Fira terlihat
sedang sibuk menyiapkan makan malam untuk adiknya Caca. Padahal waktu sudah
menunjukkan pukul 23.06 dini hari. Bagi mereka tidak ada perbedaan yang berarti
antara siang dan malam. Hal tersebut tidaklah aneh bagi Fira yang mengidap Agoraphobia sejak usia enam belas tahun.
Agoraphobia adalah ketakutan
berada di tempat dimana bantuan tidak tersedia sehingga penderita agoraphobia
selalu takut pada kerumunan bahkan menjadi penyendiri. Sedangkan Caca yang lebih muda sepuluh tahun tersebut tidak
pernah mengerti alasan dirinya harus menjalani hidup seakan dirinya pun
mengidap penyakit yang sama dengan kakaknya tersebut. Mereka tumbuh menjadi
anak yatim piatu dengan baik namun tidak mampu bersosialisasi. Beruntung mereka
memiliki bibi yang setia mengurus kebutuhannya. Bahkan keduanya hanya mampu mengenyam pendidikan secara pribadi di
istananya tersebut.
Setelah
menikmati makan malam berupa sup hangat buatan kakaknya, Caca bergegas menuju
kamar mandi dan segera membersihkan wajah dan kakinya seraya bersiap untuk
tidur. Setelah membereskan sisa makan malam, Fira pun menyusul adik semata
wayangnya tersebut. Dilihatnya Caca tertidur pulas dibawah selimut biru gelap
bercorak bintang. Fira tertunduk sejenak. Lalu tanpa sadar langkah kakinya
menuntunnya pada sebuah rak buku besar. Diambilnya sebuah buku favorit milik
ayahnya. Buku tersebut tampak lusuh dan usang. Tidak seperti ayah dan ibunya yang
maniak buku, Fira memiliki maksud lain. Dia mengambil selembar foto diantara
halaman buku yang mulai lepas dari perekatnya itu. Selembar foto itu merupakan
hasil selfie terakhirnya dan Caca bersama kedua orang tua mereka. Dalam gambar
tersebut terlihat senyum yang merekah dibawah langit biru dengan ribuan untaian
kembang api. Foto tersebut memang diambil tepat empat tahun yang lalu, pada
pergantian tahun sekaligus hari jadi Fira. Dia menatap foto itu lekat-leka. Sebelum
semakin terbawa suasana, Fira buru-buru mengembalikan foto tersebut.
Hari penutup
tahun tiba. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Caca kembali menuntut untuk
merayakan pergantian tahun sekaligus hari jadi kakaknya tersebut diluar rumah. Dan
tentu seperti tahun-tahun sebelumnya kakaknya menolak. Bagi Fira tidak ada yang
special dihari itu. Caca yang merasa tidak diindahkan diusia yang kesekian
berlari menuju kamar dan melemparkan dirinya diatas tempat tidur. Caca terisak.
Dia kecewa karena lagi-lagi harus melewati moment penting tersebut dirumah.
Berbeda dengan Fira, Caca yang mewarisi hobby kedua orang tuanya segera
menghampiri rak buku. Dicarinya sebuah buku yang belum pernah dia baca
sebelumnya. Sampai pilihannya jatuh pada buku cokelat dibaris ketiga. Buku
tersebut merupakan tempat Fira menyembunyikan kenangan terakhir mereka bersama
kedua orang tuanya. Caca menemukannya. Dia tidak ingat sedikitpun moment
tersebut karena saat itu usianya masih enam tahun. Meski begitu rasa senang
memenuhinya kala melihat foto tersebut.
Setelah
memandang foto yang benar-benar tampak bahagia tersebut, Caca mulai penasaran
apa yang terjadi pada orang tuanya. Selama ini dia hanya mengetahui bahwa kedua
orang tuanya ke Surga dan mengawasinya dari sana. Tapi dia tidak berniat
menanyakan penyebab kematian kedua orang tuanya tersebut pada Fira yang tentu
saja akan menolak. Setelah cukup lama memandang latar belakang foto tersebut,
Caca mengumpulkan keberanian. Selama ini dia hanya berdiam diri dirumah karena
menghormati perintah kakaknya. Tapi tidak hari itu. Caca segera mengenakan
sepatu merah andalannya dan bergegas meninggalkan rumah melalui pintu belakang,
tanpa sepengetahuan Fira tentunya.
Waktu
menunjukkan pukul 13.27 siang. Fira baru saja selesai memanaskan sisa sup
semalam untuk tambahan menu makan siang. Setelah semuanya siap, dia memanggil
adiknya dengan panggilan-panggilan lembut. Tidak ada jawaban. Fira tidak lagi
heran, bukankah sebelumnya Caca ngambek lantaran permintaannya kembali tidak
diindahkan oleh kakaknya. Setelah tiga sampai empat kali memanggil, Fira
memutuskan mencari adiknya disetiap sudut rumah. Dari ruang tengah ke ruang
tamu sampai ke kamar mandi, tapi nihil. Fira menyadari tidak ada tanda
keberadaan Caca. Padahal biasanya Caca hanya menonton acara televisi
favoritnya. Fira berjalan cepat menuju kamar. Dia hanya mendapati kamar kosong.
Dilihatnya ada yang aneh pada rak buku. Fira menyadari hilangnya foto kenangan
terakhir mereka. Fira menyadari hilangnya Caca tidak lain karena setelah
melihat foto tersebut.
Fira berpikir
keras. Tetiba dia menyadari betapa pentingnya sebuah handphone yang sejak dulu
tidak diperbolehkannya untuk Caca. Disaat genting seperti ini yang bisa dia
lakukan hanyalah menghubungi bibinya. Namun handphone bibinya sedang tidak dapat dihubungi.
Kegelisahan Fira makin menjadi-jadi. Apa yang harus dia lakukan ketika tidak ada
seorang pun disana dan menyadari dirinya tidak mampu melangkahkan kakinya
keluar rumah ?
Hari semakin
malam. Caca tak kunjung kembali. Memori empat tahun silam mulai berputar-putar
di kepala Fira. Rasa khawatirnya semakin menjadi-jadi sampai dia memutuskan
untuk menyusul adinya tersebut. Langkah demi langkah dia ambil. Sampai Fira
berdiri diambang pintu depan rumah. Kakinya gemetaran. Keringatnya mengucur
deras. Nafasnya terengah-engah. Ini kali pertama dia melihat dunia luar setelah
empat tahun berlalu. Letusan kembang api dilangit malam pergantian tahun baru
itu semakin mengganggunya. Fira begitu takut tapi dia jauh lebih
mengkhawatirkan adik satu-satunya, Caca. Fira memberanikan diri berlari
menyusuri jalan yang malam itu begitu ramai. Langkahnya begitu lemah serta
pandangannya yang tak lagi focus membawanya ketempat empat tahun yang lalu.
Disanalah tempat terakhir Fira tertawa
bersama keluarga lengkapnya. Air mata Fira mengalir deras. Bukan hanya karena
kenangan empat tahun silam yang menyerangnya, melainkan dia mendapati Caca
adiknya sedang duduk terdiam dan menengadah menghadap langit menikmati malam
pergantian tahun baru. Fira berlari kecil sembari memeluk adiknya. Caca
terkejut seketika melihat kakaknya yang selama ini begitu menghindari keramaian
kini berada disampingnya dan mendekapnya hangat.
Dengan
senyuman yang manis Caca menatap langit malam. Dia berbisik mengucapkan selamat
untuk Fira yang kala itu tepat berumur dua puluh tahun. Fira menatapnya penuh
rasa bersalah. Ditengah dinginnya malam, dibawah cahaya ribuan kembang api,
Fira kembali memeluk adiknya. Dia memulai obrolan dengan suara tercekat.
Sedangkan Caca menikmati suasana dan menanti-nanti kemana arah pembicaraan
kakanya tersebut. Fira menceritakan kejadian empat tahun silam, kejadian yang
sama sekali tidak pernah diingat oleh Caca. Kala itu Fira, Caca dan kedua orang
tuanya berkumpul ditempat dan dimoment yang sama. Mereka begitu bahagia hari
itu. Senyum kedua orang tuanya pun masih teringat jelas dalam benak Fira. Malam
itu ayahnya berpesan padanya untuk menjaga Caca. Sembari mengelus kepala Fira
dan Caca ibunya tersenyum ceria dan mengabadikan moment itu dalam selembar foto
yang kini membawa Caca dan Fira kembali ketempat tersebut. Fira tidak menyangka
kalau hari itu adalah moment terakhir bersama mereka. Sepulang perayaan semalam
suntuk tersebut, keluarga mereka mengalami kecelakaan. Mobil Avanza merah yang
dikendarai ayahnya menabrak pembatas jalan dan terbalik. Fira dan Caca
beruntung bisa selamat dari kecelakaan maut tersebut. Meski Fira harus
menghabiskan waktunya sebagai penderita Agoraphobia
karena kejadian tersebut.
Caca menghela
nafas panjang. Dia beranjak dari pelukan Fira. Ditatapnya wajah kakaknya dengan
penuh rasa iba. Kenyataan yang baru saja diungkapkan kakaknya tersebut
membuatnya mengerti alasan selama ini kakaknya begitu takut dengan keramaian
dan mengasingkannya dari dunia luar. Semuanya tidak lain karena Fira takut
kehilangan dirinya sama seperti kehilangan orang tuanya. Bak sebuah cermin
kedua perempuan cantik tersebut saling menatap dan meneteskan air mata. Satu hal dimengerti Caca malam itu,
kalau kakaknya yang selama ini bersikap keras padanya untuk tidak meninggalkan
rumah ternyata begitu menyayanginya. Fira juga memetik pelajaran dari kenangan
tersebut, agar dia mampu tegar menghadapi hari esok karena dia tidaklah
sendiri.
Inspired from Lara
No comments:
Post a Comment