A.
Gangguan
Fungsi Paru sebagai Masalah Kesehatan
Dewasa
ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan utama di dunia,
khususnya di negara berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun
udara ambien di perkotaan dan pedesaan. Di banyak kota, terutama di
Negara-negara sedang berkembang yang urbanisasinya tumbuh pesat, pencemaran
udara telah merusak sistem pernapasan, khususnya bagi orang yang lebih tua,
lebih muda, para perokok dan mereka yang menderita penyakit-penyakit kronis
saluran pernapasan. Menurut WHO, penyakit pernapasan dari akut sampai dengan
kronis telah menyerang 400-500 juta orang di Negara berkembang.
Industri
semen merupakan salah satu industri yang pertumbuhannya cukup pesat, hal ini
berkaitan dengan kapasitas produksi total pabrik semen yang tersebar diberbagai
wilayah nusantara mencapai 27 juta ton pertahun. Semen (cement) adalah
hasil industri dari paduan bahan baku : batu kapur/gamping sebagai bahan utama
dan lempung / tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa
padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang
mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Salah satu dampak negatif
dari industri semen adalah pencemaran udara oleh debu. Industri semen
berpotensi untuk menimbulkan kontaminasi di udara berupa debu.
Debu yang dihasilkan
oleh kegiatan industri semen terdiri dari : debu yang dihasilkan pada waktu
pengadaan bahan baku dan selama proses pembakaran dan debu yang dihasilkan
selama pengangkutan bahan baku ke pabrik dan bahan jadi ke luar pabrik,
termasuk pengantongannya. Bahan pencemar tersebut dapat berpengaruh terhadap
lingkungan dan manusia. Berbagai faktor yang berpengaruh dalam timbulnya
penyakit atau gangguan pada saluran pernapasan akibat debu. Faktor tersebut
adalah factor debu yang meliputi ukuran partikel, bentuk konsentrasi, daya
larut dan sifat kimiawi. Faktor individual meliputi mekanisme pertahanan paru,
anatomi dan fisiologi saluran nafas serta faktor imunologis.
Selain
industri semen, industri batu kapur merupakan salah satu kegiatan di pedesaan
yang kontribusinya terhadap pencemaran udara juga cukup besar. Batu kapur atau limestone,
adalah sedimen yang banyak mengandung organisme laut yang telah mati yang
berubah menjadi kalsium karbonat. Batuan ini merupakan hasil penumpukan dan
sedimentasi ribuan tahun yang lalu, membentuk bebatuan masif berwarna
putih kekuningan sampai kecoklatan. Partikel-partikel kapur bersifat iritan
namun tidak tergolong karsinogen. Industri batu kapur telah mencemari udara
dengan debu dan gas-gas hasil pembakaran batu kapur menjadi kapur tohor. Debu
dan gas-gas yang disebabkan oleh proses pengolahan batu kapur akan berada di
lingkungan kerja, hal ini akan berakibat tenaga kerja terpapar debu kapur dan
gas-gas pada konsentrasi maupun ukuran yang berbeda-beda. Efek terhadap saluran
pernapasan adalah terjadinya iritasi saluran pernapasan, peningkatan produksi
lendir, penyempitan saluran pernapasan, lepasnya silia dan lapisan sel selaput
lendir serta kesulitan bernapas.
Selain
itu industri pengolahan kayu merupakan salah satu industri yang pertumbuhannya
sangat pesat. Proses fisik pengolahan bahan baku untuk dijadikan mebel cenderung
menghasilkan polusi seperti partikel debu kayu. Industri mebel tersebut
berpotensi menimbulkan polusi udara di tempat kerja yang berupa debu kayu.
Penyakit gangguan fungsi paru akibat debu industri mebel mempunyai gejala dan
tanda yang mirip dengan penyakit paru lain yang tidak disebabkan oleh debu di
tempat kerja.
B.
Pendekatan
Ekspansionis Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri
Pendekatan
ekspansionis adalah suatu pendekatan untuk memahami sifat dasar hal-hal
kompleks dengan menyederhanakannya ke dalam interaksi dari bagian-bagiannya,
atau membuat suatu hal menjadi lebih sederhana atau lebih mendasar atau suatu
bahwa sistem yang kompleks tak lain hanyalah penggabungan komponen-komponennya.
Pendekatan ini membantu penegakan hubungan antara masalah kesehatan, kondisi
kesehatan lain dan kualitas hidup.
Gangguan fungsi paru pada pekerja industri diduga
diakibatkan oleh kadar debu dan lamanya terpapar debu di lingkungan kerja, masa
kerja yang menahun dan ketidak patuhan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).
Namun bila dilihat lebih seksama, terdapat factor risiko lain yang dapat
menyebabkan gangguan fungsi paru. Faktor risiko lain tersebut berasal dari
dalam diri pekerja industry tersebut, seperti status gizi, kebiasaan merokok
dan kebiasaan olahraga.
Dalam hal ini factor risiko tersebut dapat dikelompokkan
menjadi factor perilaku dan non perilaku. Faktor perilaku yang dimaksud adalah
status gizi, penggunaan APD, kebiasaan merokok dan kebiasaan olahraga. Adapun
factor non perilaku yaitu umur pekerja, masa kerja, lama paparan, dan kadar
debu.
Untuk itu dapat diketahui hubungan antara gangguan fungsi
paru yang dialami oleh pekerja industri secara menyeluruh dengan melihat factor
perilaku dan non perilaku. Melalui penelusuran tersebut dapat diketahui factor
apa saja yang erat kaitannya dan menyebabkan gangguan fungsi paru pada pekerja
industri.
C.
Diagnosis
Faktor Perilaku
Faktor perilaku yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi paru pada
pekerja industry adalah status gizi, penggunaan APD, kebiasaan merokok dan
kebiasaan olahraga. Bila ditinjau lebih lanjut, factor perilaku tersebut dapat
dicegah sehingga tidak menimbulkan gangguan fungsi paru seperti penggunaan APD,
kebiasaan merokok dan kebiasaan olahraga. Sedangkan status gizi merupakan
factor perilaku yang membutuhkan pengobatan agar tidak berisiko terhadap
gangguan fungsi paru. Adapun faktor non perilaku yang mengakibatkan gangguan
fungsi paru adalah umur pekerja, masa kerja, lama paparan, dan kadar debu. Faktor
non perilaku mengakibatkan gangguan fungsi paru tersebut tidak dapat dicegah dan
tidak dapat pula ditanggulangi.
1. Industri
Semen
a. Faktor
Perilaku
1) Hubungan
antara Status Gizi dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Semen
Tabel
1.1 Hubungan antara Status Gizi dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja
Industri Semen
No
|
Status Gizi
|
Fungsi Paru
|
OR
|
95% CI
|
||||||
Terganggu
|
Normal
|
Jumlah
|
|
|||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
Lower
|
Upper
|
|||
1
|
Kurang Baik
|
18
|
62,1
|
11
|
37,9
|
29
|
100
|
1,327
|
0,899
|
1,958
|
2
|
Baik
|
29
|
46,8
|
33
|
53,2
|
62
|
100
|
|||
Jumlah
|
47
|
51,6
|
44
|
48,4
|
91
|
100
|
X2
= 1,289 ; p value = 0,256
Dari
tabel 1.1 dapat dilihat hasil uji statistik dengan Chi Square Test menunjukkan
tidak ada hubungan status gizi dengan ganguan fungsi paru (X2 = 1,289 ; p value
= 0,256).
2) Hubungan
antara Penggunaan APD dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Semen
Tabel
1.2 Hubungan antara Penggunaan APD dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja
Industri Semen
No
|
Penggunaan APD
|
Fungsi Paru
|
OR
|
95% CI
|
||||||
Terganggu
|
Normal
|
Jumlah
|
|
|||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
Lower
|
Upper
|
|||
1
|
Tidak
Lengkap
|
23
|
40,4
|
34
|
59,6
|
57
|
100
|
0,572
|
0,390
|
0,838
|
2
|
Lengkap
|
24
|
70,6
|
10
|
29,4
|
34
|
100
|
|||
Jumlah
|
47
|
51,6
|
44
|
48,4
|
91
|
100
|
X2
= 6,633 ; p value = 0,010
Dari
tabel 1.2 dapat dilihat bahwa hasil uji statistik dengan Chi Square Test
menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara penggunaan APD dengan gangguan
fungsi paru (X2 = 6,633 ; p value = 0,010). Hasil analisis juga menunjukkan
penggunaan APD merupakan faktor protektif untuk terjadinya gangguan fungsi paru
(RP = 0,572; 95%CI = 0,390- 0.838). Hasil analisis menunjukkan bahwa pekerja
industry yang tidak menggunakan APD merupakan faktror protektif terhadap
gangguan fungsi paru.
3) Hubungan
antara Kebiasaan Merokok dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri
Semen
Tabel
1.3 Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja
Industri Semen
No
|
Kebiasaan
Merokok
|
Fungsi Paru
|
OR
|
95% CI
|
||||||
Terganggu
|
Normal
|
Jumlah
|
|
|||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
Lower
|
Upper
|
|||
1
|
Pernah Merokok
|
40
|
47,1
|
30
|
42,9
|
70
|
100
|
2,67
|
4,533
|
7,422
|
2
|
Tidak Pernah
Merokok
|
7
|
33,3
|
14
|
66,7
|
21
|
100
|
|||
Jumlah
|
47
|
51,6
|
44
|
48,4
|
91
|
100
|
X2
= 5,876 ; p value = 0,015
Dari
tabel 1.3 tersebut dilihat hasil uji statistic dengan Chi Square Test
menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan gangguan
fungsi paru (X2 = 4,375 ; p value = 0,036). Hasil analisis menunjukkan bahwa
pekerja industry yang merokok berisiko 2,67 kali terhadap gangguan fungsi paru.
4) Hubungan
antara Kebiasaan Olahraga dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri
Semen
Tabel
1.4 Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja
Industri Semen
No
|
Kebiasaan
Olahraga
|
Fungsi Paru
|
OR
|
95% CI
|
||||||
Terganggu
|
Normal
|
Jumlah
|
|
|||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
Lower
|
Upper
|
|||
1
|
Tidak Sering
|
22
|
43,1
|
29
|
56,9
|
51
|
100
|
0,690
|
0,464
|
1,026
|
2
|
Sering
|
25
|
62,5
|
15
|
37,5
|
40
|
100
|
|||
Jumlah
|
47
|
51,6
|
44
|
48,4
|
91
|
100
|
X2
= 5,876 ; p value = 0,015
Data
dari tabel 4 diketahui bahwa hasil uji statistik dengan Chi Square Test
menunjukkan tidak ada hubungan antara kebiasaan berolahraga dengan gangguan
fungsi paru (X2 = 2,635 ; p value = 0,105).
b. Faktor
Non Perilaku
1) Hubungan
antara Umur dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Semen
Tabel
1.5 Hubungan antara Umur dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri
Semen
No
|
Umur
|
Fungsi Paru
|
OR
|
95% CI
|
||||||
Terganggu
|
Normal
|
Jumlah
|
|
|||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
Lower
|
Upper
|
|||
1
|
> 40 Tahun
|
29
|
65,9
|
15
|
34,1
|
44
|
100
|
1,712
|
1,130
|
2,621
|
2
|
≤ 40 Tahun
|
18
|
38,8
|
29
|
61,7
|
47
|
100
|
|||
Jumlah
|
47
|
51,6
|
44
|
48,4
|
91
|
100
|
X2
= 5,876 ; p value = 0,015
Tabel
1.5 menunjukkan hasil uji statistik dengan Chi Square Test menunjukkan ada
hubungan yang bermakna antara umur dengan gangguan fungsi paru (X2 = 5,875 ; p
value = 0,015). Hasil analisis juga menunjukkan umur merupakan faktor risiko
untuk terjadinya gangguan fungsi paru (OR =1,721 ; p value =0,015 )
2) Hubungan
antara Masa Kerja dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Semen
Tabel
1.6 Hubungan antara Masa Kerja dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja
Industri Semen
No
|
Masa Kerja
|
Fungsi Paru
|
OR
|
95% CI
|
||||||
Terganggu
|
Normal
|
Jumlah
|
|
|||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
Lower
|
Upper
|
|||
1
|
≥ 15 Tahun
|
33
|
63,5
|
19
|
36,5
|
52
|
100
|
1,768
|
1,108
|
2,821
|
2
|
< 15 Tahun
|
14
|
35,9
|
25
|
64,1
|
39
|
100
|
|||
Jumlah
|
47
|
51,6
|
44
|
48,4
|
91
|
100
|
X2
= 5,721 ; p value = 0,017
Tabel
1.6 menunjukkan hasil uji statistic dengan Chi Square Test menunjukkan ada
hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan gangguan fungsi paru (X2 =
5,721 ; p value = 0,017). Hasil analisis menunjukkan bahwa pekerja industry
dengan masa kerja ≥ 15 Tahun berisiko 1,768 kali terhadap gangguan fungsi paru.
3) Hubungan
antara Lama Paparan dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Semen
Tabel
1.7 Hubungan antara Lama Paparan dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja
Industri Semen
No
|
Lama Paparan
|
Fungsi Paru
|
OR
|
95% CI
|
||||||
Terganggu
|
Normal
|
Jumlah
|
|
|||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
Lower
|
Upper
|
|||
1
|
>
8 Jam
|
13
|
54,2
|
11
|
45,8
|
24
|
100
|
1,067
|
0,689
|
1,653
|
2
|
≤ 8 Jam
|
34
|
50,7
|
31
|
49,3
|
67
|
100
|
|||
Jumlah
|
47
|
51,6
|
44
|
48,4
|
91
|
100
|
X2 = 0,002 ; p value =
0,960
Tabel
1.7 menunjukkan hasil uji statistik dengan Chi Square Test menunjukkan tidak
ada hubungan lama paparan dengan ganguan fungsi paru (X2 = 0,002 ; p value =
0,960).
4) Hubungan
antara Kadar Debu dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Semen
Tabel
1.8 Hubungan antara Kadar Debu dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja
Industri Semen
No
|
Kadar Debu
|
Fungsi Paru
|
OR
|
95% CI
|
||||||
Terganggu
|
Normal
|
Jumlah
|
|
|||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
Lower
|
Upper
|
|||
1
|
>
NAB
|
26
|
59,1
|
18
|
40,9
|
44
|
100
|
1,323
|
0,855
|
1,977
|
2
|
≤ NAB
|
21
|
44,7
|
26
|
55,3
|
47
|
100
|
|||
Jumlah
|
47
|
51,6
|
44
|
48,4
|
91
|
100
|
X2
= 5,876 ; p value = 0,015
Data
dari tabel 1.8 menunjukkan hasil uji statistik dengan Chi Square Test
menunjukkan tidak ada hubungan kadar debu semen dengan ganguan fungsi paru (x2
= 1,357 ; p = 0,244).
2. Industri
Pengolahan Kayu
a. Faktor
Perilaku
1) Hubungan
antara Status Gizi dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Pengolahan
Kayu
Tabel
2.1 Hubungan antara Status Gizi dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja
Industri Pengolahan Kayu
No
|
Status Gizi
|
Fungsi Paru
|
OR
|
95% CI
|
||||||
Terganggu
|
Normal
|
Jumlah
|
|
|||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
Lower
|
Upper
|
|||
1
|
Kurang Baik
|
4
|
50
|
4
|
50
|
8
|
100
|
1.400
|
0,301
|
6,505
|
2
|
Baik
|
15
|
41,7
|
21
|
58,3
|
36
|
100
|
|||
Jumlah
|
19
|
43,2
|
25
|
56,8
|
44
|
100
|
Dari
tabel 2.1 tersebut dapat diketahui hasil penelitian yang menunjukkan tidak ada
hubungan antara status gizi pekerja dengan gangguan fungsi paru menggunakan
analisis statistik uji chi square diperoleh nilai Odd Ratio = 1,400 (95%
CI = 0,301-6,505).
2) Hubungan
antara Penggunaan APD dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri
Pengolahan Kayu
Tabel
2.2 Hubungan antara Penggunaan APD dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja
Industri Pengolahan Kayu
No
|
Penggunaan APD
|
Fungsi Paru
|
OR
|
95% CI
|
||||||
Terganggu
|
Normal
|
Jumlah
|
|
|||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
Lower
|
Upper
|
|||
1
|
Tidak Lengkap
|
5
|
83,3
|
1
|
16,7
|
6
|
100
|
8,571
|
0,907
|
80,993
|
2
|
Lengkap
|
14
|
36,8
|
24
|
63,2
|
38
|
100
|
|||
Jumlah
|
19
|
43,2
|
25
|
56,8
|
44
|
100
|
Hasil
penelitian yang tertera pada tabel 2.2 menunjukkan tidak ada hubungan antara
penggunaan APD pekerja dengan gangguan fungsi paru menggunakan analisis
statistic uji chi square diperoleh nilai Odd Ratio = 8,571 (95% CI =
0,907-80,993).
3) Hubungan
antara Kebiasaan Merokok dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Pengolahan
Kayu
Tabel
2.3 Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja
Industri Pengolahan Kayu
No
|
Kebiasaan
Merokok
|
Fungsi Paru
|
OR
|
95% CI
|
||||||
Terganggu
|
Normal
|
Jumlah
|
|
|||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
Lower
|
Upper
|
|||
1
|
Pernah Merokok
|
3
|
60
|
2
|
40
|
5
|
100
|
2,158
|
1,698
|
11,346
|
2
|
Tidak Pernah
Merokok
|
16
|
41
|
23
|
59
|
39
|
100
|
|||
Jumlah
|
19
|
43,2
|
25
|
56,8
|
44
|
100
|
Tabel
2.3 menunjukkan ada hubungan antara kebiasaan merokok pekerja dengan gangguan
fungsi paru menggunakan analisis statistik uji chi square diperoleh
nilai Odd Ratio = 2,158 (95% CI = 1,698-11,346). Hasil analisis menunjukkan
pekerja industry yang merokok berisiko 2,158 kali terhadapa gangguan fungsi
paru.
4) Hubungan
antara Kebiasaan Olahraga dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Pengolahan
Kayu
Tabel
2.4 Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja
Industri Pengolahan Kayu
No
|
Kebiasaan
Olahraga
|
Fungsi Paru
|
OR
|
95% CI
|
||||||
Terganggu
|
Normal
|
Jumlah
|
|
|||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
Lower
|
Upper
|
|||
1
|
Tidak Sering
|
13
|
36,1
|
23
|
63,9
|
36
|
100
|
0,188
|
0,033
|
1,072
|
2
|
Sering
|
6
|
75
|
2
|
25
|
8
|
100
|
|||
Jumlah
|
19
|
43,2
|
25
|
56,8
|
44
|
100
|
Tabel
2.4 menunjukkan tidak ada hubungan antara kebiasaan olahraga pekerja dengan
gangguan fungsi paru menggunakan analisis statistik uji chi square diperoleh
nilai Odd Ratio = 0,188 (95% CI = 0,033-1,072).
b. Faktor
Non Perilaku
1) Hubungan
antara Umur dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Pengolahan Kayu
Tabel
2.5 Hubungan antara Umur dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri
Pengolahan Kayu
No
|
Umur
|
Fungsi Paru
|
OR
|
95% CI
|
||||||
Terganggu
|
Normal
|
Jumlah
|
|
|||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
Lower
|
Upper
|
|||
1
|
31-40 Tahun
|
12
|
38,7
|
19
|
61,3
|
31
|
100
|
0,541
|
0,146
|
2,003
|
2
|
20-30 Tahun
|
7
|
53,8
|
6
|
46,2
|
13
|
100
|
|||
Jumlah
|
19
|
43,2
|
25
|
56,8
|
44
|
100
|
Tabel
2.5 tersebut menunjukkan tidak ada hubungan antara umur pekerja dengan gangguan
fungsi paru menggunakan analisis statistik uji chi square diperoleh
nilai Odd Ratio = 0,541 (95% CI = 0,146-2,003).
2)
Hubungan
antara Masa Kerja dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Pengolahan
Kayu
Tabel 2.6
Hubungan antara Masa Kerja dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri
Pengolahan Kayu
No
|
Masa Kerja
|
Fungsi Paru
|
OR
|
95% CI
|
||||||
Terganggu
|
Normal
|
Jumlah
|
|
|||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
Lower
|
Upper
|
|||
1
|
10-15 Tahun
|
5
|
83,3
|
1
|
16,7
|
6
|
100
|
8,571
|
0,907
|
80,993
|
2
|
5-10 Tahun
|
14
|
36,8
|
24
|
63,2
|
38
|
100
|
|||
Jumlah
|
19
|
43,2
|
25
|
56,8
|
44
|
100
|
Tabel
2.6 menunjukkan tidak ada hubungan antara masa kerja pekerja dengan gangguan
fungsi paru menggunakan analisis statistik uji chi square diperoleh
nilai Odd Ratio = 8,571 (95% CI = 0,907-80,993).
3)
Hubungan
antara Lama Paparan dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri
Pengolahan Kayu
Tabel 2.7
Hubungan antara Lama Paparan dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri
Pengolahan Kayu
No
|
Lama Paparan
|
Fungsi Paru
|
OR
|
95% CI
|
||||||
Terganggu
|
Normal
|
Jumlah
|
|
|||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
Lower
|
Upper
|
|||
1
|
>
8 Jam
|
16
|
47,1
|
18
|
52,9
|
34
|
100
|
2,074
|
0,458
|
9,397
|
2
|
≤ 8 Jam
|
3
|
30
|
7
|
70
|
10
|
100
|
|||
Jumlah
|
19
|
43,2
|
25
|
56,8
|
44
|
100
|
Tabel
2.7 menunjukkan tidak ada hubungan antara lama paparan debu dengan gangguan
fungsi paru menggunakan analisis statistic uji chi square diperoleh
nilai Odd Ratio = 2,074 (95% CI = 0,458-9,397).
4) Hubungan
antara Kadar Debu dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Pengolahan
Kayu
Tabel
2.8 Hubungan antara Kadar Debu dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja
Industri Pengolahan Kayu
No
|
Kadar Debu
|
Fungsi Paru
|
OR
|
95% CI
|
||||||
Terganggu
|
Normal
|
Jumlah
|
|
|||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
Lower
|
Upper
|
|||
1
|
>
NAB
|
10
|
43,5
|
13
|
56,5
|
23
|
100
|
1,026
|
2,045
|
2,029
|
2
|
≤ NAB
|
9
|
42,9
|
12
|
57,1
|
21
|
100
|
|||
Jumlah
|
19
|
43,2
|
25
|
56,8
|
44
|
100
|
Tabel
2.8 menunjukkan ada hubungan antara tingkat paparan debu perseorangan dengan
gangguan fungsi paru menggunakan analisis statistik uji chi square diperoleh
nilai Odd Ratio = 1,026 (95% CI = 2,045-2,029). Hasil analisis juga menunjukkan
kadar debu merupakan faktor risiko untuk terjadinya gangguan fungsi paru.
3. Industri
Pengolahan Batu Kapur
a. Faktor
Perilaku
1) Hubungan
antara Status Gizi dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Batu Kapur
Tabel
3.1 Hubungan antara Status Gizi dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja
Industri Batu Kapur
No
|
Status Gizi
|
Fungsi Paru
|
OR
|
95% CI
|
||||||
Terganggu
|
Normal
|
Jumlah
|
|
|||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
Lower
|
Upper
|
|||
1
|
Kurang Baik
|
30
|
65,2
|
16
|
34,8
|
46
|
100
|
1,875
|
1,95
|
8,568
|
2
|
Baik
|
7
|
50
|
7
|
50
|
14
|
100
|
|||
Jumlah
|
37
|
61,7
|
23
|
38,3
|
60
|
100
|
Tab3l
3.1 menunjukkan ada hubungan antara status gizi pekerja dengan gangguan fungsi
paru menggunakan analisis statistik uji chi square diperoleh nilai Odd Ratio
= 1,875 (95% CI = 1,95-8,568). Pekerja industry yang memiliki status gizi
kurang baik berisiko 1,875 kali terhadap gangguan fungsi paru.
2) Hubungan
antara Penggunaan APD dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Batu
Kapur
Tabel
3.2 Hubungan antara Penggunaan APD dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja
Industri Batu Kapur
No
|
Penggunaan APD
|
Fungsi Paru
|
OR
|
95% CI
|
||||||
Terganggu
|
Normal
|
Jumlah
|
|
|||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
Lower
|
Upper
|
|||
1
|
Tidak Lengkap
|
18
|
62,1
|
11
|
37,9
|
29
|
100
|
1,033
|
1,677
|
2,931
|
2
|
Lengkap
|
19
|
61,3
|
12
|
38,7
|
31
|
100
|
|||
Jumlah
|
37
|
61,7
|
23
|
38,3
|
60
|
100
|
Data
pada tabel 3.2 menunjukkan ada hubungan antara penggunaan APD dengan gangguan
fungsi paru menggunakan analisis statistik uji chi square diperoleh
nilai Odd Ratio = 1,033 (95% CI = 1,677-2,931). Penggunaan APD merupakan factor
risiko terhadap gangguan fungsi paru.
3) Hubungan
antara Kebiasaan Merokok dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Batu
Kapur
Tabel
3.3 Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja
Industri Batu Kapur
No
|
Kebiasaan
Merokok
|
Fungsi Paru
|
OR
|
95% CI
|
||||||
Terganggu
|
Normal
|
Jumlah
|
|
|||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
Lower
|
Upper
|
|||
1
|
Pernah Merokok
|
17
|
63
|
10
|
37
|
27
|
100
|
1,105
|
1,848
|
3,149
|
2
|
Tidak Pernah
Merokok
|
20
|
60
|
13
|
39,4
|
33
|
100
|
|||
Jumlah
|
37
|
61,7
|
23
|
38,3
|
60
|
100
|
Tabel
3.3 menunjukkan ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan gangguan fungsi
paru menggunakan analisis statistik uji chi square diperoleh nilai Odd
Ratio = 1,105 (95% CI = 1,848-3,149). Kebiasaan merokok merupakan factor risiko
terhadap gangguan fungsi paru.
4) Hubungan
antara Kebiasaan Olahraga dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri
Batu Kapur
Tabel
3.4 Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja
Industri Batu Kapur
No
|
Kebiasaan
Olahraga
|
Fungsi Paru
|
OR
|
95% CI
|
||||||
Terganggu
|
Normal
|
Jumlah
|
|
|||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
Lower
|
Upper
|
|||
1
|
Tidak Sering
|
25
|
64,1
|
14
|
35,9
|
39
|
100
|
1,339
|
2,191
|
3,941
|
2
|
Sering
|
12
|
57,1
|
9
|
42,9
|
21
|
100
|
|||
Jumlah
|
37
|
61,7
|
23
|
38,3
|
60
|
100
|
Pada
tabel 3.4 dapat diketahui ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan
gangguan fungsi paru menggunakan analisis statistik uji chi square diperoleh
nilai Odd Ratio = 1,339 (95% CI = 2,191-3,941). Pekerja yang tidak sering
olahraga berisiko 1,339 kali terhadap gangguan fungsi paru.
b. Faktor
Non Perilaku
1) Hubungan
antara Umur dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Batu Kapur
Tabel
3.5 Hubungan antara Umur dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Batu
Kapur
No
|
Umur
|
Fungsi Paru
|
OR
|
95% CI
|
||||||
Terganggu
|
Normal
|
Jumlah
|
|
|||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
Lower
|
Upper
|
|||
1
|
31-40 Tahun
|
31
|
66
|
16
|
34
|
47
|
100
|
2,260
|
1,437
|
10,044
|
2
|
20-30 Tahun
|
6
|
46,2
|
7
|
53,8
|
13
|
100
|
|||
Jumlah
|
37
|
61,7
|
23
|
38,3
|
60
|
100
|
Tabel
3.5 menunjukkan ada hubungan antara umur dengan gangguan fungsi paru
menggunakan analisis statistik uji chi square diperoleh nilai Odd Ratio
= 2,260 (95% CI = 1,437-10,044). Umur merupakan factor risiko terjadinya
gangguan fungsi paru.
2)
Hubungan
antara Lama Paparan dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Batu
Kapur
Tabel 3.6
Hubungan antara Lama Paparan dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri
Batu Kapur
No
|
Lama Paparan
|
Fungsi Paru
|
OR
|
95% CI
|
||||||
Terganggu
|
Normal
|
Jumlah
|
|
|||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
Lower
|
Upper
|
|||
1
|
>
8 Jam
|
5
|
38,5
|
8
|
61,5
|
13
|
100
|
0,293
|
0,423
|
1,016
|
2
|
≤ 8 Jam
|
32
|
68,1
|
15
|
31,9
|
47
|
100
|
|||
Jumlah
|
37
|
61,7
|
23
|
38,3
|
60
|
100
|
Tabel
3.6 menunjukkan tidak ada hubungan antara status gizi pekerja dengan gangguan
fungsi paru menggunakan analisis statistik uji chi square diperoleh
nilai Odd Ratio = 0,293 (95% CI = 0,423-1,016).
Data
dari tiga perusahaan industri tersebut yaitu industri semen, industri
pengolahan kayu dan industri batu kapur dapat disimpulkan hubungan factor
risiko terhadap gangguan fungsi paru sebagai berikut:
Tabel
3.7 Hubungan Faktor Risiko terhadap Gangguan Fungsi Paru
Faktor
|
Perusahaan
Industri
|
|||
Semen
|
Kayu
|
Batu
Kapur
|
||
Non
Perilaku
|
Umur
|
Ada hubungan (OR=1,712)
|
Tidak ada hubungan
|
Ada hubungan (OR=2,260)
|
Perilaku
|
Starus
Gizi
|
Tidak ada hubungan
|
Tidak ada hubungan
|
Ada hubungan (OR=1,875)
|
Masa
Kerja
|
Ada hubungan (OR=1,768)
|
Tidak ada hubungan
|
-
|
|
Lama
Paparan
|
Tidak ada hubungan
|
Tidak ada hubungan
|
Tidak ada hubungan
|
|
Penggunaan
APD
|
Ada hubungan (OR=0,572)
|
Tidak ada hubungan
|
Ada hubungan (OR=1,033)
|
|
Kebiasaan
Merokok
|
Ada hubungan (OR=2,67)
|
Ada hubungan (OR=2,158)
|
Ada hubungan (OR=1,105)
|
|
Kebiasaan
Olahraga
|
Tidak ada hubungan
|
Tidak ada hubungan
|
Ada hubungan (OR=1,339)
|
|
Kadar
Debu
|
Tidak ada hubungan
|
Ada hubungan (OR=1,026)
|
-
|
Dari
tabel 3.7 tersebut dapat disimpulkan bahwa penyebab gangguan fungsi paru pada
pekerja industri terjadi karena factor perilaku dan non perilaku. Bila
ditelusuri lebih lanjut gangguan fungsi paru pada
pekerja industri tidak hanya diakibatkan oleh lingkungan kerja (factor non
perilaku) melainkan juga dipengaruhi oleh factor risiko lain dari dalam diri
pekerja itu sendiri (factor perilaku) seperti status gizi, kebiasaan merokok
dan kebiasaan olahraga. Dalam hal ini, factor yang paling berpengaruh terhadap
kejadian gangguan fungsi paru pada pekerja industry adalah kebiasaan merokok.
Hal tersebut dapat dilihat bahwa dari tiga data hasil penelitian yang ada, rata-rata
pekerja industri yang merokok dua kali lebih berisiko terhadap gangguan fungsi
paru.
D.
Memilih
Perilaku Sasaran dan Program Intervensi
1. Memilih
Perilaku Sasaran
Penentuan perilaku sasaran dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan nilai odds ratio setiap factor risiko dan menganalisisnya
berdasarkan tingkat kepentingan dan perubahannya. Perilaku sasaran dapat
dikelompokkan menjadi empat bagian yaitu penting dan dapat berubah, penting
tapi tidak dapat dirubah, tidak penting tapi dapat berubah dan tidak penting
dan tidak dapat diubah. Berikut adalah pemilihan perilaku sasaran factor
perilaku dan non perilaku terhadap gangguan fungsi paru pada pekerja industry.
|
Penting
|
Tidak Penting
|
Dapat Berubah
|
· Kebiasaan
Merokok
· Kebiasaan
Olahraga
· Status Gizi
|
· Penggunaan APD
|
Tidak Dapat Berubah
|
· Umur
· Kadar Debu
· Lama Paparan
|
· Masa Kerja
|
2. Program
Intervensi
a.
Intervensi
Rokok
Merokok adalah hak asasi
manusia dan tidak ada seorang pun yang berhak melarangnya, apalagi sampai
memotong gaji hanya karena merokok. Hak asasi untuk hidup sehat bebas dari asap
rokok juga bukan berarti kemudian melarang hak asasi perokok dengan
"menyingkirkan" mereka seperti "virus dan pesakitan". Dalam
hal ini perlu dilakukan sosialisasi yang mendalam guna merubah paradigm pekerja
industri secara perlahan dan efektif terhadap rokok. Bagi pekerja industri yang
merokok agar mengurangi dan bila perlu menghindari perilaku yang dapat
menyebabkan berbagai masalah kesehatan tersebut, dalam kasus ini adalah
gangguan fungsi paru. Sedangkan bagi para pekerja industri yang tidak merokok
diharapkan menjaga komitmennya untuk tetap tidak merokok.
Salah satu bentuk intervensi
rokok pada lingkungan kerja industri yaitu dengan penyuluhan ataupun
sosialisasi mendalam mengenai bahaya rokok dan informasi mengenai cara ampuh
berhenti merokok. Untuk mendukung penyuluhan ataupun sosialisasi tersebut,
perlu dimaksimalkan peraturan “lingkungan kerja tanpa asap rokok”. Hal tersebut
mungkin tidak menjamin para pekerja industry untuk berhenti merokok. Namun
setidaknya dengan adanya aturan tersebut, para pekerja yang notabene
menghabiskan sebagian besar waktunya ditempat kerja bisa mengurangi konsumsi
rokok yang membahayakan kesehatannya dan pekerja disekitarnya.
b.
Intervensi Pembiasaan Olahraga
Olahraga adalah aktivitas untuk melatih tubuh seseorang,
tidak hanya secara jasmani tetapi juga secara rohani (misalkan catur). Aktivitas olahraga tidak
hanya dapat dilakukan pada tempat tertentu. Olahraga dapat dilakukan ditempat
kerja. Hal kecil pun bisa diperhitungkan sebagai olahraga, misalnya saja
berjalan ke kantin saat sedang istirahat makan siang. Salah satu intervensi pembiasaan olahraga ditempat kerja yaitu dengan menerapkan aturan pembatasan
penggunaan lift yang bertujuan agar pekerja industry mampu memanfaatkan tangga
sebagai fasilitas olahraga. Selain itu intervensi pembiasaan olahraga dapat
pula dilakukan dengan mengadakan senam bersama dilingkungan kerja pada akhir pekan
atau pada hari tertentu sehingga para pekerja memiliki waktu untuk berolahraga
tanpa takut pekerjaannya terganggu.
c.
Intervensi terhadap Status Gizi
Status gizi didefinisikan
sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan
masukan nutrien. Untuk itu status gizi tentu berpengaruh terhadap kesehatan
para pekerja industri. Apabila kondisi kesehatannya terganggu, produktivitas
pekerja tersebut juga menurun. Untuk itu diperlukan intervensi mengenai gizi
kerja.
Gizi kerja adalah nutrisi /
kalori yang dibutuhkan tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan
jenis pekerjaan yang bertujuan untuk mencapai tingkat kesehatan tenaga kerja
dan produktivitas yang setinggi-tingginya. Kekurangan atau kelebihan energi sama-sama
tidak baik untuk keselamatan dan kesehatan kerja. Kebutuhan akan kalori dan
zat-zat gizi bagi pekerja laki-laki dan perempuan berbeda. Selain itu kebutuhan
makanan para pekerja juga dibedakan berdasarkan beban kerja dan jam kerja
pekerja itu sendiri. Untuk itu pada
perusahaan industri diperlukan tenaga kerja yang mengetahui betul tentang gizi
kerja dan mampu menerapkan prinsipnya pada lingkungan kerja tersebut.
Salah satu intervensi nyata
guna memperbaiki status gizi para pekereja adalah dengan pengadaan kantin sehat
di lingkungan kerja industry yang berpegang pada prinsip gizi kerja sehingga
para pekerja mampu mencapai tingkat kesehatan tenaga kerja dan produktivitas
yang setinggi-tingginya.
Daftar
Pustaka
Khumaidah. 2009. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Fungsi
Paru pada Pekerja Mebel PT Kota Jati Furnindo Desa Suwawal Kecamatan Mlonggo
Kabupaten Jepara. Tesis Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Mengkidi, Dorce. 2006. Gangguan Fungsi Paru dan Faktor yang Mempengaruhi
pada Karyawan PT.Semen Tonasa Pangkep Sulawesi Selatan. Tesis Pascasarjana
Universitas Diponegoro Semarang.
Yulaekah, Siti. 2007. Paparan Debu Terhirup dan Gangguan Fungsi Paru pada
Pekerja Industri Batu Kapur (Studi di Desa Mrisi Kecamaan Tanggungharjo
Kbupaten Grobogan). Tesis Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.
No comments:
Post a Comment