Wednesday, October 3, 2012

Pengendalian Nyamuk Vektor Demam Berdarah menggunakan 500EC (b.a Malathion 500 g/l) dan Bacillus Thuringiensis H-14



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan Aedes albopitus. Faktor – faktor  yang mempengaruhi kejadian Demam Berdarah Dengue sangat kompleks, antara lain iklim dan pergantian musim, kepadatan penduduk, mobilitas penduduk dan transportasi. Berdasarkan kejadian dilapangan dapat diidentifikasikan factor utama adalah kurangnya perhatian sebagian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan tempat tinggal. Sehingga terjadi genangan air yang menyebabkan berkembangnya nyamuk. Insiden dan prevalensi penyakit Demam Berdarah Dengue menimbulkan kerugian pada individu, keluarga dan masyarakat. Kerugian ini berbentuk kematian, penderitaan, kesakitan, dan hilangnya waktu produktif.
Penyakit demam berdarah dengue menjadi momok tiap tahun. Indonesia pernah mengalami kasus terbesar (53%) DBD pada tahun 2005 di Asia Tenggara yaitu 95.270 kasus dan kematian 1.298 orang (CFR = 1,36 %) (WHO, 2006). Jumlah kasus tersebut meningkat menjadi 17% dan kematian 36% dibanding tahun 2004. Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue. Beberapa di antaranya adalah factor inang (host), lingkugan (environment) dan faktor penular serta patogen (virus).
Insiden di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989-1995) dan pernah meningkat tajam saat Kejadian Luar Biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, hingga tahun  2005 masih ada daerah berstatus Kejadian Luar Biasa, sampai mei tahun 2005 di seluruh Indonesia tercatat 28.224 kasus dengan jumlah kematian 348 orang, hingga awal oktober 2005 kasus demam berdarah dengue di 33 propinsi tercatat 50.196 kasus dengan 701 diantaranya meninggal. Dari data di atas menunjukkan peningkatan hampir 2 kali lipat dari mei hingga awal oktober 2005.
Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang bisa mewabah. Usaha untuk mengatasi masalah penyakit tersebut di Indonesia telah puluhan tahun dilakukan, berbagai upaya pemberantasan vector, tetapi hasilnya belum optimal. Secara teoritis ada empat cara untuk memutuskan rantai penularan demam berdarah dengue, yaitu melenyapkan virus, isolasi penderita, mencegah gigitan nyamuk dan pengendalian vector. Untuk pengendalian vector dilakukan dengan tujuh cara yaitu dengan cara kimiawi, mekanis, fisik, biologis, biofisikal, secara undang-undang dan integrasi. Namun angka penderita dan kematian demam berdarah selalu meningkat. Untuk itu penulis menyusun makalah ini, menyadari perlu adanya pengetahuan tentang pengendalian vector demam berdarah menggunakan bahan kimia dan secara biologis.
B.   Rumusan Masalah
1.    Bagaimana dosis efektif pengendalian vektor demam berdarah dengue menggunakan insektisida LADEN 500EC (b.a Malathion 500 g/l) ?
2.    Apakah Bacillus thuringiensis H-14 mampu menjadi salah satu cara biologis dalam pengendalian vector demam berdarah dengue ?
3.    Apakah dampak kesehatan dari penegndalian demam berdarah dengue menggunakan insektisida dan pengendalian demam berdarah menggunakan Bacillus Thuringiensis H-14 ?
4.    Apakah pengendalian menggunakan insektisida laden500EC (b.a Malathion 500g/l) atau Bacillus Thuringiensis H-14 sebagai cara biologis yang lebih baik digunakan sebagai bentuk pengendalian demam berdarah dengue ?
C.   Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk:
1.    Mengetahui dosis efektif pengendalian vektor demam berdarah dengue menggunakaln insektisida LADEN 500EC (b.a Malathion 500 g/l).
2.    Mengetahui kemampuan Bacillus Thuringiensis H-14 menjadi salah satu cara biologis dalam pengendalian vector demam berdarah dengue .
3.    Mengetahui dampak kesehatan dari pengendalian demam berdarah dengue menggunakan insektisida LADEN 500EC (b.a Malathion 500 g/l) dan pengendalian demam berdarah menggunakana Bacillus Thuringiensis H-14.
4.    Mengetahui bentuk pengendalian demam berdarah dengue yang baik antara pengendalian menggunakan insektisida laden500EC (b.a Malathion 500g/l) atau Bacillus Thuringiensis H-14  sebagai cara biologis.
D.   Manfaat Penulisan
1.    Diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu sumber pengetahuan tentang pengendalian vektor demam berdarah dengue secara kimia.
2.    Diharapkan dapat dijadikan sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Dasar-dasar Kesehatan Lingkungan.

BAB II
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.   Hasil Penelitian
1.    insektisida LADEN 500EC (b.a Malathion 500 g/l)
Penelitian dilakukan di wilayah Kelurahan Kutowinangun, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga, Jawa Tengah pada bulan Juli 2007. Hasil pengamatan tentang knocdown time (KT50 & KT95 dan kematian nyamuk uji Ae. aegypti) setelah terpapar insektisida LADEN 500EC dosis 250, 500, 750 dan 1000 ml/ha, dengan pembanding insektisida RIDER 500EC (dosis 1000 ml/ha) dengan aplikasi pengasapan (thermal fogging) dengan pelarut solar, pengamatan di dalam dan di luar rumah. Disajikan pada tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Kematian (%), KT50 dan KT95 nyamuk Ae. aegypti setelah aplikasi pengasapan (thermal fogging) Insektisida LADEN 500EC (pelarut solar) di dalam dan di luar rumah
Dosis insektisida LADEN 500 EC (ml/ha)
Dalam Rumah

Luar Rumah

KT50

KT95

Kematian (%)

KT50

KT95

Kematian (%)

( menit)
( menit)
250
23,59
80,36
88,8
45,02
158,86
77,2
500
21,32
76,29
96,0
38,01
149,95
83,2
750
11,91
28,90
100
18,95
37,45
100
1000
8,10
16,65
100
14,32
24,76
100
Pembanding







Rider 500 EC
dosis 1000
9,30
17,08
100
14,72
28,26
100
Keterangan :
1) Uji probit waktu kelumpuhan nyamuk selama 60 menit pengamatan pasca pengasapan
2) LDN : LADEN 500 EC; RDR : RIDER 500EC

Tabel 2. Kematian (%), KT50 dan KT95 nyamuk Ae. aegypti setelah aplikasi pengasapan (thermal fogging) Insektisida LADEN 500EC (pelarut air) di dalam dan di luar rumah
Dosis insektisida LADEN 500 EC (ml/ha)
Dalam Rumah

Luar Rumah

KT50

KT95

Kematian (%)

KT50

KT95

Kematian (%)

( menit)
( menit)
250
23,89
82,98
88,0
45,75
163,39
76,4
500
24,13
73,58
95,2
39,74
139,72
82,4
750
18,14
45,20
100
25,21
65,93
100
1000
12,00
27,63
100
17,96
39,67
100
1000 (RDR)
14,82
38,84
100
21,45
48,77
100
250
23,89
82,98
88,0
45,75
163,39
76,4
Keterangan :
1) Uji probit waktu kelumpuhan nyamuk selama 60 menit pengamatan pasca pengasapan
2) LDN : LADEN 500 EC; RDR : RIDER 500EC
Berdasarkan perhitungan probit, waktu kelumpuhan = KT50 insektisida LADEN 500EC dosis (500, 750 dan 1000 ml/ha) pelarut solar, terhadap Ae. aegypti di dalam rumah, masing-masing adalah 21,32; 11,91 dan 8,10 menit, sedangkan RIDER 500EC dosis 1000 ml/ha sebagai pembanding adalah 9,30 menit. Tetapi kematian nyamuk Ae. aegypti di dalam rumah setelah pengasapan insektisida LADEN 500EC dosis 750 dan 1000 ml/ha, serta pembanding RIDER 500EC dosis 1000 ml/ha adalah 100%. Waktu kelumpuhan KT50, insektisida LADEN 500EC dosis (500, 750 dan 1000 ml/ha) pelarut solar, terhadap Ae. aegypti di luar rumah, masing-masing adalah 38,01; 18,95 dan 14,32 menit, sedangkan RIDER 500EC dosis 1000 ml/ha sebagai pembanding adalah 14,72 menit. Kematian nyamuk Ae. aegypti di luar rumah setelah pengasapan LADEN 500EC dosis 750 dan 1000 ml/ha, maupun pembanding RIDER 500EC dosis 1000 ml/ha adalah 100%.
Perlakuan insektisida LADEN 500EC (pelarut solar) terhadap nyamuk Ae. aegypti, pada analisis probit (waktu kelumpuhan KT50), insektisida LADEN 500EC dosis (500, 750 dan 1000 ml/ha) pelarut air, terhadap nyamuk uji Ae. aegypti di dalam rumah, masing-masing adalah 24,13; 18,14 dan 12,00 menit, sedangkan RIDER 500EC dosis 1000 ml/ha sebagai pembanding (pelarut air) adalah 14,82 menit. Kematian nyamuk uji Ae. aegypti di dalam rumah aplikasi pengasapan LADEN 500EC dosis 750 dan 1000 ml/ha (pelarut air) adalah 100% sebanding dengan RIDER 500EC (pelarut air) dosis 1000 ml/ha. Perhitungan probit, insektisida LADEN 500EC dosis (500, 750 dan 1000 ml/ha) pelarut air, waktu kelumpuhan KT50 terhadap Ae. aegypti di luar rumah, masing-masing adalah 39,74; 25,21 dan 17,96 menit, sedangkan RIDER 500EC (pelarut air) dosis 1000 ml/ha sebagai pembanding adalah lebih lambat daripada LADEN 500EC dosis 1000 ml/ha 21,45 menit. Kematian nyamuk uji Ae. aegypti di luar rumah setelah pengasapan insektisida LADEN 500EC dosis 750 dan 1000 ml/ha, adalah 100%, sama dengan pembanding RIDER 500EC dosis 1000 ml/ha.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa tidak ada kematian jentik nyamuk Ae. aegypti setelah aplikasi pengasapan insektisida LADEN 500EC (dosis 250, 500, 750 dan 1000 ml/ha) dan insektisida RIDER 500EC dosis 1000 ml/ha (pelarut solar maupun air) baik di dalam maupun di luar rumah. Pada analisis statistik dengan uji X2, terbukti ada perbedaan kematian yang bermakna pada tiap-tiap dosis yang diuji (P<0 1000="1000" 500="500" 500ec="500ec" 750="750" ada="ada" air="air" b.a="b.a" bermakna="bermakna" dalam="dalam" dan="dan" dilarutkan="dilarutkan" dosis="dosis" efektif="efektif" g="g" ha="ha" insektisida="insektisida" l="l" laden="laden" malathion="malathion" maupun="maupun" ml="ml" p="p" pada="pada" perbedaan="perbedaan" solar="solar" tetapi="tetapi" tidak="tidak" yaitu="yaitu" yang="yang">0,05), artinya dosis tersebut mempunyai kemampuan yang sama untuk membunuh nyamuk nyamuk Ae. Aegypti.
2.    Bacillus Thuringiensis H-14
Hasil yang diperoleh pada penelitian pendahuluan adalah  B. thuringiensis H-14 yang ditumbuhkan pada media air cucian beras ahsilnya dapat tumbuh dan berkembang dengan jumlah sel hidup sebanyak 1,47 x 106 sel/ml. uji patogenesi dengan konsentrasi 0,1 ml/100 ml terhadap larva nyamuk  An. Aconitus dan Ae. Aegypti berturut-turut diperoleh kematian sebesar 100% setelah 24 jam perlakuan dan 0 % pada control.
Penelitian  B. thuringiensis  H-14 galur lokal yang dikembangkan dalam media air cucian beras C4 dan patogenisitasnya terhadap larva nyamuk  An. Aconitus dan Ae. Aegypti . hasilnya disajikan pada table 1. Konsentrasi B. thuringiensis  H-14 galur lokal dapat mematikan 50 % dan 90 % larva nyamuk An. Aconitus setelah 24 jam pengamatan sebesar 0,024 ml/100 ml (LC50) dan 0,048 ml/100 ml (LC90). Setelah 48 jam pengamatan membutuhkan konsentrasi 0,013 ml/100 ml (LC50) dan 0,035 ml/100 ml (LC90). Untuk larva nyamuk  Ae. Aegypti memerlukan konsentrasi sebesar 0,002 ml/100 ml (LC50) dan 0,005 ml/100 ml (LC90). Konsentrasi yang diperlukan pada 48 jam pengamatan, yaitu sebesar 0,0004 ml/100 ml (LC50) dan 0,003 ml/100 ml (LC90). Sedangkan kematian larva pada control sebesar 0%.
Table 1. Patogenisitas B. thuringiensis H-14 galur lokal dalam mesia air cucian beras terhadap larva yamuk Ae. Aegypti di laboratorium
Kematian 50% dan 90 % larva nyamuk sesudah pengujian

24 jam
48 jam
Larva Uji
LC50
(ml/100ml)
Kon
trol
LC90
(ml/100ml)
Kon
trol
LC50
(ml/100ml)
Kon
trol
LC90
(ml/100ml)
Kon
trol
Ae. aegypti
0,002
0
0,005
0
0,004
0
0,003
0
pH                               : 7,0                                        
Suhu Ruangan                    : 20-240 C     
            Suhu Air                    : 23-250 C
            Kelembaban             : 69-89%
LC                               = Lethal Concentration

B.   Pembahasan
1.    Dosis Efektif Pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue menggunakan Insektisida LADEN 500EC (b.a Malathion 500 g/l)
Insektisida LADEN (b.a Malathion 500 g/l) dosis 750 dan 1000 ml/ha (dilarutkan dalam solar maupun air) terbukti efektif dalam pengendalian vector demam berdarah dengue. Malathion adalah insektisida organofosphat non-sistemik yang memiliki spektrum yang luas, dan mempunyai sifat yang sangat khas, yaitu dapat menghambat kerja kolinesterase terhadap asetilkolin (Asetilcholinesterase Inhibitor) di dalam tubuh. Malathion juga mempunyai sifat racun sangat tinggi (LC50-96 jam) pada ikan Rainbow trout 4,1 ppb dan 263 ppb pada Yellow perch (Martinez et al. 2004). Insektisida malathion membunuh insekta dengan cara meracun lambung, kontak langsung dan dengan pernapasan/uap. Dipergunakan untuk mengontrol banyak tipe insekta. Malathion juga mempunyai sifat toksis pada insekta yang cukup tinggi, sedangkan toksisitas pada mamalia relatif rendah, sehingga banyak digunakan.. Penggunaan malathion secara luas untuk membasmi serangga dalam bidang kesehatan, pertanian, peternakan dan rumah tangga. Insektisida mengalami proses biotransformasi di dalam darah, hati, sedangkan tempat penimbunan utama di dalam jaringan lemak.
2.    Kemampuan Bacillus Thuringiensis H-14 menjadi Salah Satu Cara Biologis dalam Pengendalian Vector Demam Berdarah Dengue
Penelitian pertumbuhan dan pengembangan B. thuringiensis H-14 galur lokal dengan menggunakan media air cucian beras C4, ternyata dapat tumbuh dan berkembang pada media tersebut. Beras banyak mengandung unsur-unsur : protein, lemak, karbohidrat, kalsium (Ca), besi (Fe), Phospor (P) dan vitamin B1. Asam amino dan karbohidrat merupakan sumber nutrisi bagi pertumbuhan B. thuringiensis H-14 galur lokal. Jumlah sel hidup B. thuringiensis H-14 yang dihasilkan sebanyak 1,47 x 106 sel/ml jumlah sel sebenarnya bukanlah merupakan hal yang utama dalam menentukan toksisitasnya dai bakteri tersebut dalam menentukan aktivitas larvasidanya.
Bacillus thuringiensis H-14 dikatakan efektif apabila dapat membunuh larva . 70% dalam 21 jam pengujian. Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan larva sampai dengan 48 jam, karena merupakan dasar utama untuk menghitung dan menegaskan kematian larva setelah 24 jam pengujian. Kematian 24 jam pengujian ini karena aktivitas larvasida Bacillus thuringiensis H-14, bukann adanya intervensi atau faktor-faktor lain yang mempengaruhinya kematian larva. Mengingat daya bunuh Bacillus thuringiensis H-14 sangat cepat, sehingga kadang-kadang tidak ada atau kecil sekali perbedaan jumlah kematian larva setelah 24 dan 8 jam pengamatan.
Bacillus thuringiensis H-14 galur lokal yang ditumbuhkan dalam media infus kedelai, menghasilkan jumlah sel hidup : 8 x 109 sel/ml dan patogenitasnya terhadap larva Ae. Aegypti pada 2 jam sesudah aplikasi masing-masing memerlukan konsentrasi : 0,01 ml/100ml (LC50) ; 0,035 ml/100 ml (LC90) dan 0,001 ml/100 ml (LC50) dan 0,004 ml/ 100 ml (LC90) (Blondine, 2004b). konsentrasi Bacillus thuringiensis H-14 galur lokal dalam media infus kedelai untuk membunuh larva nyamuk Ae. Aegypti lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi Bacillus thuringiensis H-14 galur lokal yang dikembangkan dalam media beras C4 pada 24 jam sesudah perlakuan. Bacillus thuringiensis H-14 galur lokal dalam media infus kedelai untuk membunuh 90 % (LC90) larva nyamuk Ae. Aegypti , yaitu ; LC90 = 0,004 ml/100 ml dibandingkan dengan LC90 = 0,005 ml/100 ml. Selain itu tingkay kekentalan air beras yang mungkin juga dapat mempengaruhi jumlah nutrisi bagi pertumbuhan B. thuringiensis H-14. Karena itu tingkat kekentalan air beras perlu diperhatikan untuk penelitian selanjutnya.
Kemungkinan jumlah spora B. thuringiensis H-14 lebih cepat mengendap ke dasar air sehingga jumlah larvasida yang termakan oleh larva Ae.aegypti lebih banyak. Selain itu patogenisitas B. thuringiensis H-14 terhadap larva nyamuk dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu instar larva, makanan, periode pemaparan, kualitas air, galur bakteri, perbedaan kepekaan masing-masing larva nyamuk yang diuji, suhu air, formulasi, sedimentasi/pengendapan. Dengan memperhatikan berbagai penggunaan dosis tersebut tampaknya larva Ae. Aegypti rentan terhadap B. thuringiensis H-14.
3.    Dampak Kesehatan dari Pengendalian Demam Berdarah Dengue menggunakan Insektisida LADEN 500EC (b.a Malathion 500 g/l) dan Pengendalian Demam Berdarah menggunakan B. thuringiensis H-14
a.    Dampak Kesehatan Pengendalian Demam Berdarah Dengue menggunakan Insektisida LADEN 500EC (b.a Malathion 500 g/l)
Pelaksanaan thermal fogging memiliki banyak dampak negative. Dampak negative yang dapat ditimbulkan thermal foging yaitu sebagai polutan yang mencemari makanan, air minum dan lingkungan rumah setelah pelaksanaan fogging dapat mengganggu kesehatan warga baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada saat akan dilakukan fogging warga dihimbau untuk menutup rapat-rapat makanan, air minum, air mandi, piring, gelas, sendok dsb. Dalam hal ini belum semua warga melaksanakannya, bahkan pada saat fogging masih banyak warga yang tidak mau keluar rumah, ada anak-anak yang mengikuti penyemprot dan ada warga memasuki rumah sebelum asap fogging di dalam rumah habis. Selain itu Fogging memerlukan biaya cukup besar (± Rp. 1.900.000 untuk fogging radius 200 meter) dan tenaga yang cukup banyak dan terlatih (tidak efisien). Sedangkan daya bunuhnya hanya 1 – 2 hari, setelah itu nyamuk akan menjadi banyak lagi dan akan mudah menularkan demam berdarah dengue.
Pelaksanaan fogging pada umumnya memberikan kepuasan semu pada warga, sehingga merasa aman dan tidak melakukan PSN (pemberantasan sarang nyamuk) lagi. Meski begitu terdapat beberapa dampak dari thermal fogging menurur Inten yaitu :
1)    Kandungan mala-thion pada asap fogging dapat menyebabkan kelainan saluran cerna (gastrointestinal) dan bagi wanita hamil yang ter-papar malathion risiko kelai-nan gastrointestinal pada anaknya 2,5 kali lebih besar.
2)    Paparan malation ini juga mengakibatkan Leukemia pada anak-anak, Aplastik anemia, gagal ginjal, dan defek pada bayi baru lahir. Bahkan juga berperan dalam kerusakan gen dan kromosom, kerusakan paru serta penurunan sistem kekebalan tubuh.
3)    Penelitian juga menyimpulkan malation mempunyai peran terhadap 28 gangguan pada manusia, mulai dari gangguan gerakan sperma hingga kejadian hiperaktif pada anak.
b.    Dampak Kesehatan dari Pengendalian Demam Berdarah menggunakana Bacillus Thuringiensis H-14
Seperti yang telah dibahas di atas, pengendalian vector DBD secara biologis dengan menggunakan patogen Bacilus thuringiensis H-14 aman untuk digunakan oleh manusia, karena toksin yang dikandungnya labil terhadap cahaya dan dirusak oleh sinar matahari. Formulasi batang (briket) yang tampak mempunyai aktivitas residu lebih besar tersedia secara komersial sehingga dapat digunakan dengan aman dalam air minum.
Keuntungan dari tindakan pengendalian secara biologis mencakup tidak adanya kontaminasi kimiawi terhadap lingkungan, kekhususan terhadap organisme target (efek BTI sebagai contoh, terbatas pada nyamuk dan yang berhubungan dengan diptera ) dan penyebaran mandiri dari beberapa preparat ke tempat-tempat yang tidak dapat ditangani dengan mudah oleh cara lain.
Sampai saat belum ditemukan atau belum ada laporan yang menunjukkan efek parah dari kontaminasi B. thuringiensis pada manusia, kecuali terjadinya iritasi mata dan kulit. Namun, sel vegetatif B. thuringiensis berpotensi memproduksi racun yang mirip dengan yang dihasilkan oleh Bacillus cereus dan belum diketahui apakah dapat menyebabkan penyakit manusia atau tidak.
Adapun kerugian dari tindakan pengendalian biologis mencakup mahalnya pemeliharaan organisme, kesulitan dalam penerapan dan produksinya serta keterbatasan penggunaannya pada tempat-tempat yang mengandung air dimana sugu, pH dan polusi organic dapat melebihi kebutuhan sempit agen, juga fakta bahwa pengendalian biologis ini hanya efektif terhadap tahap imatur dari nyamuk vector. Lebih jauh lagi, penurunan dalam jumlah larva tidak selalu harus terjadi dalam kaitannya dengan penularan penyakit, karena bila makanan dibatasi, penurunan kejenuhan larva dapat mengakibatkan nyamuk yang lebih besar dan lebih sehat dan juga lebih mampu untuk bertahan hidup. Larvasida ini tidak berdaur ulang dan tidak stabil dalam penyimpanan (WHO, 1979) serta interval waktu yang dibutuhkan untuk penyemprotan hanya berkisar 1 minggu. Selain itu tidak dapat mengendalikan pupa serangga sasaran, karena bekteri tersebut hanya dimakan jentik.
4.    Pengendalian menggunakan Air Beras sebagai Cara Biologis yang Lebih Baik Digunakan sebagai Bentuk Pengendalian Demam Berdarah Dengue
Penggunaan bahan kimia untuk pengendalian vaktor yang dilakukan secara berulang-ulang dapat menimbulkan resistensi vector, matinya hewan lain yang bukan merupakan target serta menimbulkan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, perlu mencari alternative lain untuk mengendalikan vector penyakit. Salah satu cara yang paling banyak diteliti dan potensial serta dipandang mempunyai prospek dimasa mendatang adalah menggunakan bakteri Bacillus thuringiensis yang pathogen terhadap larva nyamuk, sehingga Pengendalian vector secara hayati mulai mendapat perhatian kembali yang lebih besar, baik dari segi penelitian maupun penerapan di lapangan sejak pertengahan abad ini. Salah satu cara pengendalian vector secara hayati adalah dengan menggunakan B. thuringiensis H-14
B . Thuringiensis H-14 (BTI) BTI adalah larvasida nyamuk yang ampuh, secara lingkungan tidak mengganggu yang tampak sangat aman untuk manusia. TI tersedia secara komersial dibawah sejumlah nama dagang. Korpus paraspora yang mebentuk preparat ini mengandung toksin yang berdegranulasi semata-mata dalam lingkungan alkali pada usus nyamuk.
Bacilus thuringiensis bersifat kosmopolit antara lain dapat diisolasi dari tanah khususnya tanah yang berada di bawah pohon, cabang dan lubang pohon yang sudah tua umurnya, tanah yang becek, tempat pembiakan larva nyamuk yang sehat maupun larva yang sakit (Blondine dan Widyastuti, 1991; Lee, 1998).
Keuntungan dari bahan pembasmi ini adalah bahwa penggunaannya memusnahkan larva nyamuk tetapi menyelamatkan predator entomofagus yang mungkin ada. Formulasi BTI cenderung untuk menetap di dasar wadah air segera setelah penggunaan dan memerlukan penggunaan berulang. Selain itu, toksin yang dikandungnya labil terhadap cahaya dan dirusak oleh sinar matahari. Formulasi batang (briket) yang tampak mempunyai aktivitas residu lebih besar tersedia secara komersial dan dapat digunakan dengan aman dalam air minum. Kelebihan dari penggunaan agen larvisidal terhadap B. thuringiensis H-14, karena daya racun yang tinggi terhadap jentik nyamuk dan jentik lalat hitam, sedangkan ikan dan serangga air lainnya tidak terpengaruh olehnya (Dit. Jen. P2M & PLP, 1986), bioinsektisida tersebut bersifat spesifik target, tidak toksik terhadap lingkungan dan organisme yang bukan menjadi sasaran, khususnya predator jentik nyamuk dan vertebrata lain serta juga aman bagi manusia (Mulla dkk, 1984).
 
BAB IV
PENUTUP
A.    Simpulan
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut :
1.    Dosis efektif dari thermal fogging dalam pengendalian aedes aegypti sebagai vector demam berdarah dengue yaitu insektisida LADEN 500EC (b.a Malathion 500 g/l) dosis 750 dan 1000 ml/ha baik dilarutkan dalam solar maupun air.
2.    Larva Ae. Aegypti rentan terhadap B. thuringiensis H-14 sehingga dapat digunakaln sebagai salah satu pengendalian vector cara biologis.
3.    Dampak kesehatan dari insektisida LADEN 500EC (b.a Malathion 500 g/l) yaitu merupakan polutan dan menyebabkan berbagai kelainan dalam tubuh manusia. Sedangkan menggunakan B. thuringiensis H-14 aman bagi kesehatan dan lingkungan, hingga saat ini, belum ada dampak negatif yang spesifik dari penggunaan B. thuringiensis H-14.
4.    Karena thermal fogging memiliki dampak terhadap kesehatan maka sudah seaharusnya pengendalian demam berdarah dengue menggunakan B. thuringiensis H-14 karena tidak memiliki dampak negative terhadap kesehatan.
B.   Saran
Berdasarkan simpulan, direkomendasikan agar :
1.    Thermal fogging menggunakan LADEN 500EC (b.a Malathion 500 g/l)  dilakukan hanya pada lokasi yang sedang terjadi penularan demam berdarah dengue dan harus didahuli dan diikuti gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) serentak.
2.    Pemerintah memberikan penyuluhan pada masyarakat untuk memanfaatkan makhluk hidup yang ada disekitar sebagai upaya pengendalian vektor secara biologis. Dan masyarakat harus senantiasa menjaga kebersihan lingkungan agar terhindar dari faktor penyebab penyakit, terutama yang disebabkan oleh nyamuk.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Choirul. 2008. Fogging Bukan Solusi Terbaik lakukan 3M. http://mediainfokota.jogjakota.go.id/detail.php?berita_id=126. (7 September 2012)
Boesri, Hasan dan Damar tri Boewono. 2007. Jurnal  Pengendalian nyamuk Aedes aegypti dan Culex quinquefasciatus denagn Penyemprotan Sistem Pengasapan (thermal fogging) menggunakan Insektisida Laden 500EC. (9 September 2012) Blondine Ch.P dan Umi Widyastuti.Pencarian dan Isolasi Patogen Serta pengujian Potensinya sebagai Pengendali Jentik Nyamuk.Buletin Penelitian Kesehatan. (9 September 2012)
Blondine Ch.P dan Damar TB.Pengendalian Vektor DBD Aedes Aegypti menggunakan Bacillus thuringiensis H-14 Galur Lokal Formulasi Bubuk (powdew) di Kota Salatiga. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (9 September 2012)
Chandra, Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. (8 September 2012)
Daud, Anwar. 2005. Dasar-dasar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Hasanuddin University Press. Makassar. (7 September 2012)
Depkes RI.2003. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue.Depkes RI. Jakarta. (9 September 2012)
Intan. 2010. Dampak Fogging. http://bungajepun.blogspot.com/2010_03_01_archive.html. (7 September 2012)
Ircham Machfoedz, Eko suryani, Sutrisno dan Sabar santoso. 2005. Pendidikan Kesehatan Bagian Dari Promosi Kesehatan.Fitramaya.Yogyakarta. (9 September 2012)
P2M-Dinkes Kota Salatiga.Laporan Kegiatan Program Penanggulangan DBD di Kota Salatiga tahun 2006.Dinkes Kota Salatiga. Jawa Tengah. (9 September 2012)
Praba Ginanjar, dkk. 2006. Efikasi Isolat Bacillus thuringiensis dari Tanah yang Ditumbuhkan dalam Media Air Cucian Beras Terhadap larva Aedes aegypti.Proceeding Strategi Pengendalian Nyamuk sebagai Vektor Tular penyakit Dalam Upaya Peningkatan Kualitas kesehatan Masyarakat.Badan penerbit Universitas Diponegoro.Semarang.ISBN : 979-7040425-4 . (9 September 2012)
Yuiana, Mareta. 2008. Satuan Penyuluhan Penyakit DBD. http://ners-blog.blogspot.com/2011/10/satuan-penyuluhan-penyakit-dbd.html (9 September 2012)


Ppt Kelompok 6 Kelas A

No comments:

Post a Comment