BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Keselamatan
kerja merupakan keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja,
bahan dan proses pengolahannya, landasan, tempat kerja dan lingkungannya serta
cara-cara melakukan kerja.Hal ini merupakan sarana utama untuk pencegahan
kerugian; cacat & kematian sebagai kecelakaan kerja, kebakaran, dan
ledakan.
Kecelakaan
merupakan rangkaian yang berkaitan satu dengan lainnya. Kecelakaan yang timbul
merupakan hasil gabungan dari beberapa faktor (lingkungan, peralatan kerja, dan
faktor pekerja itu sendiri). Ada 2 golongan penyebab terjadinya kecelakaan
kerja yaitu Unsafe Acts dan Unsafe Conditions.
Untuk
mengatasi kecelakaan kerja, maka diperlukan pencegahan baik pada faktor manusia
maupun terhap faktor lingkungan dan mekanik agar kecelakan dapat dicegah dan
tidak terulang kembali. Disamping itu kecelakaan harus dianalisis untuk
mengetahui penyebabnya, akibat, dan langkah apa yang perlu diambil.
Cara
efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan, harus diambil tindakan yang tepat
terhadap tenaga kerja dan perlengkapan, agar tenaga kerja memiliki konsep
keselamatan dan kesehatan kerja demi mencegah terjadinya kecelakaan. Karena
dianggap penting untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja tersebut, maka pada
makalah ini kami akan membahas tentang pengenalan keselamatan kerja.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka pokok permasalahannya adalah :
1.
Apa yang dimaksud dengan kecelakaan kerja ?
2. Apa
yang dimaksud dengan keselamatan kerja ?
3.
Apa yang dimaksud dengan Alat Pelindung Diri
(APD) ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu :
1.
Mengetahui tentang kecelakaan kerja.
2. Mengetahui
tentang keselamatan kerja.
3.
Mengetahui tentang Alat Pelindung Diri (APD).
D. Manfaat Penulisan
1.
Diharapkan dapat dijadikan salah satu sumber
pengetahuan tentang keselamatan kerja.
2. Diharapkan dapat dijadikan sebagai salah pemenuhan
tugas kelompok mata kuliah Dasar Kesehatan Kerja.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kecelakaan Kerja
Kecelakaan
Kerja adalah sesuatu yang tidak terduga dan tidak diharapkan yang dapat
mengakibatkan kerugian harta benda, korban jiwa / luka / cacat maupun
pencemaran. Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan yang terjadi akibat adanya
hubungan kerja, (terjadi karena suatu pekerjaan atau melaksanakan pekerjaan).
Terjadinya
kecelakaan kerja disebabkan oleh 2 faktor utama yakni faktor fisik dan faktor
manusia. Oleh sebab itu kecelakaan kerja juga merupakan bagian dari kesehatan
kerja. Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan
akibat dari kerja.
Konsepsi penyebab kecelakaan kerja, yaitu:
1.
Sebelum
Revolusi Industri :
Kecelakaan
itu terjadi karena nasib semata-mata, sehingga pada waktu itu belum ada usaha
secara rasional yang diarahkan untuk mencegah kecelakaan.
2.
Zaman Revolusi
Industri tahun 1931 :
Herbert
W Heinrich memprakarsai teori dasar penyebab dan pencegahan kecelakaan atau
yang dikenal dengan teori “Domino
Kecelakaan”. Dia mengatakan bahwa sebagian besar kecelakaan ( ± 80% )
disebabkan karena faktor manusia atau dengan perkataan lain tindakan tidak aman
dari manusia.
Berdasarkan konsepsi
sebab kecelakaan tersebut diatas, maka ditinjau dari sudut keselamatan kerja
unsur-unsur penyebab kecelakaan kerja mencakup 5 M yaitu:
1.
Manusia.
2.
Manajemen (unsur pengatur).
3.
Material (bahan-bahan).
4.
Mesin (peralatan).
5.
Medan (tempat kerja/lingkungan kerja).
Semua unsur tersebut saling berhubungan
dan membentuk suatu sistem tersendiri. Ketimpangan pada salah satu atau lebih
unsur tersebut akan menimbulkan kecelakaan/kerugian. Berikut contoh
bentuk-bentuk ketimpangan unsur 5M tersebut :
1.
Unsur Manusia, antara lain :
a.
Tidak adanya unsur keharmonisan antar tenaga kerja
maupun dengan pimpinan.
b.
Kurangya pengetahuan / keterampilan.
c.
Ketidakmampuan fisik / mental.
d.
Kurangnya motivasi.
2.
Unsur Manajemen, antara lain :
a.
Kurang pengawasan.
b.
Struktur organisasi yang tidak jelas dan kurang tepat.
c.
Kesalahan prosedur operasi.
d.
Kesalahan pembinaan pekerja.
3.
Unsur Material, antara lain :
a. Adanya
bahan beracun / mudah terbakar.
b. Adanya
bahan yang mengandung korosif.
4.
Unsur Mesin, antara lain :
a.
Cacat pada waktu proses pembuatan.
b.
Kerusakan karena pengolahan.
c.
Kesalahan perencanaan.
5.
Unsur Medan, antara lain :
a.
Penerangan tidak tepat (silau atau gelap).
b.
Ventilasi buruk dan housekeeping
yang jelek.
Pada
umumnya kecelakaan terjadi karena kurangnya pengetahuan dan pelatihan, kurangnya
pengawasan, kompleksitas dan keanekaragaman ukuran organisasi, yang kesemuanya
mempengaruhi kinerja keselamatan dalam industri konstruksi.
Para pekerja akan
tertekan dalam bekerja apabila waktu yang disediakan untuk merencanakan,
melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan terbatas. Manusia dan beban kerja
serta faktor-faktor dalam lingkungan kerja merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan, yang disebut roda keseimbangan dinamis.
Berdasarkan uraian
diatas, maka kecelakaan terjadi karena adanya ketimpangan dalam unsur 5M, yang
dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok yang saling terkait, yaitu Manusia,
Perangkat keras dan Perangkat lunak. Oleh karena itu dalam melaksanakan
pencegahan dan pengendalian kecelakaan adalah dengan pendekatan kepada ketiga
unsur kelompok tersebut, yaitu :
1.
Pendekatan terhadap kelemahan pada unsur manusia,
antara lain :
a.
Pemilihan / penempatan pegawai secara tepat agar
diperoleh keserasian antara bakat dan kemampuan fisik pekerja dengan tugasnya.
b.
Pembinaan pengetahuan dan keterampilan melalui training
yang relevan dengan pekerjaannya.
c.
Pembinaan motivasi agar tenaga kerja bersikap dan
bertndak sesuai dengan keperluan perusahaan.
d.
Pengarahan penyaluran instruksi dan informasi yang
lengkap dan jelas.
e.
Pengawasan dan disiplin yang wajar.
2. Pendekatan
terhadap kelemahan pada perangkat keras, antara lain :
a.
Perancangan, pembangunan, pengendalian, modifikasi,
peralatan kilang, mesin-mesin harus memperhitungkan keselamatan kerja.
b.
Pengelolaan penimbunan, pengeluaran, penyaluran, pengangkutan,
penyusunan, penyimpanan dan penggunaan bahan produksi secara tepat sesuai
dengan standar keselamatan kerja yang berlaku.
c.
Pemeliharaan tempat kerja tetap bersih dan aman untuk
pekerja.
d.
Pembuangan sisa produksi dengan memperhitungkan
kelestarian lingkungan.
e.
Perencanaan lingkungan kerja sesuai dengan kemampuan
manusia.
3. Pendekatan
terhadap kelemahan pada perangkat lunak, harus melibatkan seluruh level
manajemen, antara lain :
a.
Penyebaran, pelaksanaan dan pengawasan dari safety
policy.
b.
Penentuan struktur pelimpahan wewenang dan pembagian
tanggung jawab.
c.
Penentuan pelaksanaan pengawasan, melaksanakan dan
mengawasi sistem/prosedur kerja yang benar.
d.
Pembuatan sistem pengendalian bahaya.
e.
Perencanaan sistem pemeliharaan, penempatan dan
pembinaan pekerja yang terpadu.
f.
Penggunaan standard/code yang dapat diandalkan.
g.
Pembuatan sistem pemantauan untuk mengetahui
ketimpangan yang ada.
Lebih spesifiknya, pencegahan kecelakaan kerja dapat
dilakukan dengan upaya:
1.
Peraturan perundangan
2.
Standarisasi
3.
Pengawasan
4.
Penelitian teknik
5.
Riset medis
6.
Penelitian psikologis
7.
Penelitian secara statistik
8.
Pendidikan
9.
Latihan-latihan
10. Penggairahan
11. Asuransi
Ada
beberapa teori yang berkembang untuk menjelaskan penyebab terjadinya kecelakaan
kerja, yaitu:
1.
Teori Domino Heinrich
Dalam Teori Domino
Heinrich, kecelakaan terdiri atas lima faktor yang saling berhubungan:
a.
Kondisi kerja;
b.
Kelalaian manusia;
c.
Tindakan tidak aman;
d.
Kecelakaan;
e.
Cedera.
Kelima faktor ini tersusun layaknya kartu domino yang
diberdirikan. Jika satu kartu jatuh, maka kartu ini akan menimpa kartu lain
hingga kelimanya akan roboh secara bersama.
Menurut Heinrich, kunci untuk mencegah kecelakaan adalah
dengan menghilangkan tindakan tidak aman sebagai poin ketiga dari lima faktor
penyebab kecelakaan. Menurut penelitian yang dilakukannya, tindakan tidak aman
ini menyumbang 98% penyebab kecelakaan.
Dengan penjelasannya ini, Teori Domino Heinrich menjadi teori
ilmiah pertama yang menjelaskan terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan tidak
lagi dianggap sebagai sekedar nasib sial atau karena peristiwa kebetulan.
2.
Teori Swiss Cheese Model
Di teori ini, James Reason membagi penyebab
kelalaian/kesalahan manusia menjadi 4 tingkatan:
a.
Tindakan tidak aman (unsafe acts);
b.
Pra-kondisi yang dapat menyebabkan tindakan tidak aman
(preconditions for unsafe acts);
c.
Pengawasan yang tidak aman (unsafe supervision);
d.
Pengaruh organisasi (organizational influences).
Berbeda dengan teori Domino Heinrich, Swiss Cheese Model
memberikan informasi perihal bagaimana suatu tindakan tidak aman dapat terjadi.
Dalam berbagai aspek, teori ini mampu memberi banyak
sumbangan atas pencegahan kecelakaan kerja. Agar kecelakaan dapat dicegah,
manajemen mesti mengenali secara spesifik kemungkinan terjadinya
kelalaian/kesalahan manusia pada tiap tahapan pekerjaan yang dilakukan
karyawan.
Melalui pendekatan ini, karyawan tidak lagi menjadi pihak
yang selalu dipersalahkan jika suatu kecelakaan terjadi. Melalui Swiss Cheese
Model, manajemen yang justru dituntut untuk melakukan segala upaya yang
diperlukan untuk melindungi karyawannya.
Berdasarkan pada standar OSHA tahun 1970, semua luka yang
diakibatkan oleh kecelakaan dapat dibagi menjadi:
1. Perawatan
ringan
Perawatan ringan
merupakan suatu tindakan/ perawatan terhadap luka kecil berikut observasinya,
yang tidak memerlukan perawatan medis (medical treatment) walaupun pertolongan
pertama itu dilakukan oleh dokter atau paramedis. Perawatan ringan ini juga
merupakan perawatan dengan kondisi luka ringan, bukan tindakan perawatan
darurat dengan luka yang serius dan hanya satu kali perawatan dengan observasi
berikutnya.
2.
Perawatan Medis
Perawatan Medis
merupakan perawatan dengan tindakan untuk perawatan luka yang hanya dapat
dilakukan oleh tenaga medis profesional seperti dokter ataupun paramedis. Yang
dapat dikategorikan perawatan medis bila hanya dapat dilakukan oleh tenaga
medis yang pofesional: terganggunya fungsi tubuh seperti jantung, hati,
penurunan fungsi ginjal dan sebagainya; berakibat rusaknya struktur fisik dan
berakibat komplikasi luka yang memerlukan perawatan medis lanjutan.
3.
Tiga Hari Kerja yang Hilang
Hari kerja yang
hilang ialah setiap hari kerja dimana sesorang pekerja tidak dapat mengerjakan
seluruh tugas rutinnya karena mengalami kecelakaan kerja atau sakit akibat
pekerjaan yan dideritanya. Hari kerja hilang ini dapat dibagi menjadi dua macam
:
a. Jumlah
hari tidak bekerja (days away from work) yaitu semua hari kerja dimana sesorang
pekerja tidak dapat mengerjakan setiap fungsi pekerjaannya karena kecelakaan
kerja atau sakit akibat pekerjaan yang dideritanya.
b. Jumlah
hari kerja dengan aktivitas terbatas (days of restricted activities), yaitu
semua kerja dimana seorang pekerja karena mengalami kecelakaan kerja atau sakit
akibat pekerjaan yang dideritanya, dialihkan sementara ke pekerjaan lain atau
pekerja tetap bekerja pada tempatnya tetapi tidak dapat mengerjakan secara
normal seluruh tugasnya. Untuk kedua kasus diatas, terdapat pengecualian pada
hari saat kecelakaan atau saat terjadinya sakit, hari libur, cuti, dan hari
istirahat.
4. Kematian
Dalam hal ini, kematian yang terjadi tanpa memandang waktu yang sudah berlalu antara saat terjadinya kecelakaan kerja aaupun sakit yang disebabkan oleh pekerjaan yang dideritanya, dan saat si korban meninggal.
Dalam hal ini, kematian yang terjadi tanpa memandang waktu yang sudah berlalu antara saat terjadinya kecelakaan kerja aaupun sakit yang disebabkan oleh pekerjaan yang dideritanya, dan saat si korban meninggal.
Near
miss adalah kondisi atau situasi dimana kecelakaan hampir terjadi. Secara
sederhana dapat diterjemahkan menjadi “hampir celaka”. Jika suatu “nearly miss”
terjadi maka sudah pasti kecelakaan telah terjadi (bukan hampir celaka)
sehingga kemungkinan menyatakan bahwa hampir celaka lebih diwakili oleh Near
Hit. Meskipun demikian, near miss lebih dikenal secara universal. Oleh karena
itu saya tetap menggunakan istilah near miss dalam posting ini.
Near
miss pada dasarnya menunjukan potensi kecelakaan yang akan terjadi. Hal ini
dikemukakan pertama kali oleh Heinrich yang melakukan penelitian statistik atas
kecelakaan dan membuat sebuah piramida kecelakaan atau saat ini lebih dikenal
dengan istilah rasio kecelakaan. Hasil penelitian ini kemudian disempurnakan
pada tahun 1960 oleh seorang spesialis asuransi industri bernama Frank Bird.
Rasio
kecelakaan yang dipaparkan oleh Frank Bird adalah sebagai berikut:
Dalam
pemaparannya, Bird menyatakan bahwa kecelakaan pada prinsipnya memiliki pola
dimana semua jenis kecelakaan diawali dari near miss. Berdasarkan hasil
penelitiannya, Bird menyatakan bahwa dalam setiap 600 buah kasus near miss akan
terdapat 30 kasus kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan peralatan, 10 kasus
kecelakaan yang mengakibatkan cidera ringan, hingga 1 buah kasus kematian atau
cidera serius akibat kecelakaan.
B. Keselamatan Kerja
Keselamatan
kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja,
bahan dan proses pengolahannya, landasan, tempat kerja dan lingkungannya serta
cara-cara melakukan kerja. Hal ini merupakan sarana utama untuk pencegahan
kerugian; cacat dan kematian sebagai kecelakaan kerja, kebakaran, dan ledakan.
Tujuan
keselamatan kerja adalah melindungi kesehatan tenaga kerja, meningkatkan
efisiensi kerja, mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit.
Sasaran
keselamatan meliputi tempat kerja, yaitu darat, udara, dalam tanah, permukaan
air, dan dalam air. Hal ini mencakup proses produksi dan distribusi (barang dan
jasa). Sasaran keselamatan kerja ditujukan untuk melindungi TK dan orang lain
yang berada di tempat kerja, terjadinya kecelakaan kerja, peledakan, penyakit
akibat kerja, kebakaran, dan polusi yang memberi dampak negatif terhadap
korban, keluarga korban, perusahaan, teman sekerja korban, pemerintah, dan
masyarakat.
Peranan
keselamatan kerja terbagi atas:
a. Aspek
teknis: Upaya preventif untuk mencegah timbulnya resiko kerja.
b. Aspek
Hukum: Sebagai perlindungan bagi tenaga kerja (TK) dan orang lain di tempat
kerja.
c. Aspek
ekonomi: Untuk efisiensi.
d. Aspek
sosial: Menjamin kelangsungan kerja dan penghasilan bagi kehidupan yang layak.
e. Aspek
kultural: Mendorong terwujudnya sikap dan perilaku yang disiplin, tertib,
cermat, kreatif, inovatif, dan penuh tanggung jawab.
C. Alat Pelindung Diri (APD)
Sejumlah kecederaan
serius sebenarnya dapat kita cegah kalau kita taat kepada semua peraturan dan
ketentuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Namun sayangnya masih ada
beberapa karyawan yang harus disadarkan bahwa safety talk dan pelatihan
mengenai keselamatan kerja bukan omong kosong atau obrolan tanpa makna, akan
tetapi merupakan tugas yang benar-benar harus dilaksanakan.
Alat pelindung diri
adalah seperangkat alat yang wajib digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi
seluruh/sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi bahaya/kecelakaan
kerja. Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah melalui Departement Tenaga
Kerja Republik Indonesia.
APD dipakai sebagai
upaya terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja apabila usaha rekayasa
(engineering) dan administratif tidak dapat dilakukan dengan baik. Namun
pemakaian APD bukanlah pengganti dari kedua usaha tersebut, namun sebagai usaha
akhir.
Adapun bentuk dari
alat tersebut adalah :
1.
Safety Helmet :
Berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang bisa mengenai kepala
secara langsung.
2.
Tali
Keselamatan (safety belt) : Berfungsi sebagai alat pengaman ketika
menggunakan alat transportasi ataupun peralatan lain yang serupa
(mobil,pesawat, alat berat, dan lain-lain)
3.
Sepatu Karet
(sepatu boot) : Berfungsi sebagai alat pengaman saat bekerja di tempat
yang becek ataupun berlumpur. Kebanyakan di lapisi dengan metal untuk
melindungi kaki dari benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dsb.
4.
Sepatu
pelindung (safety shoes) : Seperti sepatu biasa, tapi dari bahan kulit
dilapisi metal dengan sol dari karet tebal dan kuat. Berfungsi untuk mencegah
kecelakaan fatal yang menimpa kaki karena tertimpa benda tajam atau berat,
benda panas, cairan kimia, dsb.
5.
Sarung Tangan :
Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau
situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk sarung tangan
di sesuaikan dengan fungsi masing-masing pekerjaan.
6.
Tali Pengaman
(Safety Harness) : Berfungsi sebagai pengaman saat bekerja di
ketinggian. Diwajibkan menggunakan alat ini di ketinggian lebih dari 1,8 meter.
7.
Penutup Telinga
(Ear Plug / Ear Muff) : Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat
bekerja di tempat yang bising.
8.
Kaca Mata
Pengaman (Safety Glasses) : Berfungsi sebagai pelindung mata ketika bekerja
(misalnya mengelas).
9.
Masker
(Respirator) : Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat
bekerja di tempat dengan kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb).
10. Pelindung wajah (Face Shield) : Berfungsi
sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat bekerja (misal pekerjaan
menggerinda)
11. Jas Hujan (Rain Coat) : Berfungsi
melindungi dari percikan air saat bekerja (misal bekerja pada waktu hujan atau
sedang mencuci alat).
Semua
jenis APD harus digunakan sebagaimana mestinya, gunakan pedoman yang
benar-benar sesuai dengan standar keselamatan kerja (K3L 'Kesehatan,
Keselamatan Kerja dan Lingkungan').
Adapun
metode penentuan APD, yaitu;
1.
Melalui pengamatan operasi, proses, dan jenis material
yang dipakai
2.
Telaah data-data kecelakaan dan penyakit
3.
Belajar dari pengalaman industri sejenis lainnya
4.
Bila ada perubahan proses, mesin, dan material
5.
Peraturan perundangan
Sedangkan kriteria APD, yaitu:
1.
Hazard telah diidentifikasi.
2.
APD yang dipakai sesuai dengan hazard yang dituju.
3.
Adanya bukti bahwa APD dipatuhi penggunaannya.
Kewajiban penggunaan alat pelindung diri bagi para
pekerja sudah disepakati oleh pemerintah melalui Departement Tenaga
Kerja Republik Indonesia. Mengenai dasar hukum
penggunaan APD, dapat dilihat sebagai berikut:
1. Undang-undang
No.1 tahun 1970.
a. Pasal
3 ayat (1) butir f: Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat untuk
memberikan APD
b.
Pasal 9 ayat (1) butir c: Pengurus diwajibkan
menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang APD.
c.
Pasal 12 butir b: Dengan peraturan perundangan diatur
kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk memakai APD.Pasal 14 butir c:
Pengurus diwajibkan menyediakan APD secara cuma-Cuma.
2. Permenakertrans
No.Per.01/MEN/1981
Pasal 4 ayat (3)
menyebutkan kewajiban pengurus menyediakan alat pelindung diri dan wajib bagi
tenaga kerja untuk menggunakannya untuk pencegahan penyakit akibat kerja.
3. Permenakertrans
No.Per.03/MEN/1982
Pasal 2 butir I
menyebutkan memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja,
pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan
makanan ditempat kerja.
4. Permenakertrans
No.Per.03/Men/1986
Pasal 2 ayat (2)
menyebutkan tenaga kerja yang mengelola Pestisida harus memakai alat-alat
pelindung diri yg berupa pakaian kerja, sepatu lars tinggi, sarung tangan,
kacamata pelindung atau pelindung muka dan pelindung pernafasan
DAFTAR PUSTAKA
Aryan. 2006. Near Miss dan Rasio Kecelakaan. http://aryanugraha.wordpress.com/2006/07/19/near-miss-dan-rasio-kecelakaan/. (20 Sep 2012)
Assunnah. 2008. Pencegahan Kecelakaan Kerja. (20 Sep 2012)
Ihsan. 2011. Klasifikasi Akibat Kecelakaan Kerja. http://q-hse.com/health-safety-a-environment/safety-practice/100-klasifikasi-akibat-kec. (20 Sep 2012)
Mardiaman. 2008. Usaha-usaha pencegahan terjadinya kecelakaan kerja. (20 Sep 2012)
Notoatmodjo Soekidjo. 2003. Prinsip-Prinsip
Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta.
(20 Sep 2012)
Nurhidayati, Ida. 2000. Karakteristik faktor manusia dan terjadinya kecelakaan kerja pada tenaga kerja shift siang bagian weaving pt. Primatexco indonesia di kabupaten batang. (20 Sep 2012)
Safety and Health. 2009. Swiss Cheese Model ala James Reason: Teori Lain Mengenai Penyebab Kecelakaan Kerja. (20 Sep 2012)
-------. 2009. Teori Domino Heinrich: Teori Ilmiah Pertama tentang Penyebab Kecelakaan Kerja. (20 Sep 2012)
Teknosehat
under Occupational
Health & Safety. 2008. Alat Pelindung Diri. (20 Sep
2012)
No comments:
Post a Comment