BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan buah hati yang
sangat berharga, yang akan menjadi pengganti orang tuanya dikemudian hari, maka
sering dikatakan anak adalah penerus bangsa. Untuk mempersiapkannya diperlukan
anak-anak Indonesia yang sehat baik fisik maupun mental sehingga bermanfaat
untuk bangsa dan negara. Maka disamping pengobatan yang diberikan apabila
seorang anak menderita penyakit, upaya pencegahan melalui imunisasi merupakan
pilihan.
Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2003 Angka Kematian Bayi (AKB ) di Indonesia masih tinggi, 80%
diakibatkan oleh Pneumonia. Hal tersebut juga ditegaskan oleh Strategic
Advisory Group of Experts (SAGE) kelompok penasehat utama WHO untuk vaksinasi
dan imunisasi didunia dalam pertemuan di Swiss, November 2006 menyatakan
Pneumokokus merupakan penyebab utama morbititas dan mortalitas didunia
dan vaksinasi merupakan upaya terbaik untuk mencegah penyakit Pneumokokus.
(Lisnawati, 2011)
Menurut hasil Survei Kesehatan
Rumah Tangga tahun 1995, Tetanus Neonatorum (TN) merupakan salah satu
penyebab utama kematian bayi yang menempati urutan ke 5 dengan proporsi 5,5 %.
(SubDit Imun.Epim-Kesma, 2003).
Kematian bayi karena Tetanus
Neonatorum (TN) disebabkan oleh infeksi basil tetani (Clostridium Tetani)
dalam bentuk spora tahan bertahun-tahun di tanah dan saluran cerna, oleh karena
itu penyakit TN tidak dapat dibasmi melainkan hanya ditekan angka kejadian TN
hingga di bawah 1/10.000 kelahiran hidup. Salah satu faktor risiko TN adalah
tidak adanya kekebalan terhadap infeksi tetanus. Rendahnya cakupan imunisasi TT
terhadap ibu hamil di Indonesia menyebabkan kontribusi kematian karena TN
terhadap kematian neonatal masih cukup tinggi yaitu 22 %. (Panitia PIN,1996).
Program
pembangunan kesehatan di Indonesia diterjemahkan dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005-2009 mempunyai visi masyarakat yang
mandiri untuk hidup sehat, dimana salah satu targetnya adalah menurunkan angka
kematian bayi. Hal ini sejalan dengan kesepakatan dunia dalam Millenium
Development Goals (MDG.s), dimana untuk mencapai penurunan angka kematian
bayi tersebut perlu adanya peningkatan cakupan imunisasi.
B. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk:
1.
Menguraikan pengertian dan perkembangan imunisasi di
Indonesia.
2.
Menguraikan pengertian, tujuan, sasaran dan manfaat
imunisasi dasar.
3.
Menguraikan jenis imunisasi.
4.
Menguraikan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
imunisasi.
5.
Menguraikan Penyakit Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
(PD3I).
6.
Menguraikan program imunisasi pada ibu hamil.
7.
Menguraikan imunisasi pada anak.
8.
Menguraikan perencanaan program imunisasi.
9.
Menguraikan tenaga pelaksana imunisasi.
10. Menguraikan
cakupan imunisasi.
C. Manfaat Penulisan
1. Diharapkan dapat dijadikan sebagai salah
satu pemenuhan tugas individu mata kuliah Kesehatan Ibu dan Anak.
2.
Diharapkan dapat dijadikan bahan bacaan berkualitas
tentang Program Imunisasi Ibu dan Anak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Perkembangan Imunisasi di
Indonesia
Imunisasi
adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit
tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. (Depkes RI, 2005). Imunisasi
adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin
ke dalam tubuh manusia, untuk mencegah penyakit. (Depkes-Kessos RI, 2000).
Kegiatan
imunisasi di Indonesia di mulai di Pulau Jawa dengan vaksin cacar pada tahun
1956. Pada tahun 1972, Indonesia telah berhasil membasmi penyakit cacar. Pada
tahun 1974, Indonesia resmi dinyatakan bebas cacar oleh WHO, yang selanjutnya
dikembangkan vaksinasi lainnya. Pada tahun 1972 juga dilakukan studi pencegahan
terhadap Tetanus Neonatorum dengan memberikan suntikan Tetanus Toxoid (TT) pada
wanita dewasa di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sehingga pada tahun 1975 vaksinasi
TT sudah dapat dilaksanakan di seluruh Indonesia. (Depkes RI, 2005).
B. Pengertian, Tujuan, Sasaran dan Manfaat
Imunisasi Dasar
1.
Pengertian Imunisasi Dasar
Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada
bayi yang baru lahir sampai usia satu tahun untuk mencapai kadar kekebalan
diatas ambang perlindungan. (Depkes RI, 2005).
Secara khusus, antigen merupakan bagian protein kuman
atau racun yang jika masuk ke dalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh
harus memiliki zat anti. Bila antigen itu kuman, zat anti yang dibuat tubuh
manusia disebut antibody. Zat anti terhadap racun kuman disebut
antitoksin.
Dalam keadaan tersebut, jika tubuh terinfeksi maka
tubuh akan membentuk antibody untuk melawan bibit penyakit yang
menyebabkan terinfeksi. Tetapi antibody tersebut bersifat spesifik yang
hanya bekerja untuk bibit penyakit tertentu yang masuk ke dalam tubuh dan tidak
terhadap bibit penyakit lainnya (Ranuh, 2005).
2.
Tujuan Imunisasi
Pemerintah Indonesia sangat mendorong pelaksanaan
program imunisasi sebagai cara untuk menurunkan angka kesakitan, kematian pada
bayi, balita/ anak-anak pra sekolah. Adapun tujuan program imunisasi dimaksud
bertujuan sebagai berikut :
a.
Tujuan Umum
yakni untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian
bayi akibat Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Penyakit
dimaksud antara lain, Difteri, Tetanus, Pertusis (batuk
rejam), Measles (campak), Polio dan Tuberculosis.
b.
Tujuan Khusus
1)
Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI),
yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100%
desa Kelurahan pada tahun 2010.
2)
Tercapainya ERAPO (Eradiksi Polio), yaitu tidak adanya
virus polio liar di Indonesia yang dibuktikan dengan tidak ditemukannya virus
polio liar pada tahun 2008.
3)
Tercapainya ETN (Eliminasi Tetanus Neonatorum), artinya
menurunkan kasus TN sampai tingkat 1 per 1000 kelahiran hidup dalam 1 tahun
pada tahun 2008.
4)
Tercapainya RECAM (Reduksi Campak), artinya angka
kesakitan campak turun pada tahun 2006.
3.
Sasaran Imunisasi
Sasaran program imunisasi yang meliputi sebagai berikut :
a.
Mencakup bayi usia 0-1 tahun untuk mendapatkan
vaksinasi BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis-B.
b.
Mencakup ibu hamil dan wanita usia subur dan calon
pengantin (catin) untuk mendapatkan imunisasi TT.
c.
Mencakup anak-anak SD (Sekolah Dasar) kelas 1, untuk
mendapatkan imunisasi DPT.
d. Mencakup anak-anak SD (Sekolah Dasar) kelas II s/d
kelas VI untuk mendapatkan imunisasi TT (dimulai tahun 2001 s/d tahun 2003),
anak-anak SD kelas II dan kelas III mendapatkan vaksinasi TT (Depkes RI, 2005).
4. Manfaat Imunisasi
Pemberian imunisasi memberikan manfaat sebagai berikut :
a.
Untuk anak, bermanfaat mencegah penderitaan yang
disebabkan oleh penyakit menular yang sering berjangkit;
b.
Untuk keluarga, bermanfaat menghilangkan kecemasan
serta biaya pengobatan jika anak sakit;
c.
Untuk negara, bermanfaat memperbaiki derajat kesehatan,
menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara
(Depkes RI, 2001).
C. Jenis Imunisasi
1.
Imunisasi Aktif
Imunisasi aktif adalah tubuh anak sendiri membuat zat anti
yang akan bertahan selama bertahun-tahun (A.H Markum, 2002).
Adapun tipe vaksin yang dibuat “hidup dan mati”.
Vaksin yang hidup mengandung bakteri atau virus (germ) yang tidak
berbahaya, tetapi dapat menginfeksi tubuh dan merangsang pembentukan antibodi.
Vaksin yang mati dibuat dari bakteri atau virus, atau dari bahan toksit yang
dihasilkannya yang dibuat tidak berbahaya dan disebut toxoid. (A.H
Markum, 2002).
2.
Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif adalah pemberian antibodi kepada resipien,
dimaksudkan untuk memberikan imunitas secara langsung tanpa harus memproduksi
sendiri zat aktif tersebut untuk kekebalan tubuhnya. Antibodi yang diberikan
ditujukan untuk upaya pencegahan atau pengobatan terhadap infeksi, baik untuk
infeksi bakteri maupun virus (Satgas IDAI, 2008).
Imunisasi pasif dapat terjadi secara alami saat ibu hamil
memberikan antibodi tertentu ke janinnya melalui plasenta, terjadi di akhir
trimester pertama kehamilan dan jenis antibodi yang ditransfer melalui plasenta
adalah immunoglobulin G (LgG). Transfer imunitas alami dapat terjadi
dari ibu ke bayi melalui kolostrum (ASI), jenis yang ditransfer adalah immunoglobulin
A (LgA). Sedangkan transfer imunitas pasif secara didapat terjadi saat
seseorang menerima plasma atau serum yang mengandung antibodi tertentu untuk
menunjang kekebalan tubuhnya.
Kekebalan yang diperoleh dengan imunisasi pasif tidak
berlangsung lama, sebab kadar zat-zat anti yang meningkat dalam tubuh anak bukan
sebagai hasil produksi tubuh sendiri, melainkan secara pasif diperoleh karena
pemberian dari luar tubuh. Salah satu contoh imunisasi pasif adalah Inmunoglobulin
yang dapat mencegah anak dari penyakit campak (measles). (AH,
Markum, 2002)
D. Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan
Imunisasi
Keberhasilan pemberian imunisasi kepada bayi
memerlukan kerja sama dan dukungan dari semua pihak terutama kesadaran ibu-ibu
yang mempunyai bayi untuk membawa bayinya ke pelayanan imunisasi. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi imunisasi dasar pada bayi yaitu :
1.
Tingkat Pengetahuan
Seorang ibu akan membawa bayinya untuk diimmnisasi
bila seorang ibu mengerti apa manfaat immnunisasi tersebut bagi bayinya,
pemahaman dan pengetahuan seorang ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar terhadap
bayi akan memberikan pengaruh terhadap imunisasi bayinya.
2.
Jumlah Anak
Keluarga yang memiliki hanya satu orang anak biasanya
akan mampu memberikan perhatian penuh kepada anaknya, segala kebutuhan baik
fisik maupun mental mereka berikan secara baik. Akan tetapi perhatian kepada
anak akan terbagi bila lahir anak yang berikutnya, perhatian ibu akan terbagi
sejumlah anak yang dilahirkannya. Hal ini sering kali mengakibatkan pemberian
imunisasi tidak sama untuk semua anaknya. Hasil SDKI 1997 terlihat bahwa anak
yang tidak pernah di imunisasi terbesar adalah anak bungsu.
3.
Urutan Kelahiran
Dari hasil SDKI 1997 terlihat bahwa berdasarkan urutan
kelahiran yang diimunisasi lengkap adalah anak I sebesar 56,6%, anak ke 2-3
sebesar 62,1%, anak ke 4-6 sebesar 42,3%, sedangkan anak ke > 7 hanya 32,4%.
4.
Jenis Efek Samping Imunisasi
Pemberian imunisasi mempunyai beberapa efek samping
yang berbeda untuk setiap jenis imunisasi, sering kali ibu bayi tidak percaya
bahwa reaksi yang timbul setelah bayi diimunisasi hanya sebagai pertanda reaksi
vaksin dalam tubuh bayi. Jika tingkat pengetahuan ibu rendah akan menyerbabkan
ketakutan pada ibu untuk membawa bayinya imunisasi.
5.
Penilaian Pelayanan Imunisasi
Dalam hal ini pelayanan kesehatan pemberian imunisasi
pada bayi sangat penting, karena apabila pelayanan yang diberikan kurang
memuaskan maka si ibu merasa enggan membawa bayinya untuk imunisasi.
6.
Jarak Pelayanan
Jarak antara pelayanan kesehatan dengan rumah ibu
biasanya menjadi pertimbangan untuk membawa bayinya imunisasi. Apabila jaraknya
jauh dari rumah, transportasi yang sulit maka ibu merasa enggan membawa bayinya
imunisasi ke tempat pelayanan imunisasi (Mariaty , 2003).
E. Penyakit Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
(PD3I)
1.
Tuberkulosis
Tuberculosis yakni penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis dan Mycobacterium bovis, yang pada umumnya sering
mengenai paru-paru, tetapi dapat juga mengenai organ-organ lainnya, seperti
selaput otak, tulang, kelenjar superfisialis dan lain-lain.
Seseorang yang terinfeksi Mycobacterium
tuberculosis tidak selalu menjadi sakit tuberculosis aktif. Beberapa minggu
(2-12 minggu) setelah infeksi maka terjadi respon imunitas selular yang dapat
ditunjukkan dengan uji tuberkulin (Satgas IDAI, 2008).
2. Difteri
Difteri yaitu suatu penyakit akut yang bersifat toxin-mediated
desease dan disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Seseorang
anak dapat terinfeksi difteria pada
nasofaringnya dan kuman tersebut kemudian akan memproduksi toksin yang
menghambat sintesis protein selular dan menyebabkan destruksi jaringan setempat
dan terjadilah suatu selaput/ membran yang dapat menyumbat jalan nafas.
3. Tetanus
Tetanus yaitu penyakit akut, bersifat fatal, gejala klinis
disebabkan oleh eksotoksin yang diproduksi bakteri Clostridium tetani yang
umumnya terjadi pada anak-anak. perawatan luka, kesehatan gigi dan telinga
merupakan pencegahan utama terjadinya tetanus disamping imunisasi terhadap
tetanus baik aktif maupun pasif.
4. Pertusis
atau Batuk Rejan
Pertusis adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh
bakteri Bordetella pertusis, yakni bakteri batang yang bersifat gram
negatif dan membutuhkan media khusus untuk isolasinya.
Gejala utama pertusis timbul saat terjadinya penumpukan
lendir dalam saluran nafas akibat kegagalan aliran oleh bulu getar yang lumpuh
dan berakibat terjadinya batuk paroksismal. Pada serangan batuk seperti ini,
pasien akan muntah dan sianosis, menjadi sangat lemas dan kejang.
Demikian juga, bayi dan anak prasekolah mempunyai resiko
terbesar untuk terkena pertusis termasuk komplikasinya. Pengobatannya dapat
dilakukan dengan antibiotik khususnya eritromisin dan pengobatan suportif
terhadap gejala batuk yang berat, sehingga dapat mengurangi penularan.
5. Campak
Campak yaitu penyakit akut yang disebabkan oleh virus campak
yang sangat menular pada anak-anak, ditandai dengan gejala panas, batuk, pilek,
konjungtivitis dan ditemukan spesifik enantem,
diikuti dengan erupsi makulopapular yang menyeluruh.
6. Polio
Polio yaitu suatu penyakit yang disebabkan oleh virus poliomyelitis
pada medula spinalis yang secara klasik dapat menimbulkan kelumpuhan,
kesulitan bernafas dan dapat menyebabkan kematian. Gejalanya ditandai dengan
menyerupai influenza, seperti demam, pusing, diare, muntah, batuk, sakit
menelan, leher dan tulang belakang terasa kaku.
7. Hepatitis
B
Hepatitis B yaitu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
hepatitis-B (VHB) yang dapat menyebabkan kematian, biasanya tanpa gejala, namun
jika infeksi terjadi sejak dalam kandungan akan menjadi kronis, seperti
pembengkakan hati, sirosis dan kanker hati, jika terinfeksi berat dapat
menyebabkan kematian.
F. Program Imunisasi pada Ibu Hamil
Program
Imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian
dari penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Untuk
mencapai hal tersebut, maka program imunisasi harus dapat mencapai tingkat
cakupan yang tinggi dan merata di semua wilayah dengan kualitas pelayanan yang
memadai. (Dinkes Jambi, 2003).
Pelaksanaan
kegiatan imunisasi TT ibu hamil terdiri dari kegiatan imunisasi rutin dan
kegiatan tambahan. Kegiatan imunisasi rutin adalah kegiatan imunisasi yang
secara rutin dan terus-menerus harus dilaksanakan pada periode waktu yang telah
ditetapkan, yang pelaksanaannya dilakukan di dalam gedung (komponen statis)
seperti puskesmas, puskesmas pembantu, rumah sakit, rumah bersalin dan di luar
gedung seperti posyandu atau melalui kunjungan rumah. Kegiatan imunisasi
tambahan adalah kegiatan imunisasi yang dilakukan atas dasar ditemukannya
masalah dari hasil pemantauan atau evaluasi. (Depkes RI, 2005).
1.
Jadwal Imunisasi TT Ibu Hamil
a.
Bila ibu hamil sewaktu caten (calon penganten) sudah
mendapat TT sebanyak 2 kali, maka kehamilan pertama cukup mendapat TT 1 kali, dicatat
sebagai TT ulang dan pada kehamilan berikutnya cukup mendapat TT 1 kali saja
yang dicatat sebagai TT ulang juga.
b.
Bila ibu hamil sewaktu caten (calon penganten) atau
hamil sebelumnya baru mendapat TT 1 kali, maka perlu diberi TT 2 kali selama
kehamilan ini dan kehamilan berikutnya cukup diberikan TT 1 kali sebagai TT
ulang.
c.
Bila ibu hamil sudah pernah mendapat TT 2 kali
pada kehamilan sebelumnya, cukup mendapat TT 1 kali dan dicatat sebagai TT
ulang.
2.
Cara Pemberian dan Dosis
a.
Sebelum digunakan, vaksin harus dikocok terlebih dahulu
agar suspense menjadi homogen.
b.
Untuk mencegah tetanus/tetanus neonatal terdiri dari 2
dosis primer yang disuntikkan secara intramuskular atau subkutan dalam, dengan
dosis pemberian 0,5 ml dengan interval 4 minggu. Dilanjutkan dengan dosis
ketiga setelah 6 bulan berikutnya. Untuk mempertahankan kekebalan terhadap
tetanus pada wanita usia subur, maka dianjurkan diberikan 5 dosis. Dosis ke
empat dan ke lima diberikan dengan interval minimal 1 tahun setelah pemberian
dosis ke tiga dan ke empat. Imunisasi TT dapat diberikan secara aman selama
masa kehamilan bahkan pada periode trimester pertama.
c.
Di unit pelayanan statis, vaksin TT yang telah dibuka
hanya boleh digunakan selama 4 minggu dengan ketentuan :
1)
Vaksin belum kadaluarsa
2)
Vaksin disimpan dalam suhu +2º - +8ºC
3)
Tidak pernah terendam air.
4)
Sterilitasnya terjaga
5)
VVM (Vaccine Vial Monitor) masih dalam kondisi A
atau B.
d.
Di posyandu, vaksin yang sudah terbuka tidak
boleh digunakan lagi untuk hari berikutnya.
3. Efek
Samping
Efek
samping jarang terjadi dan bersifat ringan, gejalanya seperti lemas dan
kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara dan kadang-kadang gejala
demam. (Depkes RI, 2005).
G. Program Imunisasi pada Anak
Umur yang tepat untuk mendapatkan imunisasi adalah
sebelum bayi mendapat infeksi dari penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi, berilah imunisasi sedini mungkin segera setelah bayi lahir dan
usahakan melengkapi imunisasi sebelum bayi berumur 1 tahun. Khusus untuk
campak, dimulai segera setelah anak berumur 9 bulan. Pada umur kurang dari 9
bulan, kemungkinan besar pembentukan zat kekebalan tubuh anak dihambat karena
masih adanya zat kekebalan yang berasal dari darah ibu (Satgas IDAI, 2008).
Urutan pemberian jenis imunisasi, berapa kali harus diberikan
serta jumlah dosis yang dipakai juga sudah ditentukan sesuai dengan kebutuhan
tubuh bayi. Untuk jenis imunisasi yang harus diberikan lebih dari sekali juga
harus diperhatikan rentang waktu antara satu pemberian dengan pemberian
berikutnya. Untuk lebih jelasnya sebagaimana terdapat pada tabel berikut ini :
Tabel
1. Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dengan Menggunakan Vaksin DPT dan HB
dalam Bentuk terpisah, Menurut Frekuensi dan Selang Waktu dan Umur Pemberian
VAKSIN
|
PEMBERIAN IMUNISASI
|
SELANG WAKTU PEMBERIAN
|
UMUR
|
KETERANGAN
|
BCG
|
1 X
|
-
|
0-11 BLN
|
Untuk bayi yang lahir di
Rumah Sakit/ Puskesmas Hep-B, BCG dan Polio dapat segera diberikan
|
DPT
|
3 X
(DPT 1,2,3)
|
4 MINGGU
|
2-11 BLN
|
|
POLIO
|
4 X
(POL 1,2,3,4)
|
4 MINGGU
|
0-11 BLN
|
|
CAMPAK
|
1 X
|
-
|
9-11 BLN
|
|
HEP-B
|
3 X
(HEP-B 1,2,3)
|
4 MINGGU
|
0-11 BLN
|
Sumber: Petunjuk
Pelaksanaan Program Imunisasi di Indonesia tahun 2008
Dari
tabel diatas, bahwa pemberian imunisasi pada bayi usia 0-11 bulan diberikan
dengan selang waktu pemberian 4 minggu dengan variasi pemberian vaksin yang disesuaikan
dengan kebutuhan bayi dan tentunya sesuai dengan tingkat usia bayi yang akan
diberikan imunisasi.
Tabel
2. Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dengan Menggunakan Vaksin DPT/HB Kombo
UMUR
|
VAKSIN
|
TEMPAT
|
Bayi
lahir di rumah
|
||
0
bulan
|
HB 1
|
Rumah
|
1
bulan
|
BCG,Polio
1
|
Posyandu
*
|
2
bulan
|
DPT/HB Kombo 1,Polio
2
|
Posyandu*
|
3
bulan
|
DPT/HB
Kombo 2, Polio 3
|
Posyandu*
|
4
bulan
|
DPT/HB Kombo 3, Polio
4
|
Posyandu*
|
9
bulan
|
Campak
|
Posyandu*
|
Bayi
lahir diRS/RB/Bidan Praktek
|
||
0
bulan
|
HB
1, Polio 1,BCG
|
RS/RB/BIDAN
|
2
bulan
|
DPT/HB Kombo 1,Polio
2
|
RS/RB/BIDAN #
|
3
bulan
|
DPT/HB
Kombo 2, Polio 3
|
RS/RB/BIDAN
#
|
4
bulan
|
DPT/HB Kombo 3, Polio
4
|
RS/RB/BIDAN #
|
9
bulan
|
Campak
|
RS/RB/BIDAN
#
|
Keterangan: *: atau tempat pelayanan lain, #: atau posyandu
H. Perencanaan Program Imunisasi
1.
Menentukan Jumlah Sasaran Imunisasi
Pada program
imunisasi menentukan jumlah sasaran merupakan suatu unsure yang paling penting.
Menghitung jumlah sasaran ibu hamil didasarkan 10 % lebih besar dari jumlah
bayi. Perhitungan ini dipakai untuk tingkat pusat, propinsi, kabupaten/kota,
kecamatan dan desa.
Sasaran
Imunisasi Ibu hamil = 1,1 x Jumlah bayi
2. Menentukan
Target Cakupan
Menentukan
target cakupan adalah menetapkan berapa besar cakupan imunisasi yang akan
dicapai pada tahun yang direncanakan untuk mengetahui kebutuhan vaksin yang
sebenarnya. Penetapan target cakupan berdasarkan tingkat pencapaian di
masing-masing wilayah kerja maksimal 100 %. Target Cakupan Imunisasi Ibu Hamil
yang akan dicapai :
TT 1 Ibu Hamil
= 90% TT2 + Plus (TT3+TT4+TT5) = 80%
3. Menghitung Index
Pemakaian Vaksin (IP)
Menghitung
indeks pemakaian vaksin berdasarkan jumlah cakupan imunisasi yang dicapai
secara absolut dan berapa banyak vaksin yang digunakan.Dari pencatatan stok
vaksin setiap bulan diperoleh jumlah ampul/vial vaksin yang digunakan. Untuk
mengetahui berapa rata-rata jumlah dosis diberikan untuk setiap ampul/vial,
yang disebut Indeks Pemakaian Vaksin (IP) dapat dihitung :
4. Menghitung
Kebutuhan Vaksin
a.
Setelah menghitung jumlah sasaran imunisasi, menentukan
target cakupan dan menghitung besarnya indeks pemakaian vaksin, maka data-data
tersebut digunakan unuk menghitung kebutuhan vaksin.
b.
Puskesmas mengirimkan rencana kebutuhan vaksin
ke kabupaten/kota. (Depkes RI, 2005).
Sebelum
menghitung jumlah vaksin yang kita perlukan, terlebih dahulu dihitung jumlah
kontak tiap jenis Rumusnya :
Jumlah Kontak
= Jumlah Sasaran x Target Cakupan
Untuk
menghindari penumpukan vaksin, jumlah kebutuhan vaksin satu tahun harus
dikurangi sisa vaksin tahun lalu. Rumus Kebutuhan Vaksin ;
5. Peralatan
Suntik
Dalam
program imunisasi, jenis alat suntik imunisasi TT yang dipakai di puskesmas
adalah :
a.
Semprit Auto
Disable (AD)
Semprit
AD adalah semprit yang setelah dipakai mengunci sendiri dan hanya dapat dipakai
sekali. Semprit ini merupakan alat yang dipilih untuk semua jenis pelayanan
imunisasi. Semua semprit AD mempunyai penutup plastik untuk menjaga agar jarum
tetap steril.
b.
Alat suntik Prefilled
Auto-Disable (AD)
Alat
suntik prefilled AD adalah jenis alat suntik yang hanya bisa digunakan
sekali yang telah berisi vaksin dosis tunggal dengan jarum yang telah dipasang
oleh pabriknya. Alat suntik prefilled AD untuk tetanus toksoid digunakan
untuk memberikan vaksin TT kepada para wanita usia subur di rumah mereka selama
kampanye massal. Setiap alat suntik prefilled AD adalah steril dan
disegel dengan paket kertas logam oleh pabrik, vaksin dimasukkan dalam reservoir
tertutup seperti gelembung yang mencegah vaksin berhubungan dengan jarum
sampai vaksin itu diberikan.
c.
Semprit dan
jarum sekali buang (disposable single- use)
Semprit
dan jarum yang hanya bisa dipakai sekali dan dibuang (disposable single-use)
tidak direkomendasikan untuk suntikan dalam imunisasi karena risiko penggunaan
kembali semprit dan jarum disposable menyebabkan risiko infeksi yang
tinggi.
I. Tenaga Pelaksana Imunisasi
Standar
tenaga pelaksana di tingkat pusksmas adalah petugas imunisasi dan pelaksana cold
chain. Petugas imunisasi adalah tenaga perawat atau bidan yang telah
mengikuti pelatihan, yang tugasnya memberikan pelayanan imunisasi dan
penyuluhan. Pelaksana cold chain adalah tenaga yang berpendidikan minimal SMA
atau SMK yang telah mengikuti pelatihan cold chain, yang tugasnya
mengelola vaksin dan merawat lemari es, mencatat suhu lemari es, mencatat
pemasukan dan pengeluaran vaksin serta mengambil vaksin di kabupaten/kota
sesuai kebutuhan per bulan. Pengelola program imunisasi adalah petugas
imunisasi, pelaksana cold chain atau petugas lain yang telah mengikuti
pelatihan untuk pengelola program imunisasi, yang tugasnya membuat perencanaan
vaksin dan logistik lain, mengatur jadwal pelayanan imunisasi, mengecek catatan
pelayanan imunisasi, membuat dan mengirim laporan ke kabupaten/kota, membuat
dan menganalisis PWS bulanan, dan merencanakan tindak lanjut. (Depkes, 2005).
Untuk
meningkatkan pengetahuan dan/atau ketrampilan petugas imunisasi perlu dilakukan
pelatihan sesuai dengan modul latihan petugas imunisasi.Pelatihan teknis
diberikan kepada petugas imunisasi di puskesmas, rumah sakit dan tempat
pelayanan lain, petugas cold chain di semua tingkat. Pelatihan manajerial
diberikan kepada para pengelola imunisasi dan supervisor di semua tingkat.
(Depkes RI, 2005).
J. Cakupan Imunisasi
Tabel 3. Cakupan Imunisasi Dasar Untuk Masing-Masing Jenis Imunisasi (%) di
Poliklinik Anak Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Banda Aceh
Jenis imunisasi
|
n
|
%
|
BCG
Polio-1
Polio-2
Polio-3
Polio-4
Hepatitis
B0
Hepatitis
B1
Hepatitis
B2
DPT-1
DPT-2
DPT-3
Campak
|
99
100
96
94
93
97
93
93
94
91
91
90
|
96,1
97,1
93,2
91,3
90,3
94,2
90,3
90,3
91,3
88,3
88,3
87,4
|
Sumber: Data Sekunder, 2013
Dari tabel 3
tersebut dapat dilihat bahwa Cakupan imunisasi untuk masing-masing jenis
vaksin yaitu BCG, polio1, polio2, polio3, polio4, hepatitis B0, hepatitis B1,
hepatitis B2, dan DPT1 sudah mencapai di atas 90%, sedangkan DPT2, DPT3, dan
campak masih kurang dari 90%. (Thalib, 2013)
Tabel 4. Kelengkapan
Imunisasi Dasar dan Penyebab Tidak Lengkap atau Tidak Pernah Imunisasi di Poliklinik Anak Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Banda Aceh
Kelengkapan imunisasi
|
n
|
%
|
Lengkap
Tidak lengkap
Tidak pernah
Anak sering sakit
Ibu cemas
Imunisasi haram
|
86
16
1
4
12
1
|
83,5
15,5
1,0
23,5
70,6
5,9
|
Sumber: Data Sekunder, 2013
Dari tabel 4
tersebut dapat dilihat bahwa enam belas (15,5%) anak dengan imunisasi tidak lengkap sedangkan 1 (1,0%)
anak tidak pernah diimunisasi. Alasan tersering orangtua adalah kecemasan ibu
karena efek samping imunisasi (70,6%). (Thalib, 2013)
Tabel 5. Distribusi
Wanita Usia Subur Menurut Status Imunisasi TT di Puskesmas Kesumadadi Kecamatan
Bekri Lampung Tengah Tahun 2012
Status Imunisasi TT
|
Jumlah
|
Persentase
|
Tidak Lengkap
|
153
|
62.4
|
Lengkap
|
92
|
37.6
|
Jumlah
|
245
|
100,0
|
Sumber: Data Sekunder, 2013
Dari tabel 4 tersebut diketahui
bahwa sebagian besar status imunisasi TT responden tidak lengkap yaitu 153
responden (62.4%), sedangkan responden yang status imunisasi TT nya lengkap
sebanyak 92 responden (37.6%). (Mislianti, 2012)
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan uraian sebelumnya,
maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1.
Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan
kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia, untuk mencegah
penyakit. Kegiatan imunisasi di Indonesia di mulai di Pulau Jawa dengan vaksin
cacar pada tahun 1956. Pada tahun 1972 juga dilakukan studi pencegahan terhadap
Tetanus Neonatorum dengan memberikan suntikan Tetanus Toxoid (TT) pada wanita
dewasa di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sehingga pada tahun 1975 vaksinasi TT
sudah dapat dilaksanakan di seluruh Indonesia.
2.
Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada
bayi yang baru lahir sampai usia satu tahun untuk mencapai kadar kekebalan
diatas ambang perlindungan. Adapun tujuan program imunisasi terbagi atas tujuan
umum dan tujuan khusus. Sasaran imunisasi adalah sebagai berikut : mencakup
bayi usia 0-1 tahun untuk mendapatkan vaksinasi BCG, DPT, Polio, Campak dan
Hepatitis-B; mencakup ibu hamil dan wanita usia subur dan calon pengantin
(catin) untuk mendapatkan imunisasi TT; mencakup anak-anak SD (Sekolah Dasar)
kelas 1, untuk mendapatkan imunisasi DPT; mencakup
anak-anak SD (Sekolah Dasar) kelas II s/d kelas VI untuk mendapatkan imunisasi
TT (dimulai tahun 2001 s/d tahun 2003), anak-anak SD kelas II dan kelas III
mendapatkan vaksinasi TT. Sedangkan manfaat imunisasi yaitu untuk anak,
untuk keluarga dan untuk Negara.
3.
Jenis imunisasi terbagi atas dua yaitu imunisasi aktif
dan imunisasi pasif.
4.
Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan imunisasi yaitu
tingkat pengetahuan, jumlah anak, urutan kelahiran, jenis efek samping
imunisasi, penilaian pelayanan imunisasi dan jarak pelayanan.
5.
Penyakit Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) adalah
tuberculosis, difteri, tetanus, pertusis atau batuk rejan, campak, polio dan
hepatitis B.
6.
Program imunisasi ibu hamil yaitu mencakup imunisasi
TT.
7.
Program imunisasi pada anak mencakup imunisasi BCG,
DPT, polio, campak dan hepatitis B.
8.
Perencanaan program imunisasi dimulai dari menentukan
jumlah sasaran imunisasi, menentukan target cakupan, menghitung Indeks
Pemakaian (IP) vaksin, menghitung kebutuhan vaksin dan peralatan suntik.
9.
Tenaga pelaksana imunisasi adalah tenaga perawat atau
bidan yang telah mengikuti pelatihan, yang tugasnya memberikan pelayanan
imunisasi dan penyuluhan.
10. Cakupan
imunisasi yaitu BCG, polio1, polio2, polio3, polio4, hepatitis B0, hepatitis
B1, hepatitis B2, dan DPT1 sudah mencapai di atas 90%, sedangkan DPT2, DPT3,
dan campak masih kurang dari 90%. Diketahui pula bahwa enam belas (15,5%) anak
dengan imunisasi tidak lengkap sedangkan 1 (1,0%) anak tidak pernah
diimunisasi. Alasan tersering orangtua adalah kecemasan ibu karena efek samping
imunisasi (70,6%). Adapun status imunisasi TT wanita usia subur tidak lengkap
yaitu 153 responden (62.4%), sedangkan responden yang status imunisasi TT nya
lengkap sebanyak 92 responden (37.6%).
B. Saran
1.
Untuk
ibu yang mempuanyai anak balita hendaknya meningkatkan perhatian dan meluangkan
waktu untuk melakukan imunisasi pada anaknya serta mengikuti imunisasi TT
secara lengkap.
2. Untuk petugas imunisasi guna meningkatkan
penyuluhan mengenai kesehatan balita khususnya program imunisasi sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan ibu tentang imunisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan
RI. 2000. Program Imunisasi. Jakarta: Depkes RI.
Departemen Kesehatan
RI. 2001. Program Imunisasi. Jakarta: Depkes RI.
Departemen Kesehatan
RI. 2005. Program Imunisasi. Jakarta: Depkes RI.
Dinas Kesehatan Jambi.
2003. Program imunisasi ibu hamil. http://rajabekam.info/campur-bawur/program-imunisasi-tt-ibu-hamil/
Direktorat
Epim-Kesma Ditjen PPM dan PL,Pedoman
Operasional Program Imunisasi, Depkes 2003
Lisnawati L. 2011.
Generasi Sehat Melalui Imunisasi.
Trans Info Media , Jakarta
Markum,
A.H. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta: FKUI
Mariaty, (2003). Faktor-faktor Yang Memengaruhi
Kelengkapan Imunisasi Dasar Balita Umur 12-18 Bulan di Kelurahan Harjosari-1
Kecamatan Medan Amplas Tahun 2003, Medan: Skripsi Fakultas Kesehatan
Masyarakat.
Mislianti dan Khoidar Amirus. 2012. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Pemberian Imunisasi TT pada Wanita Usia Subur (WUS) di Puskesmas Kesumadadi
Kecamatan Bekri Lampung Tengah Tahun 2012.
Ranuh, dkk. 2005. Pedoman
Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Satgas Imunisasi IDAI
RW, Dyah Wulan
Sumekar dan Yusniar Hanani D. 2004. Sistem
Informasi Perencanaan Program Imunisasi dengan Menggunakan Sistem Informasi
Geografis: Studi Kasus di Dinas Kesehatan Kota Semarang. Studi Kasus
Universitas Diponegoro.
Thalib, TM dkk.
2013. Cakupan Imunisasi Dasar Anak Usia
1-5 Tahun dan Beberapa factor yang Berhubungan di Poliklinik Anak Rumah Sakit
Ibu dan Anak (RSIA) Banda Aceh.
No comments:
Post a Comment