) melainkan juga dipengaruhi oleh factor risiko lain dari dalam diri pekerja itu sendiri (factor perilaku) seperti status gizi, kebiasaan merokok dan kebiasaan olahraga. Dalam hal ini, factor yang paling berpengaruh terhadap kejadian gangguan fungsi paru pada pekerja industry adalah kebiasaan merokok. Hal tersebut dapat dilihat bahwa dari tiga data hasil penelitian yang ada, rata-rata pekerja industri yang merokok dua kali lebih berisiko terhadap gangguan fungsi paru.
D.    Memilih Perilaku Sasaran dan Program Intervensi
1.      Memilih Perilaku Sasaran
Penentuan perilaku sasaran dapat dilakukan dengan mempertimbangkan nilai odds ratio setiap factor risiko dan menganalisisnya berdasarkan tingkat kepentingan dan perubahannya. Perilaku sasaran dapat dikelompokkan menjadi empat bagian yaitu penting dan dapat berubah, penting tapi tidak dapat dirubah, tidak penting tapi dapat berubah dan tidak penting dan tidak dapat diubah. Berikut adalah pemilihan perilaku sasaran factor perilaku dan non perilaku terhadap gangguan fungsi paru pada pekerja industry.

Penting
Tidak Penting
Dapat Berubah
·   Kebiasaan Merokok
·   Kebiasaan Olahraga
·   Status Gizi
·   Penggunaan APD
Tidak Dapat Berubah
·   Umur
·   Kadar Debu
·   Lama Paparan
·   Masa Kerja

2.      Program Intervensi
a.       Intervensi Rokok
Merokok adalah hak asasi manusia dan tidak ada seorang pun yang berhak melarangnya, apalagi sampai memotong gaji hanya karena merokok. Hak asasi untuk hidup sehat bebas dari asap rokok juga bukan berarti kemudian melarang hak asasi perokok dengan "menyingkirkan" mereka seperti "virus dan pesakitan". Dalam hal ini perlu dilakukan sosialisasi yang mendalam guna merubah paradigm pekerja industri secara perlahan dan efektif terhadap rokok. Bagi pekerja industri yang merokok agar mengurangi dan bila perlu menghindari perilaku yang dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan tersebut, dalam kasus ini adalah gangguan fungsi paru. Sedangkan bagi para pekerja industri yang tidak merokok diharapkan menjaga komitmennya untuk tetap tidak merokok.
Salah satu bentuk intervensi rokok pada lingkungan kerja industri yaitu dengan penyuluhan ataupun sosialisasi mendalam mengenai bahaya rokok dan informasi mengenai cara ampuh berhenti merokok. Untuk mendukung penyuluhan ataupun sosialisasi tersebut, perlu dimaksimalkan peraturan “lingkungan kerja tanpa asap rokok”. Hal tersebut mungkin tidak menjamin para pekerja industry untuk berhenti merokok. Namun setidaknya dengan adanya aturan tersebut, para pekerja yang notabene menghabiskan sebagian besar waktunya ditempat kerja bisa mengurangi konsumsi rokok yang membahayakan kesehatannya dan pekerja disekitarnya.
b.      Intervensi Pembiasaan Olahraga
Olahraga adalah aktivitas untuk melatih tubuh seseorang, tidak hanya secara jasmani tetapi juga secara rohani (misalkan catur). Aktivitas olahraga tidak hanya dapat dilakukan pada tempat tertentu. Olahraga dapat dilakukan ditempat kerja. Hal kecil pun bisa diperhitungkan sebagai olahraga, misalnya saja berjalan ke kantin saat sedang istirahat makan siang. Salah satu intervensi  pembiasaan olahraga ditempat kerja  yaitu dengan menerapkan aturan pembatasan penggunaan lift yang bertujuan agar pekerja industry mampu memanfaatkan tangga sebagai fasilitas olahraga. Selain itu intervensi pembiasaan olahraga dapat pula dilakukan dengan mengadakan senam bersama dilingkungan kerja pada akhir pekan atau pada hari tertentu sehingga para pekerja memiliki waktu untuk berolahraga tanpa takut pekerjaannya terganggu.
c.       Intervensi terhadap Status Gizi
Status gizi didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien. Untuk itu status gizi tentu berpengaruh terhadap kesehatan para pekerja industri. Apabila kondisi kesehatannya terganggu, produktivitas pekerja tersebut juga menurun. Untuk itu diperlukan intervensi mengenai gizi kerja.
Gizi kerja adalah nutrisi / kalori yang dibutuhkan tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan jenis pekerjaan yang bertujuan untuk mencapai tingkat kesehatan tenaga kerja dan produktivitas yang setinggi-tingginya. Kekurangan atau kelebihan energi sama-sama tidak baik untuk keselamatan dan kesehatan kerja. Kebutuhan akan kalori dan zat-zat gizi bagi pekerja laki-laki dan perempuan berbeda. Selain itu kebutuhan makanan para pekerja juga dibedakan berdasarkan beban kerja dan jam kerja pekerja itu sendiri.  Untuk itu pada perusahaan industri diperlukan tenaga kerja yang mengetahui betul tentang gizi kerja dan mampu menerapkan prinsipnya pada lingkungan kerja tersebut.
Salah satu intervensi nyata guna memperbaiki status gizi para pekereja adalah dengan pengadaan kantin sehat di lingkungan kerja industry yang berpegang pada prinsip gizi kerja sehingga para pekerja mampu mencapai tingkat kesehatan tenaga kerja dan produktivitas yang setinggi-tingginya.





































Daftar Pustaka

Khumaidah. 2009. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Mebel PT Kota Jati Furnindo Desa Suwawal Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara. Tesis Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Mengkidi, Dorce. 2006. Gangguan Fungsi Paru dan Faktor yang Mempengaruhi pada Karyawan PT.Semen Tonasa Pangkep Sulawesi Selatan. Tesis Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.

Yulaekah, Siti. 2007. Paparan Debu Terhirup dan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Batu Kapur (Studi di Desa Mrisi Kecamaan Tanggungharjo Kbupaten Grobogan). Tesis Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.

No comments:

Post a Comment