BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah
Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan Aedes
albopitus. Faktor – faktor yang mempengaruhi kejadian Demam
Berdarah Dengue sangat kompleks, antara lain iklim dan pergantian musim,
kepadatan penduduk, mobilitas penduduk dan transportasi. Berdasarkan kejadian
dilapangan dapat diidentifikasikan factor utama adalah kurangnya perhatian
sebagian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan tempat tinggal. Sehingga
terjadi genangan air yang menyebabkan berkembangnya nyamuk. Insiden dan
prevalensi penyakit Demam Berdarah Dengue menimbulkan kerugian pada individu,
keluarga dan masyarakat. Kerugian ini berbentuk kematian, penderitaan,
kesakitan, dan hilangnya waktu produktif.
Penyakit demam berdarah
dengue menjadi momok tiap tahun. Indonesia pernah mengalami kasus terbesar
(53%) DBD pada tahun 2005 di Asia Tenggara yaitu 95.270 kasus dan kematian
1.298 orang (CFR = 1,36 %) (WHO, 2006). Jumlah kasus tersebut meningkat menjadi
17% dan kematian 36% dibanding tahun 2004. Banyak faktor yang mempengaruhi
kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue. Beberapa di antaranya adalah factor
inang (host), lingkugan (environment) dan faktor penular serta
patogen (virus).
Insiden di Indonesia
antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989-1995) dan pernah meningkat tajam
saat Kejadian Luar Biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, hingga
tahun 2005 masih ada daerah berstatus
Kejadian Luar Biasa, sampai mei tahun 2005 di seluruh Indonesia tercatat 28.224
kasus dengan jumlah kematian 348 orang, hingga awal oktober 2005 kasus demam
berdarah dengue di 33 propinsi tercatat 50.196 kasus dengan 701 diantaranya
meninggal. Dari data di atas menunjukkan peningkatan hampir 2 kali lipat dari
mei hingga awal oktober 2005.
Demam berdarah dengue merupakan
penyakit yang bisa mewabah. Usaha untuk mengatasi masalah penyakit tersebut di
Indonesia telah puluhan tahun dilakukan, berbagai upaya pemberantasan vector,
tetapi hasilnya belum optimal. Secara teoritis ada empat cara untuk memutuskan
rantai penularan demam berdarah dengue, yaitu melenyapkan virus, isolasi
penderita, mencegah gigitan nyamuk dan pengendalian vector. Untuk pengendalian
vector dilakukan dengan tujuh cara yaitu dengan cara kimiawi, mekanis, fisik,
biologis, biofisikal, secara undang-undang dan integrasi. Namun angka penderita
dan kematian demam berdarah selalu meningkat. Untuk itu penulis menyusun
makalah ini, menyadari perlu adanya pengetahuan tentang pengendalian vector
demam berdarah menggunakan bahan kimia dan secara biologis.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana dosis efektif pengendalian vektor demam
berdarah dengue menggunakan insektisida LADEN 500EC (b.a Malathion 500 g/l) ?
2. Apakah Bacillus thuringiensis H-14 mampu
menjadi salah satu cara biologis dalam pengendalian vector demam berdarah
dengue ?
3. Apakah dampak kesehatan dari penegndalian demam
berdarah dengue menggunakan insektisida dan pengendalian demam berdarah
menggunakan Bacillus Thuringiensis
H-14 ?
4. Apakah pengendalian menggunakan insektisida
laden500EC (b.a Malathion 500g/l) atau Bacillus
Thuringiensis H-14 sebagai cara biologis yang
lebih baik digunakan sebagai bentuk pengendalian demam berdarah dengue ?
C. Tujuan
Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk:
1.
Mengetahui
dosis efektif pengendalian vektor demam berdarah dengue
menggunakaln insektisida LADEN 500EC (b.a Malathion 500 g/l).
2.
Mengetahui
kemampuan Bacillus Thuringiensis H-14 menjadi salah satu cara biologis
dalam pengendalian vector
demam berdarah dengue .
3. Mengetahui dampak kesehatan dari pengendalian demam berdarah dengue menggunakan
insektisida LADEN 500EC (b.a Malathion 500 g/l) dan pengendalian demam berdarah menggunakana Bacillus Thuringiensis H-14.
4. Mengetahui bentuk pengendalian demam berdarah dengue
yang baik antara pengendalian menggunakan insektisida laden500EC (b.a Malathion
500g/l) atau Bacillus Thuringiensis
H-14 sebagai cara
biologis.
D. Manfaat
Penulisan
1.
Diharapkan dapat dijadikan sebagai
salah satu sumber pengetahuan tentang pengendalian vektor demam berdarah dengue secara kimia.
2. Diharapkan
dapat dijadikan sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Dasar-dasar Kesehatan
Lingkungan.
BAB II
HASIL PENELITIAN
DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. insektisida LADEN 500EC (b.a Malathion
500 g/l)
Penelitian
dilakukan di wilayah Kelurahan Kutowinangun, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga,
Jawa Tengah pada bulan Juli 2007. Hasil pengamatan tentang knocdown time (KT50 &
KT95 dan
kematian nyamuk uji Ae. aegypti) setelah terpapar insektisida LADEN
500EC dosis 250, 500, 750 dan 1000 ml/ha, dengan pembanding insektisida RIDER
500EC (dosis 1000 ml/ha) dengan aplikasi pengasapan (thermal fogging)
dengan pelarut solar, pengamatan di dalam dan di luar rumah. Disajikan pada
tabel 1 dan 2.
Tabel
1. Kematian (%), KT50 dan KT95 nyamuk Ae. aegypti setelah
aplikasi pengasapan (thermal fogging) Insektisida LADEN 500EC (pelarut
solar) di dalam dan di luar rumah
Dosis insektisida LADEN 500 EC
(ml/ha)
|
Dalam Rumah
|
Luar Rumah
|
||||
KT50
|
KT95
|
Kematian (%)
|
KT50
|
KT95
|
Kematian (%)
|
|
( menit)
|
( menit)
|
|||||
250
|
23,59
|
80,36
|
88,8
|
45,02
|
158,86
|
77,2
|
500
|
21,32
|
76,29
|
96,0
|
38,01
|
149,95
|
83,2
|
750
|
11,91
|
28,90
|
100
|
18,95
|
37,45
|
100
|
1000
|
8,10
|
16,65
|
100
|
14,32
|
24,76
|
100
|
Pembanding
|
||||||
Rider 500 EC
dosis 1000
|
9,30
|
17,08
|
100
|
14,72
|
28,26
|
100
|
Keterangan :
1) Uji probit waktu
kelumpuhan nyamuk selama 60 menit pengamatan pasca pengasapan
2) LDN : LADEN 500 EC; RDR :
RIDER 500EC
Tabel 2. Kematian (%), KT50 dan KT95 nyamuk
Ae. aegypti setelah aplikasi pengasapan (thermal fogging)
Insektisida LADEN 500EC (pelarut air) di dalam dan di luar rumah
Dosis insektisida LADEN 500 EC
(ml/ha)
|
Dalam Rumah
|
Luar Rumah
|
||||
KT50
|
KT95
|
Kematian (%)
|
KT50
|
KT95
|
Kematian (%)
|
|
( menit)
|
( menit)
|
|||||
250
|
23,89
|
82,98
|
88,0
|
45,75
|
163,39
|
76,4
|
500
|
24,13
|
73,58
|
95,2
|
39,74
|
139,72
|
82,4
|
750
|
18,14
|
45,20
|
100
|
25,21
|
65,93
|
100
|
1000
|
12,00
|
27,63
|
100
|
17,96
|
39,67
|
100
|
1000 (RDR)
|
14,82
|
38,84
|
100
|
21,45
|
48,77
|
100
|
250
|
23,89
|
82,98
|
88,0
|
45,75
|
163,39
|
76,4
|
Keterangan :
1) Uji probit waktu
kelumpuhan nyamuk selama 60 menit pengamatan pasca pengasapan
2) LDN : LADEN 500
EC; RDR : RIDER 500EC
Berdasarkan
perhitungan probit, waktu kelumpuhan = KT50 insektisida LADEN 500EC dosis
(500, 750 dan 1000 ml/ha) pelarut solar, terhadap Ae. aegypti di dalam
rumah, masing-masing adalah 21,32; 11,91 dan 8,10 menit, sedangkan RIDER 500EC
dosis 1000 ml/ha sebagai pembanding adalah 9,30 menit. Tetapi kematian nyamuk Ae.
aegypti di dalam rumah setelah pengasapan insektisida LADEN 500EC dosis 750
dan 1000 ml/ha, serta pembanding RIDER 500EC dosis 1000 ml/ha adalah 100%.
Waktu kelumpuhan KT50, insektisida LADEN 500EC dosis (500, 750 dan 1000
ml/ha) pelarut solar, terhadap Ae. aegypti di luar rumah, masing-masing
adalah 38,01; 18,95 dan 14,32 menit, sedangkan RIDER 500EC dosis 1000 ml/ha
sebagai pembanding adalah 14,72 menit. Kematian nyamuk Ae. aegypti di
luar rumah setelah pengasapan LADEN 500EC dosis 750 dan 1000 ml/ha, maupun
pembanding RIDER 500EC dosis 1000 ml/ha adalah 100%.
Perlakuan
insektisida LADEN 500EC (pelarut solar) terhadap nyamuk Ae. aegypti, pada
analisis probit (waktu
kelumpuhan KT50),
insektisida LADEN 500EC dosis (500, 750 dan 1000 ml/ha) pelarut air, terhadap
nyamuk uji Ae. aegypti di dalam rumah, masing-masing adalah 24,13; 18,14
dan 12,00 menit, sedangkan RIDER 500EC dosis 1000 ml/ha sebagai pembanding
(pelarut air) adalah 14,82 menit. Kematian nyamuk uji Ae. aegypti di
dalam rumah aplikasi pengasapan LADEN 500EC dosis 750 dan 1000 ml/ha (pelarut
air) adalah 100% sebanding dengan RIDER 500EC (pelarut air) dosis 1000 ml/ha.
Perhitungan probit, insektisida LADEN 500EC dosis (500, 750 dan 1000 ml/ha)
pelarut air, waktu kelumpuhan KT50 terhadap Ae. aegypti di luar
rumah, masing-masing adalah 39,74; 25,21 dan 17,96 menit, sedangkan RIDER 500EC
(pelarut air) dosis 1000 ml/ha sebagai pembanding adalah lebih lambat daripada
LADEN 500EC dosis 1000 ml/ha 21,45 menit. Kematian nyamuk uji Ae. aegypti di
luar rumah setelah pengasapan insektisida LADEN 500EC dosis 750 dan 1000 ml/ha,
adalah 100%, sama dengan pembanding RIDER 500EC dosis 1000 ml/ha.
Hasil
pengujian menunjukkan bahwa tidak ada kematian jentik nyamuk Ae. aegypti setelah
aplikasi pengasapan insektisida LADEN 500EC (dosis 250, 500, 750 dan 1000
ml/ha) dan insektisida RIDER 500EC dosis 1000 ml/ha (pelarut solar maupun air)
baik di dalam maupun di luar rumah. Pada analisis statistik dengan uji X2,
terbukti ada perbedaan kematian yang bermakna pada tiap-tiap dosis yang diuji
(P<0 1000="1000" 500="500" 500ec="500ec" 750="750" ada="ada" air="air" b.a="b.a" bermakna="bermakna" dalam="dalam" dan="dan" dilarutkan="dilarutkan" dosis="dosis" efektif="efektif" g="g" ha="ha" insektisida="insektisida" l="l" laden="laden" malathion="malathion" maupun="maupun" ml="ml" p="p" pada="pada" perbedaan="perbedaan" solar="solar" tetapi="tetapi" tidak="tidak" yaitu="yaitu" yang="yang">0,05), artinya dosis tersebut
mempunyai kemampuan yang sama untuk membunuh nyamuk nyamuk Ae. Aegypti.0>
2.
Bacillus
Thuringiensis H-14
Hasil
yang diperoleh pada penelitian pendahuluan adalah B. thuringiensis H-14 yang
ditumbuhkan pada media air cucian beras ahsilnya dapat tumbuh dan berkembang
dengan jumlah sel hidup sebanyak 1,47 x 106 sel/ml. uji patogenesi
dengan konsentrasi 0,1 ml/100 ml terhadap larva nyamuk An. Aconitus dan Ae. Aegypti berturut-turut diperoleh
kematian sebesar 100% setelah 24 jam perlakuan dan 0 % pada control.
Penelitian B. thuringiensis H-14 galur lokal yang dikembangkan dalam
media air cucian beras C4 dan patogenisitasnya terhadap larva nyamuk
An. Aconitus dan Ae. Aegypti . hasilnya disajikan pada table 1. Konsentrasi B. thuringiensis H-14 galur lokal dapat mematikan 50 % dan
90 % larva nyamuk An. Aconitus setelah
24 jam pengamatan sebesar 0,024 ml/100 ml (LC50) dan 0,048 ml/100 ml
(LC90). Setelah 48 jam pengamatan membutuhkan konsentrasi 0,013
ml/100 ml (LC50) dan 0,035 ml/100 ml (LC90). Untuk larva
nyamuk Ae. Aegypti memerlukan konsentrasi sebesar 0,002 ml/100 ml (LC50)
dan 0,005 ml/100 ml (LC90). Konsentrasi yang diperlukan pada 48 jam
pengamatan, yaitu sebesar 0,0004 ml/100 ml (LC50) dan 0,003 ml/100
ml (LC90). Sedangkan kematian larva pada control sebesar 0%.
Table 1. Patogenisitas
B. thuringiensis H-14 galur lokal
dalam mesia air cucian beras terhadap larva yamuk Ae. Aegypti di laboratorium
Kematian 50% dan 90 % larva nyamuk
sesudah pengujian
|
||||||||
24 jam
|
48 jam
|
|||||||
Larva Uji
|
LC50
(ml/100ml)
|
Kon
trol
|
LC90
(ml/100ml)
|
Kon
trol
|
LC50
(ml/100ml)
|
Kon
trol
|
LC90
(ml/100ml)
|
Kon
trol
|
Ae.
aegypti
|
0,002
|
0
|
0,005
|
0
|
0,004
|
0
|
0,003
|
0
|
pH :
7,0
Suhu Ruangan : 20-240 C
Suhu Air : 23-250 C
Kelembaban : 69-89%
LC =
Lethal Concentration
B.
Pembahasan
1.
Dosis
Efektif Pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue menggunakan
Insektisida LADEN 500EC
(b.a Malathion 500 g/l)
Insektisida LADEN (b.a Malathion 500
g/l) dosis 750 dan 1000 ml/ha (dilarutkan dalam solar maupun air) terbukti
efektif dalam pengendalian vector demam berdarah dengue. Malathion adalah
insektisida organofosphat non-sistemik yang memiliki spektrum yang luas, dan
mempunyai sifat yang sangat khas, yaitu dapat menghambat kerja kolinesterase
terhadap asetilkolin (Asetilcholinesterase Inhibitor) di dalam tubuh. Malathion
juga mempunyai sifat racun sangat tinggi (LC50-96 jam) pada ikan Rainbow
trout 4,1 ppb dan 263 ppb pada Yellow perch (Martinez et al. 2004).
Insektisida malathion membunuh insekta dengan cara meracun lambung, kontak
langsung dan dengan pernapasan/uap. Dipergunakan untuk mengontrol banyak tipe
insekta. Malathion juga mempunyai sifat toksis pada insekta yang cukup tinggi,
sedangkan toksisitas pada mamalia relatif rendah, sehingga banyak digunakan..
Penggunaan malathion secara luas untuk membasmi serangga dalam bidang
kesehatan, pertanian, peternakan dan rumah tangga. Insektisida mengalami proses
biotransformasi di dalam darah, hati, sedangkan tempat penimbunan utama di
dalam jaringan lemak.
2.
Kemampuan
Bacillus Thuringiensis H-14 menjadi Salah Satu Cara Biologis
dalam Pengendalian Vector
Demam Berdarah Dengue
Penelitian
pertumbuhan dan pengembangan B.
thuringiensis H-14 galur lokal dengan menggunakan media air cucian beras C4,
ternyata dapat tumbuh dan berkembang pada media tersebut. Beras banyak
mengandung unsur-unsur : protein, lemak, karbohidrat, kalsium (Ca), besi (Fe),
Phospor (P) dan vitamin B1. Asam amino dan karbohidrat merupakan sumber nutrisi
bagi pertumbuhan B. thuringiensis H-14
galur lokal. Jumlah sel hidup B.
thuringiensis H-14 yang dihasilkan sebanyak 1,47 x 106 sel/ml
jumlah sel sebenarnya bukanlah merupakan hal yang utama dalam menentukan
toksisitasnya dai bakteri tersebut dalam menentukan aktivitas larvasidanya.
Bacillus thuringiensis H-14 dikatakan efektif apabila dapat
membunuh larva . 70% dalam 21 jam pengujian. Dalam penelitian ini dilakukan
pengamatan larva sampai dengan 48 jam, karena merupakan dasar utama untuk
menghitung dan menegaskan kematian larva setelah 24 jam pengujian. Kematian 24 jam pengujian ini karena aktivitas larvasida Bacillus thuringiensis H-14, bukann
adanya intervensi atau faktor-faktor lain yang mempengaruhinya kematian larva.
Mengingat daya bunuh Bacillus
thuringiensis H-14 sangat cepat, sehingga kadang-kadang tidak ada atau
kecil sekali perbedaan jumlah kematian larva setelah 24 dan 8 jam pengamatan.
Bacillus thuringiensis H-14 galur lokal yang ditumbuhkan
dalam media infus kedelai, menghasilkan jumlah sel hidup : 8 x 109
sel/ml dan patogenitasnya terhadap larva Ae.
Aegypti pada 2 jam sesudah aplikasi masing-masing memerlukan konsentrasi :
0,01 ml/100ml (LC50) ; 0,035 ml/100 ml (LC90) dan 0,001
ml/100 ml (LC50) dan 0,004 ml/ 100 ml (LC90) (Blondine,
2004b). konsentrasi Bacillus thuringiensis
H-14 galur lokal dalam media infus kedelai untuk membunuh larva nyamuk Ae. Aegypti lebih kecil dibandingkan
dengan konsentrasi Bacillus thuringiensis
H-14 galur lokal yang dikembangkan dalam media beras C4 pada 24
jam sesudah perlakuan. Bacillus thuringiensis
H-14 galur lokal dalam media infus kedelai untuk membunuh 90 % (LC90)
larva nyamuk Ae. Aegypti , yaitu ; LC90
= 0,004 ml/100 ml dibandingkan dengan LC90 = 0,005 ml/100 ml. Selain
itu tingkay kekentalan air beras yang mungkin juga dapat mempengaruhi jumlah
nutrisi bagi pertumbuhan B. thuringiensis
H-14. Karena itu tingkat kekentalan air beras perlu diperhatikan untuk
penelitian selanjutnya.
Kemungkinan
jumlah spora B. thuringiensis H-14
lebih cepat mengendap ke dasar air sehingga jumlah larvasida yang termakan oleh
larva Ae.aegypti lebih banyak. Selain
itu patogenisitas B. thuringiensis H-14
terhadap larva nyamuk dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu instar
larva, makanan, periode pemaparan, kualitas air, galur bakteri, perbedaan
kepekaan masing-masing larva nyamuk yang diuji, suhu air, formulasi,
sedimentasi/pengendapan. Dengan memperhatikan berbagai penggunaan dosis
tersebut tampaknya larva Ae. Aegypti rentan
terhadap B. thuringiensis H-14.
3.
Dampak Kesehatan dari
Pengendalian Demam Berdarah Dengue menggunakan Insektisida LADEN 500EC (b.a Malathion 500 g/l) dan Pengendalian Demam Berdarah menggunakan B.
thuringiensis H-14
a.
Dampak
Kesehatan Pengendalian Demam Berdarah
Dengue menggunakan Insektisida LADEN 500EC (b.a Malathion 500
g/l)
Pelaksanaan thermal fogging memiliki
banyak dampak negative. Dampak negative yang dapat ditimbulkan thermal foging yaitu
sebagai polutan yang mencemari makanan, air minum dan lingkungan rumah setelah pelaksanaan
fogging dapat mengganggu kesehatan warga baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu pada saat akan dilakukan fogging warga dihimbau untuk
menutup rapat-rapat makanan, air minum, air mandi, piring, gelas, sendok dsb.
Dalam hal ini belum semua warga melaksanakannya, bahkan pada saat fogging masih
banyak warga yang tidak mau keluar rumah, ada anak-anak yang mengikuti
penyemprot dan ada warga memasuki rumah sebelum asap fogging di dalam rumah
habis. Selain itu Fogging memerlukan biaya cukup besar (± Rp. 1.900.000 untuk
fogging radius 200 meter) dan tenaga yang cukup banyak dan terlatih (tidak
efisien). Sedangkan daya bunuhnya hanya 1 – 2 hari, setelah itu nyamuk akan
menjadi banyak lagi dan akan mudah menularkan demam berdarah dengue.
Pelaksanaan fogging pada umumnya
memberikan kepuasan semu pada warga, sehingga merasa aman dan tidak melakukan
PSN (pemberantasan sarang nyamuk) lagi. Meski begitu terdapat beberapa dampak
dari thermal fogging menurur Inten yaitu :
1) Kandungan mala-thion pada asap fogging dapat menyebabkan
kelainan saluran cerna (gastrointestinal) dan bagi wanita hamil yang ter-papar
malathion risiko kelai-nan gastrointestinal pada anaknya 2,5 kali lebih besar.
2) Paparan malation ini juga mengakibatkan Leukemia pada anak-anak,
Aplastik anemia, gagal ginjal, dan defek pada bayi baru lahir. Bahkan juga
berperan dalam kerusakan gen dan kromosom, kerusakan paru serta penurunan
sistem kekebalan tubuh.
3) Penelitian juga menyimpulkan malation mempunyai peran terhadap
28 gangguan pada manusia, mulai dari gangguan gerakan sperma hingga kejadian
hiperaktif pada anak.
b. Dampak Kesehatan dari Pengendalian Demam Berdarah menggunakana Bacillus Thuringiensis H-14
Seperti yang
telah dibahas di atas, pengendalian vector DBD secara biologis dengan
menggunakan patogen Bacilus thuringiensis H-14 aman untuk digunakan oleh
manusia, karena toksin yang dikandungnya labil terhadap cahaya dan dirusak oleh
sinar matahari. Formulasi batang (briket) yang tampak mempunyai aktivitas
residu lebih besar tersedia secara komersial sehingga dapat digunakan dengan
aman dalam air minum.
Keuntungan dari
tindakan pengendalian secara biologis mencakup tidak adanya kontaminasi kimiawi
terhadap lingkungan, kekhususan terhadap organisme target (efek BTI sebagai
contoh, terbatas pada nyamuk dan yang berhubungan dengan diptera ) dan
penyebaran mandiri dari beberapa preparat ke tempat-tempat yang tidak dapat
ditangani dengan mudah oleh cara lain.
Sampai saat belum ditemukan atau belum ada laporan yang menunjukkan efek parah dari kontaminasi B. thuringiensis pada manusia, kecuali terjadinya iritasi mata dan kulit. Namun, sel vegetatif B. thuringiensis berpotensi memproduksi racun yang mirip dengan yang dihasilkan oleh Bacillus cereus dan belum diketahui apakah dapat menyebabkan penyakit manusia atau tidak.
Adapun kerugian dari tindakan pengendalian biologis mencakup mahalnya pemeliharaan organisme, kesulitan dalam penerapan dan produksinya serta keterbatasan penggunaannya pada tempat-tempat yang mengandung air dimana sugu, pH dan polusi organic dapat melebihi kebutuhan sempit agen, juga fakta bahwa pengendalian biologis ini hanya efektif terhadap tahap imatur dari nyamuk vector. Lebih jauh lagi, penurunan dalam jumlah larva tidak selalu harus terjadi dalam kaitannya dengan penularan penyakit, karena bila makanan dibatasi, penurunan kejenuhan larva dapat mengakibatkan nyamuk yang lebih besar dan lebih sehat dan juga lebih mampu untuk bertahan hidup. Larvasida ini tidak berdaur ulang dan tidak stabil dalam penyimpanan (WHO, 1979) serta interval waktu yang dibutuhkan untuk penyemprotan hanya berkisar 1 minggu. Selain itu tidak dapat mengendalikan pupa serangga sasaran, karena bekteri tersebut hanya dimakan jentik.
Sampai saat belum ditemukan atau belum ada laporan yang menunjukkan efek parah dari kontaminasi B. thuringiensis pada manusia, kecuali terjadinya iritasi mata dan kulit. Namun, sel vegetatif B. thuringiensis berpotensi memproduksi racun yang mirip dengan yang dihasilkan oleh Bacillus cereus dan belum diketahui apakah dapat menyebabkan penyakit manusia atau tidak.
Adapun kerugian dari tindakan pengendalian biologis mencakup mahalnya pemeliharaan organisme, kesulitan dalam penerapan dan produksinya serta keterbatasan penggunaannya pada tempat-tempat yang mengandung air dimana sugu, pH dan polusi organic dapat melebihi kebutuhan sempit agen, juga fakta bahwa pengendalian biologis ini hanya efektif terhadap tahap imatur dari nyamuk vector. Lebih jauh lagi, penurunan dalam jumlah larva tidak selalu harus terjadi dalam kaitannya dengan penularan penyakit, karena bila makanan dibatasi, penurunan kejenuhan larva dapat mengakibatkan nyamuk yang lebih besar dan lebih sehat dan juga lebih mampu untuk bertahan hidup. Larvasida ini tidak berdaur ulang dan tidak stabil dalam penyimpanan (WHO, 1979) serta interval waktu yang dibutuhkan untuk penyemprotan hanya berkisar 1 minggu. Selain itu tidak dapat mengendalikan pupa serangga sasaran, karena bekteri tersebut hanya dimakan jentik.
4. Pengendalian menggunakan Air Beras sebagai Cara Biologis
yang Lebih Baik Digunakan sebagai Bentuk Pengendalian Demam Berdarah Dengue
Penggunaan
bahan kimia untuk pengendalian vaktor yang dilakukan secara berulang-ulang
dapat menimbulkan resistensi vector, matinya hewan lain yang bukan merupakan
target serta menimbulkan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, perlu mencari
alternative lain untuk mengendalikan vector penyakit. Salah satu cara yang
paling banyak diteliti dan potensial serta dipandang mempunyai prospek dimasa
mendatang adalah menggunakan bakteri Bacillus thuringiensis yang pathogen
terhadap larva nyamuk, sehingga Pengendalian vector secara hayati mulai
mendapat perhatian kembali yang lebih besar, baik dari segi penelitian maupun
penerapan di lapangan sejak pertengahan abad ini. Salah satu cara pengendalian vector
secara hayati adalah dengan menggunakan B. thuringiensis H-14
B . Thuringiensis
H-14 (BTI) BTI adalah larvasida nyamuk yang ampuh, secara lingkungan tidak
mengganggu yang tampak sangat aman untuk manusia. TI tersedia secara komersial
dibawah sejumlah nama dagang. Korpus paraspora yang mebentuk preparat ini
mengandung toksin yang berdegranulasi semata-mata dalam lingkungan alkali pada
usus nyamuk.
Bacilus
thuringiensis bersifat kosmopolit antara lain dapat diisolasi dari tanah
khususnya tanah yang berada di bawah pohon, cabang dan lubang pohon yang sudah
tua umurnya, tanah yang becek, tempat pembiakan larva nyamuk yang sehat maupun
larva yang sakit (Blondine dan Widyastuti, 1991; Lee, 1998).
Keuntungan dari
bahan pembasmi ini adalah bahwa penggunaannya memusnahkan larva nyamuk tetapi
menyelamatkan predator entomofagus yang mungkin ada. Formulasi BTI cenderung
untuk menetap di dasar wadah air segera setelah penggunaan dan memerlukan
penggunaan berulang. Selain itu, toksin yang dikandungnya labil terhadap cahaya
dan dirusak oleh sinar matahari. Formulasi batang (briket) yang tampak
mempunyai aktivitas residu lebih besar tersedia secara komersial dan dapat
digunakan dengan aman dalam air minum. Kelebihan dari penggunaan agen
larvisidal terhadap B. thuringiensis H-14, karena daya racun yang tinggi
terhadap jentik nyamuk dan jentik lalat hitam, sedangkan ikan dan serangga air
lainnya tidak terpengaruh olehnya (Dit. Jen. P2M & PLP, 1986),
bioinsektisida tersebut bersifat spesifik target, tidak toksik terhadap
lingkungan dan organisme yang bukan menjadi sasaran, khususnya predator jentik
nyamuk dan vertebrata lain serta juga aman bagi manusia (Mulla dkk, 1984).
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan uraian
sebelumnya, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut :
1. Dosis efektif dari thermal fogging dalam pengendalian aedes aegypti sebagai vector demam
berdarah dengue yaitu insektisida LADEN 500EC (b.a Malathion 500 g/l) dosis 750
dan 1000 ml/ha baik dilarutkan dalam solar maupun air.
2. Larva Ae. Aegypti rentan terhadap B.
thuringiensis H-14 sehingga dapat digunakaln sebagai salah satu
pengendalian vector cara biologis.
3. Dampak kesehatan dari insektisida
LADEN 500EC (b.a Malathion 500 g/l) yaitu merupakan polutan dan menyebabkan
berbagai kelainan dalam tubuh manusia. Sedangkan menggunakan B. thuringiensis H-14 aman bagi
kesehatan dan lingkungan, hingga saat ini, belum ada dampak negatif yang spesifik
dari penggunaan B. thuringiensis H-14.
4.
Karena
thermal fogging memiliki dampak terhadap kesehatan maka sudah seaharusnya
pengendalian demam berdarah dengue menggunakan B. thuringiensis H-14 karena tidak memiliki dampak negative
terhadap kesehatan.
B. Saran
Berdasarkan
simpulan, direkomendasikan agar :
1.
Thermal fogging menggunakan
LADEN 500EC (b.a
Malathion 500 g/l) dilakukan hanya pada lokasi yang sedang terjadi penularan demam berdarah
dengue dan harus didahuli dan diikuti gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
serentak.
2.
Pemerintah
memberikan penyuluhan pada masyarakat untuk memanfaatkan makhluk hidup yang ada
disekitar sebagai upaya pengendalian vektor secara biologis. Dan masyarakat
harus senantiasa menjaga kebersihan lingkungan agar terhindar dari faktor
penyebab penyakit, terutama yang disebabkan oleh nyamuk.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Choirul.
2008. Fogging Bukan Solusi Terbaik lakukan
3M. http://mediainfokota.jogjakota.go.id/detail.php?berita_id=126. (7 September
2012)
Boesri, Hasan dan
Damar tri Boewono. 2007. Jurnal Pengendalian
nyamuk Aedes aegypti dan Culex quinquefasciatus denagn
Penyemprotan Sistem Pengasapan (thermal fogging) menggunakan Insektisida Laden
500EC. (9 September 2012) Blondine
Ch.P dan Umi Widyastuti.Pencarian dan
Isolasi Patogen Serta pengujian Potensinya sebagai Pengendali Jentik Nyamuk.Buletin
Penelitian Kesehatan. (9 September 2012)
Blondine Ch.P dan Damar TB.Pengendalian Vektor DBD Aedes Aegypti
menggunakan Bacillus thuringiensis H-14 Galur Lokal Formulasi Bubuk (powdew) di
Kota Salatiga. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (9
September 2012)
Chandra, Budiman. 2006. Pengantar
Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. (8
September 2012)
Daud, Anwar.
2005. Dasar-dasar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Hasanuddin University Press.
Makassar. (7 September 2012)
Depkes RI.2003. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah
Dengue.Depkes RI. Jakarta. (9 September 2012)
Intan. 2010.
Dampak Fogging. http://bungajepun.blogspot.com/2010_03_01_archive.html. (7
September 2012)
Ircham Machfoedz, Eko suryani,
Sutrisno dan Sabar santoso. 2005. Pendidikan
Kesehatan Bagian Dari Promosi Kesehatan.Fitramaya.Yogyakarta. (9 September 2012)
NN. 2008. Makalah Nyamyk Aedes dan Pengendaliannya. http://informasi-budidaya.blogspot.com/2011/04/makalah-nyamuk-aedes-dan.html . (7
September 2012)
P2M-Dinkes Kota Salatiga.Laporan Kegiatan Program Penanggulangan DBD
di Kota Salatiga tahun 2006.Dinkes Kota Salatiga. Jawa Tengah. (9
September 2012)
Praba Ginanjar, dkk. 2006. Efikasi Isolat Bacillus thuringiensis dari
Tanah yang Ditumbuhkan dalam Media Air Cucian Beras Terhadap larva Aedes
aegypti.Proceeding Strategi Pengendalian Nyamuk sebagai Vektor Tular penyakit
Dalam Upaya Peningkatan Kualitas kesehatan Masyarakat.Badan penerbit
Universitas Diponegoro.Semarang.ISBN : 979-7040425-4 . (9
September 2012)
Yuiana, Mareta. 2008.
Satuan Penyuluhan Penyakit DBD. http://ners-blog.blogspot.com/2011/10/satuan-penyuluhan-penyakit-dbd.html (9
September 2012)
Ppt Kelompok 6 Kelas A
Ppt Kelompok 6 Kelas A
No comments:
Post a Comment