Monday, October 8, 2012

Gak Boleh Galau lagi :)







Semua orang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Sebagian besar teman-teman Kalasi sibuk rapat tentang kepanitiaan BSLT, kakak-kakak himapid sibuk dengan acara donor darahnya, teman-teman Kalasi yang tidak mengikuti rapat seperti saya sedang sibuk mengerjakan tugas biostatistiknya dan ada juga yang hanya duduk menikmati suasana siang ini. Sedangkan saya hanya sibuk melihat sekitar sambil sedikit menahan rasa haus. Sampai saya memutuskan untuk pulaang dengan sedikit berbasa-basi pada Lara. Dan mengulangi basa-basi yang sama pada Ica dan Nunu ditempat yang berbeda. Seperti biasanya, ketika menaiki angkutan umum hal yang paling pertama saya lakukan adalah memeriksa semua barang yang untuk menghindari ketertinggalan ataupun keterceceran barang-barang saya. Meskipun map saya yang tampaknya kamseupay abis itu, siapa yang tau kalau isinya itu berkas dan data-data penting. Saking sibuknya memeriksa barang, ketika saya mendongakkan kepala, angkutan umum tersebut sudah melaju dipintu dua. Sapai ketika engkutan umum tersebut berhenti disamping gerbang BTP sayapun masih saja membereskan barang-barang yang saya otak-atik sebelumnya. Setelah kesibukan yang tidak begitu penting, saya mulai memandang kesegala arah. Saya sedikit terkaget karena seorang nenek dan cucunya terjatuh karena sedang menaiki angkutan umum yang saya tumpangi namun dalam keadaan bergerak karena si supir tidak mengetahui keberadaan nenek tersebut. Sampai ketika nenek tersebut duduk dihadapan saya dan menebar senyum ikhlas dan sedikit bercerita bahwa beliau diturunkan oleh supir angkutan umum sudiang karena alas an yang tidak diketahuinya. Jujur saya tidak begitu peduli dengan dengan cerita tentang angkutan umum sudiang tersebut karena pandangan saya terfokus pada sosok kurus kecil yang dipangku nenek tersebut. Anak tersebut terlihat tidak mampu bergerak sesuka hatinya, mengeluarkan sedikit air liur dari sudut senyumnya dan rebah dipangkuan nenek tersebut. Mungkn untuk menjawaab kepenasaran ekspresi saya, nenek tersebut berkata “sakit ki kasian, julas tahun mi”. dan seorang ibu disamping saya meresponnya “tujuh tahun mi di, kasiannya. Dari lahir mi bu cucu ta begini ?”. sang nenek yang masih saja tersenyum ikhlas menjawab “ye tujuh belas tahun mi bu, maunya SMA mi kodong tapi dari lahir memang begini kasian anakku, mau mi diapa, takdir, diterima mami”. Setengah kaget saya melihat sosok dipangkuan nenek tersebut yang tampaknya berumur tujuh tahun tersebut ternyata jauh lebih tua dari yang terlihat. Ditambah lagi sosoknya yang tampak seperti lelaki tapi anting ditelinganya mengumumkan kalau dia adalah cewek yang kecantkannya tertutupi oleh penyakit yang dideritanya. Itu membuat saya menghayal sejenak. Seandainya saya berada diposisi anak itu, sudah pasti perasaan saya hancur sehancur-hancurnya karena tidak bisa merasakan berbagai hal yang sama dengan normalnya orang-orang, entah itu rapat, mengerjakan tugas, mengikuti kegiatan bakti social atau bahkan hanya duduk memperhatikan orang-orang sekitar. Bahkan hanya untuk duduk pun masi membutuhkan bantuan dari seorang mama yang usianya sudah cukup tua untuk memangku dan merawat selayaknya bayi. Atau saya membayangkan seandainya nenek tersebut adalah saya. Saya tidak bisa memastikan kalau saya bisa setegar beliau atau bahkan tersenyum tulus seperti beliau sambil memangku seorang remaja yang seharusnya sudah mandiri dan siap untuk hidup sendiri tanpa saya kelak. Saya pun tidak akan mampu mampu membawa sosok kecil seperti itu untuk keluar dan menjadi tontonan anak-anak kecil yang melihatnya dengan jijik namun mereka balas dengan senyum yang sepertinya mereka baik-baik saja meskipun beban mereka berat.

2 comments: