BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penyakit Menular
Seksual (PMS) atau Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah penyakit infeksi akibat
bakteri, parasit, virus, protozoa dan sebagainya yang dapat menular dari satu
orang ke orang lainnya melalui hubungan seksual misalnya penyakit Gonore,
Sifilis, Trichomoniasis dan lain-lain termasuk HIV/AIDS. HIV atau Human
Immunodeficiency Virus adalah virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh
seseorang sehingga menyebabkan AIDS. Sedangkan Acquired Immunideficiency
Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh seseorang yang disebabkan oleh virus HIV, sehingga penderita
sangat mudah terkena penyakit yang ringan sekalipun.
Dari berbagai
penyakit IMS, khususnya HIV/AIDS sampai saat ini belum ada obat dan vaksin yang
dapat menyembuhkan atau mencegah terjadi penularan dari Orang Dengan HIV/AIDS
(ODHA) kepada orang yang bukan ODHA. Obat yang ada saat ini adalah obat anti
retroviral (ARV). Fungsi obat ini hanya untuk mencegah replikasi atau
menghambat perkembangan virus HIV/AIDS dalam tubuh ODHA. Harga obat ARVpun
sangat mahal, padahal pasien harus minum dengan dosis yang banyak seumur
hidupnya.
Penularan
HIV/AIDS yang sangat cepat pada negara-negara berkembang berdampak sangat buruk
terhadap pembangunan dibidang sosial budaya. Ekonomi. Psikososial, menyebabkan
umur harapan hidup menjadi terhambat atau mundur dan selanjutnya dapat
mengancam kehidupan suatu penduduk bahkan suatu bangsa. Perkembangan HIV/AIDS
di Indonesia sejak tahun 1987 sampai tahun 2002 jumlah kasusnya terus meningkat
yaitu 2252 kasus HIV positif dan 1016 kasus AIDS dengan wilayah penularannya
semakin meluas.
Sampai saat ini
industri seks terus menyebar di seluruh wilayah Indonesia dengan perkiraan
rasio pada Wanita Pekerja Seks (WPS) 177.200-265.000 orang dan
2.435.000-3.813.000 adalah lelaki yang menjadi pelanggannya. Lebih dari 50%
lelaki pelanggan tersebut ternyata berstatus kawin. Ironisnya penggunaan kondom
secara tetap oleh pelanggan para pekerja seks ini tidak mencapai 10%.
Salah satu
metode pencegahan penularan HIV/AIDS dan IMS sampai saat ini masih diyakini
baik secara global, regional maupun nasional adalah dengan metode penggunaan
kondom secara benar dan konsisten terutama pada kelompok berisiko tinggi. Namun
masih banyak kalangan masyarakat yang tidak menyadari pentingnya penggunaan
kondom sebagai pencegahan HIV/AIDS dan IMS terutama untuk mereka yang berisiko
tinggi. Untuk itu pada makalah ini kami akan memabahas lebih lanjut tentang hal
tersebut.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka pokok permasalahannya adalah :
1. Faktor apa saja
yang menyebabkan kurang efektifnya penggunaan kondom sebagai usaha pencegahan HIV/AIDS dan IMS di Indonesia ?
2. Bagaimana penerapan metode advokasi untuk
memaksimalkan keefektifitasan penggunaan
kondom sebagai usaha pencegahan HIV/AIDS
dan IMS terutama pada mereka yang berisiko tinggi?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui faktor
yang menyebabkan kurang efektifnya penggunaan kondom sebagai usaha pencegahan HIV/AIDS dan IMS di Indonesia.
2. Mengetahui penerapan metode advokasi untuk
memaksimalkan keefektifitasan penggunaan
kondom sebagai usaha pencegahan HIV/AIDS
dan IMS terutama pada mereka yang berisiko tinggi.
D. Manfaat Penulisan
1.
Diharapkan dapat dijadikan pertimbangan untuk
menggunakan kondom sebagai usaha
pencegahan HIV/AIDS dan IMS terutama
pada mereka yang berisiko tinggi.
2. Diharapkan dapat dijadikan sebagai salah
satu sumber bacaan berkualitas tentang advokasi penggunaan kondom sebagai
pencegahan HIV/AIDS dan IMS terutama
pada mereka yang berisiko tinggi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Infeksi Menular Seksual
Pergaulan
bebas dan kurang mengertinya akibat penyakit yang di sebabkan karena hubungan
seksual yang tidak aman seperti ganti ganti pasangan, hubungan lewat mulut
(oral sex) lewat dubur (anal sex) hubungan lewat vagina (vaginal Sex).
Merupakan kontribusi besar akan tertular penyakit Infeksi Menular Seksual..
Kasus
Infeksi Menular Seksual seperti ini banyak terjadi di berbagai Negara tak
terkecuali di Indonesia. Dilihat dari jenis infeksi bisa dikatagorikan kurang
berbahaya, mudah disembuhkan dan sangat berbahaya karena dapat menyebabkan
kemandulan, kesakitan hebat dan bahkan kematian.
Banyak
orang berpikiran hanya pekerja seksual, homoseksual, lesbian dan mereka yang
berganti-ganti pasangan kemungkinan tertular. Pengertian tersebut tidak
benar, karena setiap orang yang pernah melakukan hubungan seksual, berisiko
untuk terkena Infeksi Menular Seksual. Untuk mecegah sebaiknya waktu
berhubungan menggunakan kondom, untuk mengurangi risiko tertular penyakit.
Gejala-gejala
Infeksi Menular Seksual berbeda-beda, kadang kala tidak memperlihatkan gejala
sama sekali. Untuk itu tidak usah kawatir beberapa IMS dapat dikenali
secara dini ciri-cirinya sebagai berikut :
1.
Keluarnya cairan yang tidak wajar (darah/nanah) dari penis atau vagina
2.
Rasa nyeri atau iritasi saat buang air kecil atau ketika melakukan hubungan
seksual.
3.
Adanya luka, ruam, lepuh, kutil atau benjolan di sekitar alat kelamin atau
anus.
4.
Adanya bintil-bintil berisi cairan pada alat kelamin
5.
Gatal atau iritasi di sekitar alat kelamin atau anus.
Cirri-ciri
tersebut bisa diakibatkan dari hal lain di luar IMS, jika mendapati hal
tersebut sebaiknya periksa ke dokter. Apalagi bila sebelumnya pernah
melakukan hubungan seksual tidak aman. Jangan sampai menunggu sampai cirri-ciri
tersebut hilang dengan sendirinya.
Beberapa
jenis Infeksi Memular Seksual yang sering ditemukan :
1.
Gonore yang disebabkan bakteri Neisseria gonorrhoeae.
2.
Sifilis (raja singa) yang disebabkan oleh bakteri
Treponemapallidium.
3.
Klamidia yang disebabkan oleh bakteri Chlamidia
trachomatis. Gejala-gejala yang ditimbulkan.
4.
Herpes Simplex / Herpes Genital yang disebabkan oleh
Herpes Simplex virus (HSV).
5.
Jengger Ayam/Kutil Kelamin yang disebabkan Human
Papiloma Virus (HPV).
6.
Ulkus Mole (Chancroid) yang disebabkan oleh bakteri
Hemophillus Ducreyi.
B.
HIV/AIDS
HIV adalah singkatan dari Human
Immunodeficiency Virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang
sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan
tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit
walaupun yang sangat ringan sekalipun.
Virus HIV menyerang sel CD4 dan merubahnya
menjadi tempat berkembang biak Virus HIV baru kemudian merusaknya sehingga
tidak dapat digunakan lagi. Sel darah putih sangat diperlukan untuk sistem
kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika diserang penyakit maka tubuh
kita tidak memiliki pelindung. Dampaknya adalah kita dapat meninggal dunia
terkena pilek biasa.
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa
AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara. Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit.
AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia. Hukuman
sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan
penderita penyakit mematikan lainnya. Kadang-kadang hukuman sosial tersebut
juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat
dalam merawat orang
yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).
Penularan
HIV akan terjadi bila ada kontak atau pertukaran cairan tubuh yang mengandung
virus, yaitu :
1.
Melalui hubungan seksual yang tidak terlindung
dengan orang yang terinfeksi HIV dan AIDS. Hubungan seksual ini bisa homoseksual (sesama jenis) ataupun heteroseksual
(berlainan jenis). Virus dapat masuk ke tubuh melalui lapisan/selaput
vagina, vulva, penis, rektum atau mulut.
2.
Melalui
transfusi darah dan transplantasi organ yang terinfeksi/tercemar HIV dan
langsung akan menularkan HIV ke dalam sistem peredaran darah dari si penerima.
3.
Melalui
jarum suntik atau alat tusuk lainnya (akupuntur, tindik, tato) yang
terinfeksi/tercemar HIV. Oleh sebab itu pemakaian jarum suntik secara
bersama-sama oleh pecandu narkotika akan mudah menularkan HIV di antara mereka,
bila salah satu diantaranya seorang pengidap HIV.
4.
Penularan
ibu hamil yang terinfeksi HIV kepada bayi yang dikandungnya. Penularan dapat terjadi selama kehamilan,
atau persalinan atau selama menyusui.
Mengingat pola
penularan HIV seperti disebutkan di atas, maka ada orang-orang yang berpeluang
atau berisiko lebih besar untuk tertular HIV, yaitu:
1.
Individu yang sering berganti-ganti pasangan dalam melakukan
hubungan seksual.
2. Penjaja seks dan pelanggannya.
3.
Pengguna jarum
suntik secara bersama (bergantian)
4.
Bayi yang dikandung ibu yang terinfeksi HIV
5. Orang yang memerlukan transfusi darah
secara teratur (penderita thalasemia, haemofilia, dsb) bila darah donor tidak
dilakukan skrining.
Penyebaran inveksi
HIV biasanya terjadi pada kelompok umur 20 – 50 tahun. Walaupun peluang atau
intensitas pada hubungan seksual sebagai jalur penularan HIV relatif sangat
rendah, tetapi karena kegiatan seksual sering dilakukan maka sebagian besar
penularan HIV melalui jalur hubungan seksual.
Beberapa hal yang berkaitan dengan
infeksi melalui hubungan seksual adalah resiko penularan melalui hubungan
seksual dari laki-laki ke perempuan lebih besar daripada dari perempuan ke
laki-laki, hal ini disebabkan perempuan adalah pasangan penerima (recipient
partner) dalam hubungan seksual. Seks anal (melalui dubur) beresiko lebih
tinggi daripada seks melalui vagina, karena seringkali terjadi perlukaan pada
daerah anal (dubur). Oleh karena itu pencegahan infeksi dicapai dengan
menggunakan kondom secara tepat dan konsisten pada mereka yang berperilaku
beresiko.
C.
Kebijakan Terkait dengan Penanggulangan HIV/AIDS dan IMS
1.
Kebijakan
Program Nasional
Sebagian besar
kasus HIV dan AIDS terjadi pada kelompok perilaku risiko tinggi yang merupakan
kelompok yang dimarjinalkan, maka program-program pencegahan dan pengendalian
HIV dan AIDS memerlukan pertimbangan keagamaan, adat-istiadat dan norma-norma
masyarakat yang berlaku di samping pertimbangan kesehatan.
Penularan dan
penyebaran HIV dan AIDS sangat berhubungan dengan perilaku berisiko, oleh
karena itu pengendalian harus memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap perilaku tersebut.
2.
Kebijakan
Umum Pengendalian HIV dan AIDS Sektor Kesehatan
a.
Upaya pencegahan yang efektif termasuk penggunaan
kondom 100% pada setiap hubungan seks berisiko, semata-mata hanya untuk memutus
rantai penularan HIV.
b.
Upaya pengendalian HIV dan AIDS merupakan upaya-upaya
terpadu dari peningkatan perilaku hidup sehat, pencegahan penyakit, pengobatan
dan perawatan berdasarkan data dan fakta ilmiah serta dukungan terhadap ODHA.
c.
Upaya pengendalian HIV dan AIDS diselenggarakan oleh
masyarakat, pemerintah, dan LSM berdasarkan prinsip kemitraan. Masyarakat dan
LSM menjadi pelaku utama sedangkan pemerintah berkewajiban mengarahkan, membimbing
dan menciptakan suasana yang mendukung terselenggaranya upaya pengendalian HIV
dan AIDS.
d.
Upaya pengendalian HIV dan AIDS diutamakan pada
kelompok masyarakat berperilaku risiko tinggi tetapi harus pula memperhatikan
kelompok masyarakat yang rentan, termasuk yang berkaitan dengan pekerjaannya dan
kelompok marjinal terhadap penularan HIV and AIDS.
3.
Kebijakan
Operasional Pengendalian HIV dan AIDS Sektor Kesehatan
a.
Pemerintah pusat bertugas melakukan regulasi dan
standarisasi secara nasional kegiatan program AIDS dan pelayanan bagi ODHA.
b.
Penyelenggaran dan pelaksanaan program dilakukan sesuai
azas desentralisasi dengan Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program.
c.
Pengembangan layanan bagi ODHA dilakukan melalui
pengkajian menyeluruh dari berbagai aspek yang meliputi: situasi epidemi
daerah, beban masalah dan kemampuan, komitmen, strategi dan perencanaan, kesinambungan,
fasilitas, Sumber Daya Manusia (SDM) dan pembiayaan.
d.
Sesuai dengan kewenangannya, pengembangan layanan
ditentukan oleh Dinas Kesehatan.
e.
Setiap pemeriksaan untuk mendiagnosa HIV dan AIDS harus
didahului dengan penjelasan yang benar dan mendapat persetujuan yang bersangkutan
(informed consent). Konseling yang memadai harus diberikan sebelum dan
sesudah pemeriksaan dan hasil pemeriksaan diberitahukan kepada yang
bersangkutan tetapi wajib dirahasiakan kepada pihak lain.
f.
Setiap pemberi pelayanan berkewajiban memberikan
layanan tanpa diskriminasi kepada ODHA dan menerapkan prinsip:
1)
Keberpihakan kepada ODHA dan masyarakat (patient and
community centered).
2)
Upaya mengurangi infeksi HIV pada pengguna Narkotika
Alkohol
3)
Psikotropika Zat Adiktif (NAPZA) suntik melalui
kegiatan pengurangan dampak buruk (harm reduction) dilaksanakan secara komprehensif
dengan juga mengupayakan penyembuhan dari ketergantungan pada NAPZA.
4)
Penguatan dan pengembangan program diprioritaskan bagi
peningkatan mutu pelayanan, dan kemudahan akses terhadap pencegahan, pelayanan
dan pengobatan bagi ODHA.
5) Layanan
bagi ODHA dilakukan secara holistik, komprehensif dan integratif sesuai dengan
konsep layanan perawatan yang berkesinambungan.
D.
Kondom
Kondom adalah alat kontrasepsi atau alat
untuk mencegah kehamilan
atau penularan penyakit
kelamin pada saat bersanggama. Kondom biasanya dibuat dari bahan karet latex dan
dipakaikan pada alat
kelamin pria
atau wanita
pada keadaan ereksi
sebelum bersanggama (bersetubuh) atau berhubungan suami-istri.
Masih
belum jelas dari mana kata "kondom" berasal. Ada yang menduga kata
itu berasal dari sebuah kota bernama Condom yang terletak di provinsi Gascony, sebelah barat
daya Perancis.
Pria-pria dari kota Condom ini terkenal dengan sifatnya yang menyukai seks,
kurang sabar, dan gampang marah, kurang lebih seperti karakter tokoh Cyrano de
Bergerac dalam drama karya sutradara Edmond Rostrands.
Pendapat
lain mengatakan kata kondom diambil dari nama Dr.Condom, seorang dokter asal
Inggris yang bergelar Pangeran. Pada pertengahan tahun 1600, ia yang mula-mula
mengenalkan corong untuk menutupi penis untuk melindungi King Charles II dari
penularan penyakit kelamin.
Kondom
tidak hanya dipakai oleh lelaki, terdapat pula kondom wanita yang dirancang
khusus untuk digunakan oleh wanita. Kondom ini berbentuk silinder yang dimasukkan ke dalam
alat kelamin atau kemaluan wanita.
Cara
kerja kondom wanita sama dengan cara kondom lelaki, yaitu mencegah sperma masuk
ke dalam alat reproduksi wanita. Manfaat, keterbatasan maupun efek samping yang
ditimbulkan kondom wanita, hampir sama dengan kondom lelaki. Tingkat
efektifitas kondom wanita akan tinggi, apabila cara menggunakannya benar. Angka
kegagalan kontrasepsi kondom sangat sedikit yaitu 2-12 kehamilan per 100
perempuan per tahun. Kondom terbagi dua yaitu :
1. Kondom Primitif
Menurut
Charles Panati, dalam bukunya Sexy Origins and Intimate Things, sarung
untuk melindungi penis telah dipakai sejak berabad silam. Sejarah menunjukkan
orang-orang Roma,
mungkin juga Mesir,
menggunakan kulit tipis dari kandung kemih dan usus binatang sebagai
"sarung".
Kondom
primitif itu dipakai bukan untuk mencegah kehamilan tapi menghindari penyakit
kelamin. Untuk menekan kelahiran, sejak dulu pria selalu mengandalkan kaum
perempuan untuk memilih bentuk kontrasepsi.
2. Sarung Linen
Gabriello
Fallopia, dokter dari Italia yang hidup di abad ke-17 adalah orang yang pertama
kali menjelaskan dua tabung pipih yang membawa sel telur dari ovarium ke
uterus. Ia dikenal sebagai "bapak kondom" karena pada pertengahan
tahun 1500 ia membuat sarung linen yang berukuran pas (fit) di bagian penis dan
melindungi permukaan kulit. Penemuannya ini diuji coba pada 1000 pria dan
sukses.
Kondom
di abad 17 berbentuk tebal dan dibuat dari usus binatang, selaput ikan atau
bahan linen yang licin. Namun karena kondom dipandang mengurangi kenikmatan
seksual dan tidak selalu manjur mencegah penularan penyakit (akibat penggunaan
berulang kali tanpa dicuci), kondom pun menjadi tidak populer dan jadi bahan
diolok-olok.
Meski
begitu, kondom tetap dipakai karena pada masa itu banyak pria yang khawatir
tertular penyakit kelamin. A Classical Dictionary of the Vulgar Tongue
yang terbit di London tahun 1785 menyebut kondom sebagai "usus kambing
kering yang dipakai pria dalam hubungan seks untuk mencegah penularan
penyakit".
E. Sejarah Penggunaan Kondom di Indonesia
Kondom
ditemukan sejak beratus-ratus tahun lalu dan terus mengalami penyempurnaan.
Kondom moderen yang terbuat dari lateks misalnya sudah ada di dunia sejak 1930.
Awalnya
kondom dibuat dari bahan linen, kemudian menggunakan usus hewan dan terakhir
menggunakan bahan lateks sampai saat ini. Gabriello Fallopia, dokter dari
Italia, adalah orang yang pertama kali membuat sarung linen yang melindungi
permukaan kulit penis dan disesuaikan dengan ukuran penis. Kondom linen ini
dibuat dengan tujuan untuk menghindari penyakit kelamin. Penemuannya ini diuji
coba pada abad ke-15 pada 1000 pria dan sukses.
Pada
abad 17, kondom dibuat dari usus hewan, selaput ikan atau bahan linen yang
licin. Namun kondom usus hewan ini dirasa mengurangi kenikmatan seksual dan
tidak selalu manjur mencegah penularan penyakit karena dipakai berkali-kali.
Pada waktu ini, pemakaian kondom sempat ditinggalkan karena tidak terlalu
bermanfaat.
Kondom
karet mulai diciptakan tahun 1870. Harganya sangat mahal dan permukaannya
tebal. Para penggunanya disarankan untuk mencucinya sebelum dan setelah
hubungan seksual sehingga boleh dipakai sampai karetnya bocor atau pecah.
Barulah pada tahun 1930 diperkenalkan kondom lateks yang lebih tipis dan hanya
sekali pakai.
Dewasa
ini, kondom dibuat dengan berbagai variasi dan aroma. Kondom juga disertai
cairan pelumas untuk menjada keawetannya. Penggunaan kondom makin pesat sejak mulai
maraknya isu penyebaran HIV AIDS tahun 1970-an.
Kondom
sendiri mulai masuk ke Indonesia lewat program KB yang dibawa BKKBN, yaitu
mulai tahun 1970. Dulu, masyarakat masih merasa risih mengenakan kondom karena
dianggap mengganggu kenikmatan berhubungan seksual. Bahkan, orang sering
memakai bahasa tubuh tertentu hanya untuk membeli kondom di toko.
Seiring
dengan maraknya promosi program KB dan berkembangnya pemahaman masyarakat,
kondom makin diterima masyarakat luas. Penjualannya kini dipajang di display toko
dekat kasir agar pembeli tak perlu bingung mencari. Memakai kondom adalah
metode yang paling sederhana dan efektif mencegah kehamilan dan penyebaran
penyakit infeksi menular.
Sejak
tahun 1987, Indonesia sudah memiliki pabrik kondom sendiri. Namun sayang,
produksi kondom lokal masih kalah oleh gempuran kondom impor. Padahal,
Indonesia merupakan negara terbesar kedua penghasil karet, bahan baku pembuatan
kondom.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Faktor yang Menyebabkan Kurang Efektifnya Penggunaan Kondom sebagai Usaha Pencegahan HIV/AIDS dan IMS
di Indonesia
Secara medis, kondom nampaknya tidak dapat memberikan
jawaban yang memuaskan karena masih ada kemungkinan pengguna tertular HIV. Yang
kedua, bagaimana seseorang harus menggunakan kondom dengan benar dengan 7
langkah sebagaimana diberikan oleh Centers for Desease Control and
Prevention (CDC). Ketika anak-anak muda diberi petunjuk bagaimana
menggunakan kondom dengan baik dan benar, kurang dari separuh dari mereka yang
mengetahui bagaimana menggunakan langkah-langkah tersebut.
Sebuah
penelitian menghitung prevalensi dari tiga konsepsi yang salah penggunaan
kondom yang sering terjadi dan variasi terhadap gender, pengalaman hubungan
seks, dan penggunaan kondom.
Data dari National Longitudinal Study
of Adolescent Health (ADD Health) menganalisa prevalensi dari konsepsi yang
salah pada 16,667 remaja usia 15-21 tahun yang ikut serta dalam pengisian
kuesioner yang dikirim melalui pos pada April dan December 1995.
Untuk mengetahui prevalensi konsepsi
yang salah akan penggunaan kondom dan untuk menilai hubungan antara konsepsi
yang salah, responden dibagi menjadi tiga kelompok: remaja yang pernah
melakukan hubungan seks dan pernah memakai kondom minimal satu kali, remaja
yagn sudah pernah melakukan hubungan seks dan belum pernah pakai kondom, dan
remaja yang belum pernah hubungan seksual. Hasil. penelitian umum menyatakan
47% responden sudah pernah melakukan hubungan seksual dan dari responden yang
pernah melakukan hubungan seksual, 28% menggunakan kondom minimal sekaliserta
responden yang pernah melakukan hubungan seksual, 29%nya mengaku punya pasangan
seksual paling sedikit sudah 4 orang. Dari responden tersebut titemukan
kesalahan konsepsi dalam penggunaan kondom, yaitu :
- 33% responden perempuan dan 40% laki-laki yang pernah melakukan hubungan seksual dan pernah memakai kondom minimal satu kali, teridentifikasi menjawab salah, dengan menjawab benar pada pernyataan di atas.
- 35% responden dan 39% laki-laki yang pernah melakukan hubungan seksual dan tidak pernah pakai kondom, teridentifikasi menjawab salah, dengan menjawab benar pada pernyataan di atas.
- 51% responden perempua dan 45% laki-laki yang tidak pernah hubungan seksual teridentifikasi menjawab salah, dengan menjawab benar pada pernyataan di atas.
Jumlah pria Indonesia yang memakai kondom masih
terbilang sedikit tidak sampai 1 persen dari jumlah penduduk dewasa. Meski
kondom bisa melindungi pemakainya dari infeksi kelamin dan risiko kehamilan
yang tidak diinginkan, tidak sedikit pria yang mengeluhkan alat pemakaian
kontrasepsi tersebut. Beberapa factor yang menyebabkan pria tidak ingin
menggunakan kondom ketika berhubungan seksual adalah malu membeli kondom,
penularan IMS masih mungkin terjadi, mengurangi kenikmatan, menyakitkan,
canggung member tahu pasangan untuk menggunakan kondom dan dapat mengganggu
spontanifitas seks.
Berikut ini adalah kesan-kesan yang disampaikan 3 orang
pria Indonesia, YM, DP dan DG tentang pemakaian kondom.
Y.M. (Pria 33 tahun, menikah punya 2 anak,
manajer personalia) "Pada dasarnya saya nyaman-nyaman saja
pakai kondom, jadi tidak ada alasan khusus untuk tidak memakainya. Hanya
kebetulan saya dan istri pakai metode kontrasepsi lain jadinya kondom tidak
kami pakai sebagai alat kontrasepsi utama, cuma dipakai sesekali saja untuk
kombinasi.
Kalau ditanya apakah kondom mempengaruhi kenikmatan, ya pasti bedalah sensasinya soalnya kan memang seperti ada lapisannya. Cuma saya pikir tidak terlalu signifikan dan masih bisa diatasi misalnya dengan tidak langsung memakainya sejak awal pemanasan. Bahkan agar pengaruhnya bisa ditekan sesedikit mungkin, kadang-kadang saya baru memakai kondom kalau sudah mau keluar (ejakulasi). Jadi dalam satu sesi bercinta, ada masanya saya melakukan penetrasi tanpa kondom kemudian kalau kira-kira sudah mendekati klimaks baru kondomnya dipasang. Terlepas dari masalah kenikmatan, sejauh ini saya rasa kondom cukup efektif dalam membantu mengontrol kehamilan. Saya tidak perlu meragukan manfaat kondom karena kebetulan saya dulu pernah jadi relawan PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia)".
Kalau ditanya apakah kondom mempengaruhi kenikmatan, ya pasti bedalah sensasinya soalnya kan memang seperti ada lapisannya. Cuma saya pikir tidak terlalu signifikan dan masih bisa diatasi misalnya dengan tidak langsung memakainya sejak awal pemanasan. Bahkan agar pengaruhnya bisa ditekan sesedikit mungkin, kadang-kadang saya baru memakai kondom kalau sudah mau keluar (ejakulasi). Jadi dalam satu sesi bercinta, ada masanya saya melakukan penetrasi tanpa kondom kemudian kalau kira-kira sudah mendekati klimaks baru kondomnya dipasang. Terlepas dari masalah kenikmatan, sejauh ini saya rasa kondom cukup efektif dalam membantu mengontrol kehamilan. Saya tidak perlu meragukan manfaat kondom karena kebetulan saya dulu pernah jadi relawan PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia)".
D.P. (Pria 30 tahun, masih lajang, manajer
produksi) "Kerja di industri itu penting untuk selalu sedia
kondom di dompet, karena di sini hiburan sangat jarang. Dengan memakai kondom,
hubungan seks yang sifatnya one night stand rasanya lebih safe apalagi bila
mainnya dengan orang yang tidak dikenal. Tapi kalau bicara kenikmatan,
sejujurnya kondom mengurangi kenikmatan sebanyak 75 persen apalagi kalau
kondomnya aneh-aneh. Makin banyak variasinya, misalnya bergerigi atau ada
kumisnya, biasanya makin tidak nikmat dan yang banyak mengeluhkan justru pihak
perempuan karena sensasinya jadi artifisial atau tidak alamiah.
Keluhan lain terkait penggunaan kondom adalah ketika harus membuang sampahnya. Membuang di toilet jelas tidak mungkin karena risikonya saluran tinja bisa mampet, sementara kalau dimasukkan tempat sampah yang ada di mess (asrama) takut ketahuan saat dibersihkan petugas. Satu-satunya cara menghilangkan jejak adalah membuangnya di jalan, meski saya sadar itu mengotori lingkungan. Terakhir, meski saya belum pernah mengalami sendiri, saya pikir pemakaian kondom bisa membuat pasangan terlalu percaya diri saat bercinta. Mentang-mentang aman, variasi gerakan atau posisinya jadi terlalu nekat lalu kondomnya sobek dan akhirnya malah tidak terlindungi baik dari infeksi kelamin maupun risiko kehamilan yang tidak diinginkan.
Meski begitu, saya selalu pakai kondom karena kalau sudah menyangkut keamanan maka faktor kenikmatan memang harus sedikit dikorbankan. baratnya kalau naik motor, tidak pakai helm itu pasti lebih nyaman tetapi kalau tidak aman ya saya memilih pakai helm".
Keluhan lain terkait penggunaan kondom adalah ketika harus membuang sampahnya. Membuang di toilet jelas tidak mungkin karena risikonya saluran tinja bisa mampet, sementara kalau dimasukkan tempat sampah yang ada di mess (asrama) takut ketahuan saat dibersihkan petugas. Satu-satunya cara menghilangkan jejak adalah membuangnya di jalan, meski saya sadar itu mengotori lingkungan. Terakhir, meski saya belum pernah mengalami sendiri, saya pikir pemakaian kondom bisa membuat pasangan terlalu percaya diri saat bercinta. Mentang-mentang aman, variasi gerakan atau posisinya jadi terlalu nekat lalu kondomnya sobek dan akhirnya malah tidak terlindungi baik dari infeksi kelamin maupun risiko kehamilan yang tidak diinginkan.
Meski begitu, saya selalu pakai kondom karena kalau sudah menyangkut keamanan maka faktor kenikmatan memang harus sedikit dikorbankan. baratnya kalau naik motor, tidak pakai helm itu pasti lebih nyaman tetapi kalau tidak aman ya saya memilih pakai helm".
D.G. (Pria 30 tahun, menikah belum punya anak,
pengusaha kafe) "Sejak menikah 6 bulan yang lalu, saya belum
pernah memakai kondom saat bercinta dengan istri saya. Bukan karena tidak suka,
melainkan karena memang target saya saat ini adalah sesegera mungkin dapat
momongan sehingga tidak perlu memakai alat kontrasepsi. Nanti kalau sudah punya
anak dengan jumlah sesuai yang ditargetkan, saya dan istri memang berencana
ikut KB (Keluarga Berencana). Metode seperti apa yang mau dipakai belum
ditentukan, bisa jadi pakai kondom tapi tidak menutup kemungkinan pakai cara
lain dan itu memang belum dipikirkan. Yang jelas kalau harus pakai kondom, saya
pikir tidak ada salahnya karena cara ini memang paling praktis. Tidak butuh
bantuan petugas untuk memasangnya, bisa dibeli di mana saja dan yang jelas
lebih private karena hanya saya dan istri yang tahu kalau kami pakai
kondom".
Dari berbagai wawancara tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sebagian
besar pria tidak ingin menggunakan kondom karena factor kenikmatan. Faktor
kenikmatan yang dimaksud adalah ketidak maksimalan sensasi yang dirasakan saat
bercinta memakai kondom. Adanya kondom yang melapisi batang penis membuat
kontak fisik dengan dinding kemaluan wanita berkurang sehingga sensasinya
berkurang. Kelemahan ini diakui oleh pria beristri maupun pria lajang yang
masih suka gonta-ganti pasangan, meski diakui juga bahwa manfaatnya masih lebih
besar dibanding kerugiannya. Meski jadi kurang nyaman, kondom terbukti mencegah
HIV/AIDS dan IMS ataupun kehamilan tidak diinginkan.
B.
Penerapan Metode Advokasi untuk Memaksimalkan
Keefektifitasan Penggunaan Kondom
sebagai Usaha Pencegahan HIV/AIDS
dan IMS Terutama pada Mereka yang Berisiko Tinggi
Dari kasus AIDS yang dilaporkan Kemenkes RI tahun 1987 sampai Juni 2011, ternyata penularan terbanyak terjadi melalui
hubungan seksual heteroseksual dan disusul pada penyalahgunaan NAPZA suntik
(IDU). Untuk itu dapat dikatakan bahwa mereka yang berisiko paling tinggi
tertular HIV dan IMS adalah pasangan heteroseksual. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada grafik berikut ini :
Sumber : Laporan
Surveilans AIDS Kemenkes RI tahun 1987-Juni 2011
Penularan HIV/AIDS dan IMS dapat terjadi
pada mereka yang senang melakukan hubungan seksual bukan dengan pasangan sahnya
(Pekerja Seks Komersial). Padahal PSK merupakan media penularan HIV/AIDS
terbesar dari kalangan heteroseksual. Selain memiliki risiko tinggi terkena
HIV/AIDS dan IMS, risiko penularannya pun dapat berlanjut pada pasangan sahnya
masing-masing.
Sebenarnya risiko penularan HIV/AIDS dapat dicegah atau sekedar
diminimalisir dengan menggunakan kondom. Namun tidak sedikit dari masyarakat
yang tidak tertarik menggunakan kondom karena berbagai alasan. Salah satunya
yaitu karena faktor kenikmatan yang konon katanya berkurang. Padahal
sesungguhnya kondom tidak mempengaruhi kenikmatan hubungan seksual jika mampu
memilih jenis kondom yang baik. Kalaupun mengurangi kenikmatan seksual, hal
tersebut tidak seberapa dibanding dengan manfaat yang akan diperoleh.
Dalam hal ini, pola pikir negatif masyarakat tentang kondom seharusnya
dirubah secara perlahan. Cara yang tepat merubah pola pikir negatif masyarakat
tentang kondom tersebut adalah dengan melakukan advokasi.
Teknik advokasi yang sebaiknya digunakan untuk dalam hal ini yaitu:
1. Memberikan Informasi mengenai HIV/AIDS dan
IMS
Memberikan informasi mengenai HIV/AIDS dan IMS baik dari penyebab dan
penularannya yang bertujuan untuk membuka mata masyarakat bahwa HIV/AIDS adalah
penyakit yang belum ditemukan vaksin dan obatnya sehingga sudah seharusnya
dihindari dengan berbagai pencegahan. Seperti pencegahan dari WHO yaitu ABC
(Abstinence, Be faithful dan Condom).
2. Promosi Kondom dilakukan Dengan Komunikasi Informasi dan Edukasi
(KIE)
KIE tentang kondom ini bertujuan untuk memberitahukan masyarakat bergai
informasi tentang kondom sebagai upaya pencegahan HIV/AIDS dan IMS. Selain itu
pada teknik advokasi ini pun akan diinformasikan kepada masyarakat tentang cara
menggunakan dan melepas kondom dengan baik dan benar.
3. Pembagian Kondom Secara Gratis pada
Masyarakat yang Terindikasi Melakukan Seks Beresiko
Pembagian kondom secara gratis ini bukanlah untuk mengajak semua lapisan
masyarakat untuk melakukan hubungan seks. Keberadaan kondom tidak harus
dijadikan sebuah alasan untuk melakukan hubungan seks. Melainkan sebagai alat
untuk mencegah penularan HIV/AIDS pada masyarakat yang terindikasi melakukan
seks berisiko.
Dari ketiga teknik advokasi penggunaan kondom sebagai pencegahan HIV/AIDS
dan IMS tersebut dapat diperoleh manfaat sebagai berikut :
1. Meningkatnya pengetahuan masyarakat
tentang HIV/AIDS dan IMS.
2. Masyarakat dapat mengetahui cara
penggunaan kondom yang baik dan benar.
3. Masyarakat yang terindikasi melakukan seks
berisiko dapat mempertimbangkan penggunaan kondom sehingga dapat mencegah penularan
HIV/AIDS dan IMS.
Dengan begitu angka penularan HIV/AIDS dan
IMS dapat ditekan meskipun tidak begitu signifikan karena dihambat oleh
kesadaran individu masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat ditarik
simpulan sebagai berikut:
1. Faktor yang
Menyebabkan Kurang Efektifnya Penggunaan Kondom sebagai Usaha Pencegahan HIV/AIDS dan IMS di Indonesia yaitu, karena sebagian besar pria tidak
ingin menggunakan kondom karena factor kenikmatan. Faktor
kenikmatan yang dimaksud adalah ketidak maksimalan sensasi yang dirasakan saat
bercinta memakai kondom.
2. Penerapan Metode Advokasi untuk
Memaksimalkan Keefektifitasan Penggunaan
Kondom sebagai Usaha Pencegahan HIV/AIDS
dan IMS Terutama pada Mereka yang Berisiko Tinggi yaitu dengan Memberikan
Informasi mengenai HIV/AIDS dan IMS, Promosi
Kondom dilakukan Dengan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) dan Pembagian Kondom Secara Gratis pada
Masyarakat yang Terindikasi Melakukan Seks Beresiko
B.
Saran
Berdasarkan
simpulan, direkomendasikan beberapa hal sebagai berikut:
1.
Diharapkan pemerintah lebih aktif dalam
pencegahan penularan hiv aids dan ims.
2.
Diharapkan kepada masyarakat untuk lmenghindari
seks diluar pernikahan.
3.
Diharapkan kepada masyarakat yang terindikasi
melakukan seks berisiko untuk menggunakan kondom agar penularan hiv dan aids
dapat diminimalisir.
DAFTAR PUSTAKA
Aditya, Erlian Rista dkk. 2010. Rencana Operasional Promosi Kesehatan dalam
pengendalian HIV dan AIDS. (07 Oktober 2012)
Almazini, Prima. 2008. 1001 Jurus Melawan HIV/AIDS. http://myhealing.wordpress.com/2008/03/03/%E2%80%9C1001%E2%80%9D-jurus-melawan-hivaids/#more-36.
(08 Oktober 2012)
Harian Umum Pelita. 2012. Promosi Kondom, Dua Proteksi untuk KB dan Kespro. http://www.pelita.or.id/baca.php?id=291. (07 Oktober 2012)
Kompasiana. 2012. Infeksi Menular Seksual. http://kesehatan.kompasiana.com/seksologi/2012/06/07/infeksi-menular-seksual-ims/. (07 Oktober 2012)
Laporan Kementerian Kesehatan tahun 2010. 2010. Situasi Triwulan 2 Tahun 2011. http://www.aidsindonesia.or.id/laporan-kementerian-kesehatan-triwulan-kedua-2010.html . (08 Oktober 2012)
NN. 2010. Sejarah Penggunaan Kondom di Indonesia. http://wong168.wordpress.com/2012/06/15/sejarah-penggunaan-kondom-di-indonesia/. (07 Oktober 2012)
Pramudiarja, AN Uyung. Alasan Pria Tak Suka Pakai Kondom. 2012. http://health.detik.com/read/2012/05/09/120254/1912856/775/ini-alasan-pria-indonesia-tak-suka-pakai-kondom. (07 Oktober 2012)
Zazuri, Achmad. 2012. Konsepsi yang Salah Mengenai Penggunaan Kondom. http://somse.blogspot.com/2004/08/konsepsi-yang-salah-mengenai.html. (08 Oktober 2012)
No comments:
Post a Comment