Friday, November 2, 2012

Advokasi Penggunaan Kondom sebagai Upaya Pencegahan HIV/AIDS dan IMS



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Penyakit Menular Seksual (PMS) atau Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah penyakit infeksi akibat bakteri, parasit, virus, protozoa dan sebagainya yang dapat menular dari satu orang ke orang lainnya melalui hubungan seksual misalnya penyakit Gonore, Sifilis, Trichomoniasis dan lain-lain termasuk HIV/AIDS. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh seseorang sehingga menyebabkan AIDS. Sedangkan Acquired Immunideficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh seseorang yang disebabkan oleh virus HIV, sehingga penderita sangat mudah terkena penyakit yang ringan sekalipun.
Dari berbagai penyakit IMS, khususnya HIV/AIDS sampai saat ini belum ada obat dan vaksin yang dapat menyembuhkan atau mencegah terjadi penularan dari Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) kepada orang yang bukan ODHA. Obat yang ada saat ini adalah obat anti retroviral (ARV). Fungsi obat ini hanya untuk mencegah replikasi atau menghambat perkembangan virus HIV/AIDS dalam tubuh ODHA. Harga obat ARVpun sangat mahal, padahal pasien harus minum dengan dosis yang banyak seumur hidupnya.

Penularan HIV/AIDS yang sangat cepat pada negara-negara berkembang berdampak sangat buruk terhadap pembangunan dibidang sosial budaya. Ekonomi. Psikososial, menyebabkan umur harapan hidup menjadi terhambat atau mundur dan selanjutnya dapat mengancam kehidupan suatu penduduk bahkan suatu bangsa. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sejak tahun 1987 sampai tahun 2002 jumlah kasusnya terus meningkat yaitu 2252 kasus HIV positif dan 1016 kasus AIDS dengan wilayah penularannya semakin meluas.
Sampai saat ini industri seks terus menyebar di seluruh wilayah Indonesia dengan perkiraan rasio pada Wanita Pekerja Seks (WPS) 177.200-265.000 orang dan 2.435.000-3.813.000 adalah lelaki yang menjadi pelanggannya. Lebih dari 50% lelaki pelanggan tersebut ternyata berstatus kawin. Ironisnya penggunaan kondom secara tetap oleh pelanggan para pekerja seks ini tidak mencapai 10%.
Salah satu metode pencegahan penularan HIV/AIDS dan IMS sampai saat ini masih diyakini baik secara global, regional maupun nasional adalah dengan metode penggunaan kondom secara benar dan konsisten terutama pada kelompok berisiko tinggi. Namun masih banyak kalangan masyarakat yang tidak menyadari pentingnya penggunaan kondom sebagai pencegahan HIV/AIDS dan IMS terutama untuk mereka yang berisiko tinggi. Untuk itu pada makalah ini kami akan memabahas lebih lanjut tentang hal tersebut.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pokok permasalahannya adalah :
1.      Faktor apa saja yang menyebabkan kurang efektifnya penggunaan kondom sebagai usaha pencegahan HIV/AIDS dan IMS di Indonesia ?
2.      Bagaimana penerapan metode advokasi untuk memaksimalkan keefektifitasan penggunaan kondom sebagai usaha pencegahan HIV/AIDS dan IMS terutama pada mereka yang berisiko tinggi?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui faktor yang menyebabkan kurang efektifnya penggunaan kondom sebagai usaha pencegahan HIV/AIDS dan IMS di Indonesia.
2.      Mengetahui penerapan metode advokasi untuk memaksimalkan keefektifitasan penggunaan kondom sebagai usaha pencegahan HIV/AIDS dan IMS terutama pada mereka yang berisiko tinggi.
D.    Manfaat Penulisan
1.      Diharapkan dapat dijadikan pertimbangan untuk menggunakan kondom sebagai usaha pencegahan HIV/AIDS dan IMS terutama pada mereka yang berisiko tinggi.
2.      Diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu sumber bacaan berkualitas tentang advokasi penggunaan kondom sebagai pencegahan HIV/AIDS dan IMS terutama pada mereka yang berisiko tinggi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Infeksi Menular Seksual
Pergaulan bebas dan kurang mengertinya akibat penyakit yang di sebabkan karena hubungan seksual yang tidak aman seperti ganti ganti pasangan, hubungan lewat mulut (oral sex) lewat dubur (anal sex) hubungan lewat vagina (vaginal Sex). Merupakan kontribusi besar  akan tertular penyakit Infeksi Menular Seksual..
Kasus Infeksi Menular Seksual seperti ini banyak terjadi di berbagai Negara tak terkecuali di Indonesia. Dilihat dari jenis infeksi bisa dikatagorikan kurang berbahaya, mudah disembuhkan dan sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kemandulan, kesakitan hebat dan bahkan kematian.
Banyak orang berpikiran hanya pekerja seksual, homoseksual, lesbian dan mereka yang berganti-ganti pasangan kemungkinan tertular.  Pengertian tersebut tidak benar, karena setiap orang yang pernah melakukan hubungan seksual, berisiko untuk terkena Infeksi Menular Seksual. Untuk mecegah sebaiknya waktu berhubungan menggunakan kondom, untuk mengurangi risiko tertular penyakit.
Gejala-gejala Infeksi Menular Seksual berbeda-beda, kadang kala tidak memperlihatkan gejala sama sekali. Untuk itu tidak usah kawatir beberapa  IMS dapat dikenali secara dini ciri-cirinya sebagai berikut :
1. Keluarnya cairan yang tidak wajar (darah/nanah) dari penis atau vagina
2. Rasa nyeri atau iritasi saat buang air kecil atau ketika melakukan hubungan seksual.
3. Adanya luka, ruam, lepuh, kutil atau benjolan di sekitar alat kelamin atau anus.
4. Adanya bintil-bintil berisi cairan pada alat kelamin
5. Gatal atau iritasi di sekitar alat kelamin atau anus.
Cirri-ciri tersebut bisa diakibatkan dari hal lain di luar IMS,  jika mendapati hal tersebut sebaiknya periksa ke dokter.  Apalagi bila sebelumnya pernah melakukan hubungan seksual tidak aman. Jangan sampai menunggu sampai cirri-ciri tersebut hilang dengan sendirinya.
Beberapa jenis Infeksi Memular Seksual yang sering ditemukan :
1.      Gonore yang disebabkan bakteri Neisseria gonorrhoeae.
2.      Sifilis (raja singa) yang disebabkan oleh bakteri Treponemapallidium.
3.      Klamidia yang disebabkan oleh bakteri Chlamidia trachomatis. Gejala-gejala yang ditimbulkan.
4.      Herpes Simplex / Herpes Genital yang disebabkan oleh Herpes Simplex virus (HSV).
5.      Jengger Ayam/Kutil Kelamin yang disebabkan Human Papiloma Virus (HPV).
6.      Ulkus Mole (Chancroid) yang disebabkan oleh bakteri Hemophillus Ducreyi.
B.     HIV/AIDS
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun.
Virus HIV menyerang sel CD4 dan merubahnya menjadi tempat berkembang biak Virus HIV baru kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sel darah putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika diserang penyakit maka tubuh kita tidak memiliki pelindung. Dampaknya adalah kita dapat meninggal dunia terkena pilek biasa.
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara. Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia. Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Kadang-kadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).
Penularan HIV akan terjadi bila ada kontak atau pertukaran cairan tubuh yang mengandung virus, yaitu :
1.      Melalui hubungan seksual yang tidak terlindung dengan orang yang terinfeksi HIV dan AIDS. Hubungan seksual ini bisa homoseksual (sesama jenis) ataupun heteroseksual (berlainan jenis). Virus dapat masuk ke tubuh melalui lapisan/selaput vagina, vulva, penis, rektum atau mulut.
2.      Melalui transfusi darah dan transplantasi organ yang terinfeksi/tercemar HIV dan langsung akan menularkan HIV ke dalam sistem peredaran darah dari si penerima.
3.      Melalui jarum suntik atau alat tusuk lainnya (akupuntur, tindik, tato) yang terinfeksi/tercemar HIV. Oleh sebab itu pemakaian jarum suntik secara bersama-sama oleh pecandu narkotika akan mudah menularkan HIV di antara mereka, bila salah satu diantaranya seorang pengidap HIV.
4.      Penularan ibu hamil yang terinfeksi HIV kepada bayi yang dikandungnya. Penularan dapat terjadi selama kehamilan, atau persalinan atau selama menyusui.
Mengingat pola penularan HIV seperti disebutkan di atas, maka ada orang-orang yang berpeluang atau berisiko lebih besar untuk tertular HIV, yaitu:
1.       Individu yang sering berganti-ganti pasangan dalam melakukan hubungan seksual.
2.       Penjaja seks dan pelanggannya.
3.       Pengguna jarum suntik secara bersama (bergantian)
4.       Bayi yang dikandung ibu yang terinfeksi HIV
5.       Orang yang memerlukan transfusi darah secara teratur (penderita thalasemia, haemofilia, dsb) bila darah donor tidak dilakukan skrining.
Penyebaran inveksi HIV biasanya terjadi pada kelompok umur 20 – 50 tahun. Walaupun peluang atau intensitas pada hubungan seksual sebagai jalur penularan HIV relatif sangat rendah, tetapi karena kegiatan seksual sering dilakukan maka sebagian besar penularan HIV melalui jalur hubungan seksual.
Beberapa hal yang berkaitan dengan infeksi melalui hubungan seksual adalah resiko penularan melalui hubungan seksual dari laki-laki ke perempuan lebih besar daripada dari perempuan ke laki-laki, hal ini disebabkan perempuan adalah pasangan penerima (recipient partner) dalam hubungan seksual. Seks anal (melalui dubur) beresiko lebih tinggi daripada seks melalui vagina, karena seringkali terjadi perlukaan pada daerah anal (dubur). Oleh karena itu pencegahan infeksi dicapai dengan menggunakan kondom secara tepat dan konsisten pada mereka yang berperilaku beresiko.
C.    Kebijakan Terkait dengan  Penanggulangan HIV/AIDS dan IMS
1.      Kebijakan Program Nasional
Sebagian besar kasus HIV dan AIDS terjadi pada kelompok perilaku risiko tinggi yang merupakan kelompok yang dimarjinalkan, maka program-program pencegahan dan pengendalian HIV dan AIDS memerlukan pertimbangan keagamaan, adat-istiadat dan norma-norma masyarakat yang berlaku di samping pertimbangan kesehatan.
Penularan dan penyebaran HIV dan AIDS sangat berhubungan dengan perilaku berisiko, oleh karena itu pengendalian harus memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku tersebut.
2.      Kebijakan Umum Pengendalian HIV dan AIDS Sektor Kesehatan
a.       Upaya pencegahan yang efektif termasuk penggunaan kondom 100% pada setiap hubungan seks berisiko, semata-mata hanya untuk memutus rantai penularan HIV.
b.      Upaya pengendalian HIV dan AIDS merupakan upaya-upaya terpadu dari peningkatan perilaku hidup sehat, pencegahan penyakit, pengobatan dan perawatan berdasarkan data dan fakta ilmiah serta dukungan terhadap ODHA.
c.       Upaya pengendalian HIV dan AIDS diselenggarakan oleh masyarakat, pemerintah, dan LSM berdasarkan prinsip kemitraan. Masyarakat dan LSM menjadi pelaku utama sedangkan pemerintah berkewajiban mengarahkan, membimbing dan menciptakan suasana yang mendukung terselenggaranya upaya pengendalian HIV dan AIDS.
d.      Upaya pengendalian HIV dan AIDS diutamakan pada kelompok masyarakat berperilaku risiko tinggi tetapi harus pula memperhatikan kelompok masyarakat yang rentan, termasuk yang berkaitan dengan pekerjaannya dan kelompok marjinal terhadap penularan HIV and AIDS.
3.      Kebijakan Operasional Pengendalian HIV dan AIDS Sektor Kesehatan
a.       Pemerintah pusat bertugas melakukan regulasi dan standarisasi secara nasional kegiatan program AIDS dan pelayanan bagi ODHA.
b.      Penyelenggaran dan pelaksanaan program dilakukan sesuai azas desentralisasi dengan Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program.
c.       Pengembangan layanan bagi ODHA dilakukan melalui pengkajian menyeluruh dari berbagai aspek yang meliputi: situasi epidemi daerah, beban masalah dan kemampuan, komitmen, strategi dan perencanaan, kesinambungan, fasilitas, Sumber Daya Manusia (SDM) dan pembiayaan.
d.      Sesuai dengan kewenangannya, pengembangan layanan ditentukan oleh Dinas Kesehatan.
e.       Setiap pemeriksaan untuk mendiagnosa HIV dan AIDS harus didahului dengan penjelasan yang benar dan mendapat persetujuan yang bersangkutan (informed consent). Konseling yang memadai harus diberikan sebelum dan sesudah pemeriksaan dan hasil pemeriksaan diberitahukan kepada yang bersangkutan tetapi wajib dirahasiakan kepada pihak lain.
f.       Setiap pemberi pelayanan berkewajiban memberikan layanan tanpa diskriminasi kepada ODHA dan menerapkan prinsip:
1)      Keberpihakan kepada ODHA dan masyarakat (patient and community centered).
2)      Upaya mengurangi infeksi HIV pada pengguna Narkotika Alkohol
3)      Psikotropika Zat Adiktif (NAPZA) suntik melalui kegiatan pengurangan dampak buruk (harm reduction) dilaksanakan secara komprehensif dengan juga mengupayakan penyembuhan dari ketergantungan pada NAPZA.
4)      Penguatan dan pengembangan program diprioritaskan bagi peningkatan mutu pelayanan, dan kemudahan akses terhadap pencegahan, pelayanan dan pengobatan bagi ODHA.
5)      Layanan bagi ODHA dilakukan secara holistik, komprehensif dan integratif sesuai dengan konsep layanan perawatan yang berkesinambungan.
D.    Kondom
Kondom adalah alat kontrasepsi atau alat untuk mencegah kehamilan atau penularan penyakit kelamin pada saat bersanggama. Kondom biasanya dibuat dari bahan karet latex dan dipakaikan pada alat kelamin pria atau wanita pada keadaan ereksi sebelum bersanggama (bersetubuh) atau berhubungan suami-istri.
Masih belum jelas dari mana kata "kondom" berasal. Ada yang menduga kata itu berasal dari sebuah kota bernama Condom yang terletak di provinsi Gascony, sebelah barat daya Perancis. Pria-pria dari kota Condom ini terkenal dengan sifatnya yang menyukai seks, kurang sabar, dan gampang marah, kurang lebih seperti karakter tokoh Cyrano de Bergerac dalam drama karya sutradara Edmond Rostrands.
Pendapat lain mengatakan kata kondom diambil dari nama Dr.Condom, seorang dokter asal Inggris yang bergelar Pangeran. Pada pertengahan tahun 1600, ia yang mula-mula mengenalkan corong untuk menutupi penis untuk melindungi King Charles II dari penularan penyakit kelamin.
Kondom tidak hanya dipakai oleh lelaki, terdapat pula kondom wanita yang dirancang khusus untuk digunakan oleh wanita. Kondom ini berbentuk silinder yang dimasukkan ke dalam alat kelamin atau kemaluan wanita.
Cara kerja kondom wanita sama dengan cara kondom lelaki, yaitu mencegah sperma masuk ke dalam alat reproduksi wanita. Manfaat, keterbatasan maupun efek samping yang ditimbulkan kondom wanita, hampir sama dengan kondom lelaki. Tingkat efektifitas kondom wanita akan tinggi, apabila cara menggunakannya benar. Angka kegagalan kontrasepsi kondom sangat sedikit yaitu 2-12 kehamilan per 100 perempuan per tahun. Kondom terbagi dua yaitu :

1.      Kondom Primitif

Menurut Charles Panati, dalam bukunya Sexy Origins and Intimate Things, sarung untuk melindungi penis telah dipakai sejak berabad silam. Sejarah menunjukkan orang-orang Roma, mungkin juga Mesir, menggunakan kulit tipis dari kandung kemih dan usus binatang sebagai "sarung".
Kondom primitif itu dipakai bukan untuk mencegah kehamilan tapi menghindari penyakit kelamin. Untuk menekan kelahiran, sejak dulu pria selalu mengandalkan kaum perempuan untuk memilih bentuk kontrasepsi.

2.      Sarung Linen

Gabriello Fallopia, dokter dari Italia yang hidup di abad ke-17 adalah orang yang pertama kali menjelaskan dua tabung pipih yang membawa sel telur dari ovarium ke uterus. Ia dikenal sebagai "bapak kondom" karena pada pertengahan tahun 1500 ia membuat sarung linen yang berukuran pas (fit) di bagian penis dan melindungi permukaan kulit. Penemuannya ini diuji coba pada 1000 pria dan sukses.
Kondom di abad 17 berbentuk tebal dan dibuat dari usus binatang, selaput ikan atau bahan linen yang licin. Namun karena kondom dipandang mengurangi kenikmatan seksual dan tidak selalu manjur mencegah penularan penyakit (akibat penggunaan berulang kali tanpa dicuci), kondom pun menjadi tidak populer dan jadi bahan diolok-olok.
Meski begitu, kondom tetap dipakai karena pada masa itu banyak pria yang khawatir tertular penyakit kelamin. A Classical Dictionary of the Vulgar Tongue yang terbit di London tahun 1785 menyebut kondom sebagai "usus kambing kering yang dipakai pria dalam hubungan seks untuk mencegah penularan penyakit".

E.     Sejarah Penggunaan Kondom di Indonesia

Kondom ditemukan sejak beratus-ratus tahun lalu dan terus mengalami penyempurnaan. Kondom moderen yang terbuat dari lateks misalnya sudah ada di dunia sejak 1930.
Awalnya kondom dibuat dari bahan linen, kemudian menggunakan usus hewan dan terakhir menggunakan bahan lateks sampai saat ini. Gabriello Fallopia, dokter dari Italia, adalah orang yang pertama kali membuat sarung linen yang melindungi permukaan kulit penis dan disesuaikan dengan ukuran penis. Kondom linen ini dibuat dengan tujuan untuk menghindari penyakit kelamin. Penemuannya ini diuji coba pada abad ke-15 pada 1000 pria dan sukses.
Pada abad 17, kondom dibuat dari usus hewan, selaput ikan atau bahan linen yang licin. Namun kondom usus hewan ini dirasa mengurangi kenikmatan seksual dan tidak selalu manjur mencegah penularan penyakit karena dipakai berkali-kali. Pada waktu ini, pemakaian kondom sempat ditinggalkan karena tidak terlalu bermanfaat.
Kondom karet mulai diciptakan tahun 1870. Harganya sangat mahal dan permukaannya tebal. Para penggunanya disarankan untuk mencucinya sebelum dan setelah hubungan seksual sehingga boleh dipakai sampai karetnya bocor atau pecah. Barulah pada tahun 1930 diperkenalkan kondom lateks yang lebih tipis dan hanya sekali pakai.
Dewasa ini, kondom dibuat dengan berbagai variasi dan aroma. Kondom juga disertai cairan pelumas untuk menjada keawetannya. Penggunaan kondom makin pesat sejak mulai maraknya isu penyebaran HIV AIDS tahun 1970-an.
Kondom sendiri mulai masuk ke Indonesia lewat program KB yang dibawa BKKBN, yaitu mulai tahun 1970. Dulu, masyarakat masih merasa risih mengenakan kondom karena dianggap mengganggu kenikmatan berhubungan seksual. Bahkan, orang sering memakai bahasa tubuh tertentu hanya untuk membeli kondom di toko.
Seiring dengan maraknya promosi program KB dan berkembangnya pemahaman masyarakat, kondom makin diterima masyarakat luas. Penjualannya kini dipajang di display toko dekat kasir agar pembeli tak perlu bingung mencari. Memakai kondom adalah metode yang paling sederhana dan efektif mencegah kehamilan dan penyebaran penyakit infeksi menular.
Sejak tahun 1987, Indonesia sudah memiliki pabrik kondom sendiri. Namun sayang, produksi kondom lokal masih kalah oleh gempuran kondom impor. Padahal, Indonesia merupakan negara terbesar kedua penghasil karet, bahan baku pembuatan kondom.

BAB III
PEMBAHASAN
A.    Faktor yang Menyebabkan Kurang Efektifnya Penggunaan Kondom sebagai Usaha Pencegahan HIV/AIDS dan IMS di Indonesia
Secara medis, kondom nampaknya tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan karena masih ada kemungkinan pengguna tertular HIV. Yang kedua, bagaimana seseorang harus menggunakan kondom dengan benar dengan 7 langkah sebagaimana diberikan oleh Centers for Desease Control and Prevention (CDC). Ketika anak-anak muda diberi petunjuk bagaimana menggunakan kondom dengan baik dan benar, kurang dari separuh dari mereka yang mengetahui bagaimana menggunakan langkah-langkah tersebut.
Sebuah penelitian menghitung prevalensi dari tiga konsepsi yang salah penggunaan kondom yang sering terjadi dan variasi terhadap gender, pengalaman hubungan seks, dan penggunaan kondom.
Data dari National Longitudinal Study of Adolescent Health (ADD Health) menganalisa prevalensi dari konsepsi yang salah pada 16,667 remaja usia 15-21 tahun yang ikut serta dalam pengisian kuesioner yang dikirim melalui pos pada April dan December 1995.
Untuk mengetahui prevalensi konsepsi yang salah akan penggunaan kondom dan untuk menilai hubungan antara konsepsi yang salah, responden dibagi menjadi tiga kelompok: remaja yang pernah melakukan hubungan seks dan pernah memakai kondom minimal satu kali, remaja yagn sudah pernah melakukan hubungan seks dan belum pernah pakai kondom, dan remaja yang belum pernah hubungan seksual. Hasil. penelitian umum menyatakan 47% responden sudah pernah melakukan hubungan seksual dan dari responden yang pernah melakukan hubungan seksual, 28% menggunakan kondom minimal sekaliserta responden yang pernah melakukan hubungan seksual, 29%nya mengaku punya pasangan seksual paling sedikit sudah 4 orang. Dari responden tersebut titemukan kesalahan konsepsi dalam penggunaan kondom, yaitu :
  1. 33% responden perempuan dan 40% laki-laki yang pernah melakukan hubungan seksual dan pernah memakai kondom minimal satu kali, teridentifikasi menjawab salah, dengan menjawab benar pada pernyataan di atas.
  2. 35% responden dan 39% laki-laki yang pernah melakukan hubungan seksual dan tidak pernah pakai kondom, teridentifikasi menjawab salah, dengan menjawab benar pada pernyataan di atas.
  3. 51% responden perempua dan 45% laki-laki yang tidak pernah hubungan seksual teridentifikasi menjawab salah, dengan menjawab benar pada pernyataan di atas.
Jumlah pria Indonesia yang memakai kondom masih terbilang sedikit tidak sampai 1 persen dari jumlah penduduk dewasa. Meski kondom bisa melindungi pemakainya dari infeksi kelamin dan risiko kehamilan yang tidak diinginkan, tidak sedikit pria yang mengeluhkan alat pemakaian kontrasepsi tersebut. Beberapa factor yang menyebabkan pria tidak ingin menggunakan kondom ketika berhubungan seksual adalah malu membeli kondom, penularan IMS masih mungkin terjadi, mengurangi kenikmatan, menyakitkan, canggung member tahu pasangan untuk menggunakan kondom dan dapat mengganggu spontanifitas seks.
Berikut ini adalah kesan-kesan yang disampaikan 3 orang pria Indonesia, YM, DP dan DG tentang pemakaian kondom.
Y.M. (Pria 33 tahun, menikah punya 2 anak, manajer personalia) "Pada dasarnya saya nyaman-nyaman saja pakai kondom, jadi tidak ada alasan khusus untuk tidak memakainya. Hanya kebetulan saya dan istri pakai metode kontrasepsi lain jadinya kondom tidak kami pakai sebagai alat kontrasepsi utama, cuma dipakai sesekali saja untuk kombinasi.
Kalau ditanya apakah kondom mempengaruhi kenikmatan, ya pasti bedalah sensasinya soalnya kan memang seperti ada lapisannya. Cuma saya pikir tidak terlalu signifikan dan masih bisa diatasi misalnya dengan tidak langsung memakainya sejak awal pemanasan. Bahkan agar pengaruhnya bisa ditekan sesedikit mungkin, kadang-kadang saya baru memakai kondom kalau sudah mau keluar (ejakulasi). Jadi dalam satu sesi bercinta, ada masanya saya melakukan penetrasi tanpa kondom kemudian kalau kira-kira sudah mendekati klimaks baru kondomnya dipasang. Terlepas dari masalah kenikmatan, sejauh ini saya rasa kondom cukup efektif dalam membantu mengontrol kehamilan. Saya tidak perlu meragukan manfaat kondom karena kebetulan saya dulu pernah jadi relawan PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia)".
D.P. (Pria 30 tahun, masih lajang, manajer produksi) "Kerja di industri itu penting untuk selalu sedia kondom di dompet, karena di sini hiburan sangat jarang. Dengan memakai kondom, hubungan seks yang sifatnya one night stand rasanya lebih safe apalagi bila mainnya dengan orang yang tidak dikenal. Tapi kalau bicara kenikmatan, sejujurnya kondom mengurangi kenikmatan sebanyak 75 persen apalagi kalau kondomnya aneh-aneh. Makin banyak variasinya, misalnya bergerigi atau ada kumisnya, biasanya makin tidak nikmat dan yang banyak mengeluhkan justru pihak perempuan karena sensasinya jadi artifisial atau tidak alamiah.
Keluhan lain terkait penggunaan kondom adalah ketika harus membuang sampahnya. Membuang di toilet jelas tidak mungkin karena risikonya saluran tinja bisa mampet, sementara kalau dimasukkan tempat sampah yang ada di mess (asrama) takut ketahuan saat dibersihkan petugas. Satu-satunya cara menghilangkan jejak adalah membuangnya di jalan, meski saya sadar itu mengotori lingkungan. Terakhir, meski saya belum pernah mengalami sendiri, saya pikir pemakaian kondom bisa membuat pasangan terlalu percaya diri saat bercinta. Mentang-mentang aman, variasi gerakan atau posisinya jadi terlalu nekat lalu kondomnya sobek dan akhirnya malah tidak terlindungi baik dari infeksi kelamin maupun risiko kehamilan yang tidak diinginkan.
Meski begitu, saya selalu pakai kondom karena kalau sudah menyangkut keamanan maka faktor kenikmatan memang harus sedikit dikorbankan. baratnya kalau naik motor, tidak pakai helm itu pasti lebih nyaman tetapi kalau tidak aman ya saya memilih pakai helm".
D.G. (Pria 30 tahun, menikah belum punya anak, pengusaha kafe) "Sejak menikah 6 bulan yang lalu, saya belum pernah memakai kondom saat bercinta dengan istri saya. Bukan karena tidak suka, melainkan karena memang target saya saat ini adalah sesegera mungkin dapat momongan sehingga tidak perlu memakai alat kontrasepsi. Nanti kalau sudah punya anak dengan jumlah sesuai yang ditargetkan, saya dan istri memang berencana ikut KB (Keluarga Berencana). Metode seperti apa yang mau dipakai belum ditentukan, bisa jadi pakai kondom tapi tidak menutup kemungkinan pakai cara lain dan itu memang belum dipikirkan. Yang jelas kalau harus pakai kondom, saya pikir tidak ada salahnya karena cara ini memang paling praktis. Tidak butuh bantuan petugas untuk memasangnya, bisa dibeli di mana saja dan yang jelas lebih private karena hanya saya dan istri yang tahu kalau kami pakai kondom".
Dari berbagai wawancara tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pria tidak ingin menggunakan kondom karena factor kenikmatan. Faktor kenikmatan yang dimaksud adalah ketidak maksimalan sensasi yang dirasakan saat bercinta memakai kondom. Adanya kondom yang melapisi batang penis membuat kontak fisik dengan dinding kemaluan wanita berkurang sehingga sensasinya berkurang. Kelemahan ini diakui oleh pria beristri maupun pria lajang yang masih suka gonta-ganti pasangan, meski diakui juga bahwa manfaatnya masih lebih besar dibanding kerugiannya. Meski jadi kurang nyaman, kondom terbukti mencegah HIV/AIDS dan IMS ataupun kehamilan tidak diinginkan.
B.     Penerapan Metode Advokasi untuk Memaksimalkan Keefektifitasan Penggunaan Kondom sebagai Usaha Pencegahan HIV/AIDS dan IMS Terutama pada Mereka yang Berisiko Tinggi
Dari kasus AIDS yang dilaporkan Kemenkes RI tahun 1987 sampai Juni 2011, ternyata penularan terbanyak terjadi melalui hubungan seksual heteroseksual dan disusul pada penyalahgunaan NAPZA suntik (IDU). Untuk itu dapat dikatakan bahwa mereka yang berisiko paling tinggi tertular HIV dan IMS adalah pasangan heteroseksual. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut ini :

Sumber : Laporan Surveilans AIDS Kemenkes RI tahun 1987-Juni 2011
 Penularan HIV/AIDS dan IMS dapat terjadi pada mereka yang senang melakukan hubungan seksual bukan dengan pasangan sahnya (Pekerja Seks Komersial). Padahal PSK merupakan media penularan HIV/AIDS terbesar dari kalangan heteroseksual. Selain memiliki risiko tinggi terkena HIV/AIDS dan IMS, risiko penularannya pun dapat berlanjut pada pasangan sahnya masing-masing.
Sebenarnya risiko penularan HIV/AIDS dapat dicegah atau sekedar diminimalisir dengan menggunakan kondom. Namun tidak sedikit dari masyarakat yang tidak tertarik menggunakan kondom karena berbagai alasan. Salah satunya yaitu karena faktor kenikmatan yang konon katanya berkurang. Padahal sesungguhnya kondom tidak mempengaruhi kenikmatan hubungan seksual jika mampu memilih jenis kondom yang baik. Kalaupun mengurangi kenikmatan seksual, hal tersebut tidak seberapa dibanding dengan manfaat yang akan diperoleh.
Dalam hal ini, pola pikir negatif masyarakat tentang kondom seharusnya dirubah secara perlahan. Cara yang tepat merubah pola pikir negatif masyarakat tentang kondom tersebut adalah dengan melakukan advokasi.
Teknik advokasi yang sebaiknya digunakan untuk dalam hal ini yaitu:
1.      Memberikan Informasi mengenai HIV/AIDS dan IMS
Memberikan informasi mengenai HIV/AIDS dan IMS baik dari penyebab dan penularannya yang bertujuan untuk membuka mata masyarakat bahwa HIV/AIDS adalah penyakit yang belum ditemukan vaksin dan obatnya sehingga sudah seharusnya dihindari dengan berbagai pencegahan. Seperti pencegahan dari WHO yaitu ABC (Abstinence, Be faithful dan Condom).
2.      Promosi Kondom dilakukan Dengan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE)
KIE tentang kondom ini bertujuan untuk memberitahukan masyarakat bergai informasi tentang kondom sebagai upaya pencegahan HIV/AIDS dan IMS. Selain itu pada teknik advokasi ini pun akan diinformasikan kepada masyarakat tentang cara menggunakan dan melepas kondom dengan baik dan benar.
3.      Pembagian Kondom Secara Gratis pada Masyarakat yang Terindikasi Melakukan Seks Beresiko
Pembagian kondom secara gratis ini bukanlah untuk mengajak semua lapisan masyarakat untuk melakukan hubungan seks. Keberadaan kondom tidak harus dijadikan sebuah alasan untuk melakukan hubungan seks. Melainkan sebagai alat untuk mencegah penularan HIV/AIDS pada masyarakat yang terindikasi melakukan seks berisiko.
Dari ketiga teknik advokasi penggunaan kondom sebagai pencegahan HIV/AIDS dan IMS tersebut dapat diperoleh manfaat sebagai berikut :
1.      Meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS dan IMS.
2.      Masyarakat dapat mengetahui cara penggunaan kondom yang baik dan benar.
3.      Masyarakat yang terindikasi melakukan seks berisiko dapat mempertimbangkan penggunaan kondom sehingga dapat mencegah penularan HIV/AIDS dan IMS.
Dengan begitu angka penularan HIV/AIDS dan IMS dapat ditekan meskipun tidak begitu signifikan karena dihambat oleh kesadaran individu masyarakat.

BAB III
PENUTUP
A.     Simpulan
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1.      Faktor yang Menyebabkan Kurang Efektifnya Penggunaan Kondom sebagai Usaha Pencegahan HIV/AIDS dan IMS di Indonesia yaitu, karena sebagian besar pria tidak ingin menggunakan kondom karena factor kenikmatan. Faktor kenikmatan yang dimaksud adalah ketidak maksimalan sensasi yang dirasakan saat bercinta memakai kondom.
2.      Penerapan Metode Advokasi untuk Memaksimalkan Keefektifitasan Penggunaan Kondom sebagai Usaha Pencegahan HIV/AIDS dan IMS Terutama pada Mereka yang Berisiko Tinggi yaitu dengan Memberikan Informasi mengenai HIV/AIDS dan IMS, Promosi Kondom dilakukan Dengan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) dan Pembagian Kondom Secara Gratis pada Masyarakat yang Terindikasi Melakukan Seks Beresiko
B.        Saran
Berdasarkan simpulan, direkomendasikan beberapa hal sebagai berikut:
1.      Diharapkan pemerintah lebih aktif dalam pencegahan penularan hiv aids dan ims.
2.      Diharapkan kepada masyarakat untuk lmenghindari seks diluar pernikahan.
3.      Diharapkan kepada masyarakat yang terindikasi melakukan seks berisiko untuk menggunakan kondom agar penularan hiv dan aids dapat diminimalisir.
DAFTAR PUSTAKA
Aditya, Erlian Rista dkk. 2010. Rencana Operasional Promosi Kesehatan dalam pengendalian HIV dan AIDS. (07 Oktober 2012)
Almazini, Prima. 2008. 1001 Jurus Melawan HIV/AIDS. http://myhealing.wordpress.com/2008/03/03/%E2%80%9C1001%E2%80%9D-jurus-melawan-hivaids/#more-36. (08 Oktober 2012)
Harian Umum Pelita. 2012. Promosi Kondom, Dua Proteksi untuk KB dan Kespro. http://www.pelita.or.id/baca.php?id=291. (07 Oktober 2012)
Kompasiana. 2012. Infeksi Menular Seksual. http://kesehatan.kompasiana.com/seksologi/2012/06/07/infeksi-menular-seksual-ims/. (07 Oktober 2012)
Laporan Kementerian Kesehatan tahun 2010. 2010. Situasi Triwulan 2 Tahun 2011. http://www.aidsindonesia.or.id/laporan-kementerian-kesehatan-triwulan-kedua-2010.html . (08 Oktober 2012)
NN. 2010. Sejarah Penggunaan Kondom di Indonesia. http://wong168.wordpress.com/2012/06/15/sejarah-penggunaan-kondom-di-indonesia/. (07 Oktober 2012)
Pramudiarja, AN Uyung. Alasan Pria Tak Suka Pakai Kondom.  2012. http://health.detik.com/read/2012/05/09/120254/1912856/775/ini-alasan-pria-indonesia-tak-suka-pakai-kondom. (07 Oktober 2012)
Wikipedia. Kondom. http://id.wikipedia.org/wiki/Kondom. (08 Oktober 2012)
Zazuri, Achmad. 2012. Konsepsi yang Salah Mengenai Penggunaan Kondom. http://somse.blogspot.com/2004/08/konsepsi-yang-salah-mengenai.html. (08 Oktober 2012)

No comments:

Post a Comment